Kurpan Sinaga |
BERITASIMALUNGUN.COM-Terkait putusan
pengadilantentang Pilkada Simalungun, apalah kira-kira yang ada dalam
pikiran hakim yang mengatakan: "Menimbang, bahwa sesuai dengan fungsinya
lembaga “penetapan pasangan calon” yang sangat strategis dan menentukan
agar calon-calon yang telah ditetapkan menjadi siap untuk bertanding
secara jujur dan adil.
Sesungguhnya KPU Kabupaten setelah menerbitkan
penetapan pasangan calon telah berada pada posisi “point of no return”
(posisi yang tidak boleh berbalik atau posisi yang tidak boleh mengubah
keadaan, kecuali melangkah kepada proses lebih lanjut).
Perubahan hanya
dapat dilakukan bilamana diketahui adanya cacat yuridis yang terjadi
pada diri pasangan calon sebelum penetapan pasangan calon tersebut
diterbitkan tetapi baru diketahui kemudian demi tertibnya
penyelenggaraan Pemilihan;"
Dari poin pertimbangan ini terlihat bahwa Judex Juris (hakim yg
menangani perkara ini di MA) menganggap pertarungan para calon harus
jalan terus, tak ada yang boleh diganggu atau tergaggu, tak boleh ada
yang berhalangan.
Kok gak boleh? Perbandingannya, jangankan masih calon
yang sedang berkompetisi, sudah menang dan menjabatpun harus dibatalkan
bila tersangkut hukum dengan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap
dengan ancaman 5 tahun atau lebih.
"Poin of no return" (tidak
boleh berbalik), katanya. Emang siapa yang berbalik? Justeru
pengadilanlah yg membuat berbalik. KPU sebenarnya ingin pilkada jalan
terus, calon yg bermasalah ditinggal, krn begitulah aturannya.
Cumanya
bagi hakim rupanya bukan kepentingan pilkada yang jangan sampai tertunda
yg perlu, yg perlu adalah kepentingan Jr Saragih (Penggugat).
Setelah membaca putusan pengadilan ini secara lengkap nampaklah begitu
berpihaknya hakim ke penggugat. Kacamata kuda memenangkan.
Catatan buruk
peradilan. Di PTTUN Medan apalagi, kalaulah ada video persidangan itu
semuanya akan memalukan keberpihakan hakim itu.
Saksi Panwas yang
dimarahilah, perbaikan gugatan yg langsung diperintahkan utk diterima
Tergugatlah (semestinya tergugat harus ditanya terlebih dahulu apakah
keberatan), penetapan putusan sela dalam sehari saat pendaftaran tanpa
dihadiri tergugatlah. Apa dasar hakim mengkategorisasi "no point of
return?" Keadaan mana yang disebut dalam kondisi tidak boleh berbalik
arah? Ini namanya ngarang.
PUTUSAN MA TENTANG PILKADA SIMALUNGUN TIDAK DAPAT DILAKSANAKAN
MENGGANTI AMRAN SINAGA MELANGGAR UU
TIDAK MENGGANTI AMRAN SINAGA MELANGGAR UU
Hemat saya Putusan Mahkamah Agung terkait Pilkada Simalungun yang
menolak Kasasi KPU Simalungun tidak dapat dilaksanakan. Begini
masalahnya: Ada dua amar putusan tersebut yang merupakan perintah bagi Tergugat (KPU Simalungun) yakni amar nomor 3 dan 4, berbunyi:
No.3: Memerintahkan dan mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Simalungun Nomor
79/Kpts/KPU-Sim/002.434769/XII/2015 tentang Pembatalan Pasangan Calon
Bupati dan Wakil Bupati Simalungun Tahun 2015 Nomor Urut 4 atas nama Dr.
JR Saragih SH, MM dan Ir. Amran Sinaga, M.Si sebagai Peserta Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati Simalungun Tahun 2015;
No. 4:
Memerintahkan Tergugat untuk memberi waktu bagi Penggugat dan partai
politik pendukung untuk melakukan penggantian calon khususnya
penggantian Calon Wakil Bupati yang akan dipasangkan dengan Penggugat
dalam Pilkada Simalungun Tahun 2015 sesuai tenggang waktu yang
dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
Mari kita coba memosisikan diri sebagai KPU Simalungun yang bermaksud mengindahkan putusan itu:
Poin nomor 3 memerintakan dan mewajibkan mencabut pembatalan Paslon JR
Amran. Ya, oke, kita cabut. Kini status Paslon No.4 kembali pulih, JR
Saragih tetap sebagai Calon Bupati dan Amran Sinaga tetap sebagai Calon
Wakil Bupati Simalungun Pilkada Tahun 2015 ini.
Tetapi tunggu
dulu, apa iya...terpidana menjadi calon? Ini tidak boleh. Akan kena
Pasal (7) poin g UU No.8 2015 Tentang Pilkada yang berbunyi: "Warga
Negara Indonesia yang dapat menjadi calon gubernur....bupati dan wakil
bupati....:
Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih".
Kalau begitu Amran Sinaga harus dibatalkan.
Oke, kita batalkan, tetapi bagai mana caranya? Dibatalkan KPU (kemarin
sesuai PKPU No.9) tdk boleh. Kalau yang bersangkutan mundur tidak boleh,
ditarik oleh partai politik pengusungnya...tdk boleh juga. Kita terikat
ketentuan Pasal (53) UU No.8 Tahun 2015 Tentang Pilkda yang berbunyi:
Ayat (1) "Partai Politik atau gabungan partai politik dilarang menarik
pasangan calonnya dan/ atau pasangan calon dilarang mengundurkan diri
terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU"
Ayat
(2) "Dalam hal partai politik menarik pasangan calonnya dan/ atau
pasangan calon mengundurkan diri partai politik tersebut tidak dapat
mengusulkan pengganti"
Berarti Amran Sinaga tidak bisa kita ganti.
Selanjutnya, terlepas dari ketentuan yang tidak membolehkan Amran
Sinaga dibatalkan, sekarang kita mau eksekusi amar putusan nomor 3, kita
diperintahkan untuk memberi waktu pada JR Saragih utk mengganti
pasangan wakilnya Amran Sinaga sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Naaah, disini juga tidak bisa. Kita tidak bisa memberi
waktu pengajuan calon baru yang sesuai peraturan perundang-undangan,
karena:
Secara Aturan
Tidak ada aturan untuk pemberian
waktu penggantian calon seperti yg dimintakan yaitu penggantian salah
seorang dari satu paslon di saat menjelang pemungutan suara. Yg ada
pemberian waktu utk penggantian calon hanya sebelum kampanye. Setelah
kampanye hingga pemungutan suara adanya pembatalan.
Kini Amran
Sinaga tetap sah sebagai calon sesuai perintah pengadilan diatas. Karena
Pengadilan tidak membatalkan Amran Sinaga dari kedudukan Wakil Bupati
berpasangan dengan JR Saragih sehingga KPU tidak ada dasar untuk
membatalkannya. Kalau dasar pembatalan adalah statusnya terpidana itu ya
sudah dilakukan tapi dimentahkan oleh pengadilan. Kalau asal dimasukkan
saja yang baru tetapi tidak dibatalkan yang sudah didalam nanti jadi
dua pasangannya...he..he..
Secara Teknis
Secara teknis,
kalau dilakukan pemberian waktu mengganti Amran berarti harus dimulai
dengan pengumuman pendaftaran, tahap pendaftaran, perifikasi dan
penetapan. Lah, kalau begini berarti pendaftaran diulang dari awal sebab
KPU harus membolehkan yang lain ganti pasangan juga. Wah...melebarlah
urusan. Kapan Pilkadanya...? Kalau kita hanya mengurus kepentingan satu
Paslon saja maka akan melanggar aturan tentang KPU harus adil.
Poin b Pasal 14 UU No.8 Tahun 2015 Tentang Pilkada berbunyi: "KPU
Kabupaten/ Kota dalam pemilihan Bupati dan wakil bupati serta pemilihan
walikota dan wakil walikota wajib:
b. Memperlakukan peserta pemilihan bupati dan wakil bupati serta walikota dengan wakil walikota secara adil dan setara"
Kesimpulannya putusan pengadilan ini tidak dapat dijalankan. Pengadilan
telah sembrono dan serampangan hanya melihat peraturan perundangan
tentang Pilkada sepotong-sepotong, tidak konstruktif dalam konteks
terselenggaranya Pilkada. Akibatnya putusannya satu sama lain
bertentangan, tidak dapat dilaksnakan dan komplikasi dengan pasal-pasal
peraturan perundang-undangan lainnya.
Solusi atau Jalan Keluar
Sekarang kita menyandarkan harapan pada KPU. KPU di Jakarta selaku penanggungjawab akhir Pilkada harus mengambil keputusan.
Hemat saya, solusi atau jalan keluar yang paling mengakomodasi antara
putusan pengadilan dan peraturan perundangan dalam kontradiksi diatas
adalah, pertama, melaksanakan amar putusan nomor 3 mencabut pembatalan
Paslon JR Saragih - Amran Sinaga.
Ini wajib dilakukan sebagaimana
disebut dalam amar putusan tersebut. Kedua, mengeluarkan keputusan yang
baru membatalkan Paslon No 4 dengan alasan sudah tidak memenuhi syarat
sebagai mana diatur Pasal (7) poin g UU No.8 Tahun 2015.
Artinya
dibatalkan dengan pasal yang berbeda. Bupati atau wakil bupati yang
sudah dudukpun akan diberhentikan menggunakan pasal ini kalau ada
putusan pengadilan seperti ini.
Bagai mana dengan amar putusan
nomor 4 yang memerintahkan penggantian Amran Sinaga? Amar tersebut bisa
dikesampingkan dengan dua alasan: Pertama, amar tersebut tidak menyebut "diwajibkan" seperti amar nomor 3.
Amar tersebut pelaksanaannya fakultatif, bisa iya bisa tidak.
Fakultatif ini tersirat dalam frasa "sesuai tenggang waktu yang
dimungkinkan". Bisa tidak dijalankan jika memang tidak memungkinkan.
Ini adalah pandangan hukum seorang warga negara. Namanya pandangan
hukum bisa saja berbeda dengan pandangan hukum orang lain. Silahkan
dikemukakan untuk mendapatkan jalan yang paling sesuai dengan hukum dan
bisa dilaksanakan.
(Penulis Kurpan Sinaga-Tahap skripsi Fakultas Hukum Universitas Suryadarma TNI AU Halim Jakarta Timur )
0 Comments