Sibolga Nauli-Foto Jannerson Girsang. |
Oleh: Jannerson Girsang
Seorang laki-laki, yang bekerja sebagai pelukis, berusia setengah baya
bertemu dengan temannya yang sudah puluhan tahun berpisah.
Setahunya, dari cerita teman-temannya yang lain, temannya satu ini cukup
sukseslah. Suka membantu orang lain, dan juga lembaga-lembaga sosial.
Cukup ramah dan baik kepada teman-teman sekelasnya.
Mereka
secara kebetulan saja bertemu di sebuah tempat parkir, tempat dia biasa
menjajakan jasanya. Hari sudah agak sore. Si pelukis sedang melukis
seseorang dan sudah hampir rampung, tinggal pembayarannya saja.
Kemudian mereka terlibat pembicaraan. Di awal pertemuan itu, mereka terlibat perbincangan.
"Kau kerja di mana?" kata si pemilik Alphard tadi.
(Sudah tau bertanya pula, dalam hati si pelukis heran). Dia tidak tau kalau temannya memang sedang galau.
"Yah begitulah. Kerja serabutan seperti tadi lae, Kalau ada order baru
melukis," ujar pelukis tadi sambil merapikan seluruh peralatannya.
"Kata orang, saya memang merasa beruntung lae. Golongan saya sih
pegawai rendahan, tetapi anak saya sekolah di Amerika, dan setiap bulan
mampu mengirim puluhan juta buat belanja mereka. Bisa mengunjungi mereka
sekali-sekali ke sana".
"Ibarat langit dan bumilah kita ya lae.
Wah, anak-anak saya cuma di perguruan tinggi di Indonesia lae. Itupun
karena mereka dapat bea siswa".
"Kalau saya semua biaya sendiri lae"
"Wah.. hebat kali lae yah. Bagaimana cari duitnya?"
"Yah gitulah lae,"katanya.
Kemudian, dia menawarkan temannya makan malam, sekedar ngobrol menghilangkan rasa galau di hatinya.
Dia menuju mobil Alphardnya dan membuka pintu. Seluruh peralatan
temannya yang sudah kumal dimasukkan ke bagasi mobil mewah itu.
Menyetirnya sendiri dan membawa temannya ke sebuah restoran yang cukup
bergengsi di tengah kota.
Mereka berdua sambil mengenang masa lalunya, ngobrol ngalor ngidul, hingga tiba di sebuah restoran.
Cukup mewah dan pelukis tadi sama sekali belum pernah masuk ke restoran itu.
Ketika mereka sudah duduk berdua, keduanya terlihat asyik memilih
makanan. Si empunya Alphard tadi memilih makanan yang belum pernah
dicicipi temannya.
"Gimana kalau lae coba ini dulu!," kata
pemilik mobil Alphard, menunuk makanan yang sama sekali belum pernah
dilihatnya, apalagi dicicipinya.
"Boleh lae, saya ikut lae aja"
Keduanya ngobrol, sambil menunggu makanan yang dipesan. Beberapa menit
kemudian sudah tersedia di meja. Si pelukis tadi makan dengan lahapnya,
karena sejak siang belum makan.
Sang pelukis sudah melihat harga makanan di menu tadi. Hampir seharga sebuah lukisannya. Jadi sayang kalau tidak dinikmati.
Di ujung pertemuan mereka, tiba-tiba sang pelukis tadi memuji temannya.
"Wah enak kalilah lae yah. Mobil mewah, uang banyak, anak sekolah di luar negeri"
"Lae, cuma enak tampak dari luarnya aja lae. Saya sebenarnya sedang galau. Untunglah kita ketemu tadi. Ada teman ngobrol"
"Saya sudah dijauhi teman-teman".
"Kok bisa?"
"Lae tau?. Alphard inipun sudah mau disita besok"
"Kalau nanti saya masuk penjara, jangan lupa menjengukku ya lae"
"Kenapa lae?"
"Jadi, lae ikut tuh korupsi yang.....," kata sang pelukis tadi.
"Lae mengertilah"
"Oh...." Kata pelukis tadi. Rasa nimat menu makanan yang dilahapnya
barusan, langsung hilang. Bahkan muncul rasa mual dari perutnya.
"He..neng, minta bill, kami sudah mau pulang,"kata pemilik Alphard itu.
Keduanya kemudian berpisah dan sipelukis tadi sangat kaget. Setelah
diturunkan di depan rumahnya yang tinggal di sebuah perumahan sederhana
di pinggir kota, dia merasa seperti bermimpi.
Sekian puluh tahun
bekerja, muaranya hanya masuk penjara. Saya harus bersyukur, meski
sebagai pelukis yang hidup pas-pasan, tetap suka cita menjalani hidup.
"Kreeeek," dia membuka pintu rumahnya.
Lalu, sebelum masuk ke peraduan, sipelukis sempat menceritakan pengalamannya barusan kepada istrinya.
"Bersyukurlah Pak. Cari uang halal rasanya lebih enak, nyaman tidak ketakutan dan menanggung malu.
"Besok si Ria minta dikirimin uang belanja bulanan lho Pak. Masih ada
sih simpananku, Kalau ditambah penghasilan bapak hari ini, saya kira
cukup". Ria adalah putri mereka yang kuliah di sebuah perguruan tinggi
negeri di Jawa Barat semester akhir.
"Oh ya. Coba hitung dulu Mak!"
"Cukup Pak. Cihuy. Ria pasti senang kalau besok pagi bisa kukirim uang belanjanya,"
.
"Sudah! Mari kita berdoa Mak". Keduanya berdoa dan kemudian larut dalam tidurnya.
Si pemilik mobil Alphard tadi masih keliling-keliling kota tanpa arah,
masuk ke luar kafe cari hiburan. Menghamburkan uang jutaan rupiah
semalaman. Tapi hatinya galau!
Besok mobilnya akan disita!
(Kisah di atas hanya khayalanku belaka. Bukan terjadi di dunia nyata. Semoga menginspirasi)
0 Comments