Oleh DR. Ronsen LM Pasaribu
BERITASIMALUNGUN.COM-Bicara Pemberdayaan Masyarakat, sangat sering kita dengar ditengah
masyarakat bahkan beberapa Instansi Pemerintah dalam fortofolionya
memasangkan salah satu lembaga yang menangani pemberdayaan masyarakat.
Bahkan ditingkat pemerintahan yang paling bawahpun kita melihat ada
Seksi Pemberdayaan Masyarakat.
Kegiatan yang dikerjakan oleh
lembaga tersebut seputar menangani bencana alam sampai para korban dapat
terselematkan serta mendapatkan bantuan yang sifatnya menyalurkan dari
para donatur.
Ada pula kegiatannya pada waktu pejabat atasan datang
untuk melakukan penyuluhan di masyarakat, maka seksi pemberdayaan
masyarakatlah yang dimajukan sebagai pelaksananya. Mungkin ada kegiatan
lainnya, tergantung pada bapak Kepala Desa, Camat atau Bupati/Walikota
memberikan tugas, yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat
yang memerlukan.
Tentu, kegiatan itu tidak salah dan memang harus ada
yang menanganinya agar masyarakat tertolong dari kemelut yang dihadapi,
menjadi normal kembali, untuk kemudian dapat bekerja sebagaimana
sehari-hari. Pertanyaannya, apakah hanya itu yang dinamakan
“pemberdayaan Masyarakat?”
Pemberdayaan masyarakat secara
harafiah diartikan proses mendorong kemampuan seorang melalui pengaruh
dari luar dirinya agar memiliki pertambahan kemampuan (empowering) untuk
mandiri dan meningkat kesejahtraannya.
Jika dibidang pertanahan,
ditambahkan pengertian tadi dengan berbasis pemanfaatan dan penggunaan
tanah. Jadi kata kuncinya, ada subjek, kelompok, ada sarana perubahan
menuju kemandirian dan tujuannya jelas untuk kesejahtraannya.
Unsur Pemberdayaan Masyarakat, sebagai berikut :
1. Identifikasi subjek dan objek, melalui Social Mapping. Pemetaan
sosial, kegiatan memetakan data sebanyak-banyaknya dari aspek ekonomi,
sosial, budaya, politik dan lainnya yang menonjol di lingkup yang
diteliti.
Metode yang terbaik adalah peneliti hidup bersama masyarakat,
agar bisa dilihat, didengar, diamati, dicatat aktivitas mereka tiap
hari. Akan menghasilkan daftar, kegiatan unggulan apa yang dikerjakan
oleh masyarakat setiap hari sebagai sumber ekonomi.
Cara ini memerlukan
2-3 bulan, tetapi ada cara yang disebut Pemetaan Sosial Cepat.
Memperhatikan data sekunder, misalnya statistik dan atau kebijakan
Bupati tentang produk unggulan dari suatu daerah. Itulah yang ditetapkan
sebagai potensi yang dikerjakan oleh masyarakat setempat.
Tidak salah
lagi kita memilih kegiatan itu untuk program Pemberdayaan Masyarakat
setempat, sebab sudah mendarah daging baik cara dan tingkat
ekspektasinya atas hasilnya, dalam memenuhi kebutuhan setiap hari.
2. Pembentukan Kelompok Masyarakat (Pokmas). Anggota Kelompok adalah
mereka yang secara spesifik menanam tanaman sejenis, disebut juga
industri agro wisata, Mangga misalnya. Semua anggota harus memiliki
pohon mangga. Kelompok terdiri Ketua, Sekretaris, bendahara dan anggota,
tentatif bisa dibentuk Seksi yang diperlukan.
Kelompok ini menjadi
kuat, bersatu untuk mendiskusikan apa masalah mereka, bagaimana
menyelesaikan masalah, kepada siapa ber koordinasi dalam mengatasi
masalah.
Kebersamaan inilah sebagai core usaha bersama, Koperasi dan
lain sebagainya. Bentuk juga Koperasi Usaha Tani, supaya jika
berhubungan dengan lembaga keuangan, ada lembaga hukum yang bertindak
secara hukumnya.
3. Sosialisasi : bermaksud untuk memberikan
penerangan, kejelasan, pembinaan baik teori maupun tehnis tertentu,
sehingga petani merasa cukup pengetahuannya untuk bekerja. Berani pula
untuk bertanya, manakala ada hal yang meragukan, atau tidak
diketahuinya. Metode sosialisasi hendaknya disesuaikan audiens, ada
kalanya lebih percaya jika melihat akan sukses story secara nyata
daripada hanya berbicara teori saja.
Ini masuk akal, sebab merubah pola
yang berulang dilaksanakan, ke pola yang disarankan penuh keraguan,
ketakutan kegagalan serta siapa yang mengatasi kebutuhan setahun apabila
ada kegagalan dari tehnologi yang baru ini.
Prinsip pemberdayaan
bukanlah “memakan uang pinjaan, tetapi memakan untung dari pinjaman itu
sendiri”. Konsekwensinya, bantuan pemerintah hanya sebatas fasilitasi
alat dan modal awal berupa bibit, infrastruktur dan penyuluhan saja.
Selebihnya merupakan dana talangan yang harus diperhitungkan sebagai
modal kerja, dalam bisnis pilihannya.
4. POKJA (kelompok Kerja) :
Kelompok yang terdiri dari Pemerintah Daerah, dengan komposisi Bupati
sebagai Ketua, Kepala Kantor Pertanahan sebagai Wakil dan Kepala Dinas
terkait sebagai anggota. Pokja ini berfungsi sebagai fasilitator,
memfasilitasi atas laporan Pokmas agar masaalah terselesaikan.
Masalah
modal misalnya, Pokja memfasilitasi dengan pihak Perbankan, Lembaga
Keuangan yang bunga paling rendah sekaligus mengatur akad kredit.
Masalah tehnologi, untuk menjamin usaha pertaniannya produktif
menyumbngkan profit yang setinggitingginya. Masalah tehnologi,
menghasilkan produk langsung jual atau pengolahan produk diversifikasi
atau diferensiasi product. Hal terpenting juga masalah jaminan pasar,
tugas Tim Pokja adalah semua hasil yang diproduksi, supaya ada kepastian
memasarkannya.
Tanpa memasarkan, akan sia-sialah usaha masayrakat ini.
Artinya tujuan Pemberdayaan masyarakat bukan berhenti di kebutuhan pokok
saja, tetapi harus disamping kebutuhan pokok, juga harus menjual barang
kepasar, untuk keuntungan usahanya.
Dengan uraian diatas, kita
bisa melihat sejauhmana konsep pemberdayaan yang ada dan yang di
cita-citakan oleh harapan suatu Pemberdayaan Masyarakat. Judul diatas,
hanya memancing kita untuk tergerak meningkatkan konsep pemberdayaan
yang bersifat “bantuan” ketika ada musibah, berubah menjadi pemberdayaan
masyarakat yang melahirkan petani yang memiliki kemampuan wirausaha,
memiliki kemandirian usaha dan bisa bertindak sejajar dengan pihak
pelaku ekonomi lainnya dalam menentukan kerjasama yang saling
menguntungkan.
Memudahkan cara pandang tentang pemberdayaan masyarakat,
Saya ambil contoh yang muncul saat Diskusi Hari Kamis tanggal 10 Maret
2016 di YPDT (Yayasan Pecinta Danau Toba), ada ibu Ratnauli Gultom
tinggal di Onanrunggu, Samosir. Ibu ini, membawa Contoh hasil karyanya
dalam botol kecil, dinamai Manggo Wine, Silimalombu.
Beliau minta
pendapat saya, dari sudut Pemberdayaan Masyarakat, karena masalahnya
adalah dukungan pemerintah dianggap tidak ada. Pilihan jenis produk ini
sudah tepat, karena Mangga di Samosir melimpah ketika panen harga hanya
Rp. 2000,00 per Kilogram.
Jatuh tiada arti malah berton ton busuk,
demikian penjelasannya. Saya sarankan, supaya ada tahapan mulai dari
pembentukan kelompok, dukungan Pokja dalam hal ini Pemerintah Daerah
agar segera memproses Ijin terkait, demikian juga pemasarannya.
Apabila, tidak ada kelompok maka usaha ini kesulitan menembus birokrasi,
pada hal sebenarnya Mangga Samosir dengan merubah menjadi Wine sudah
tepat, sebab tidak laku jika dijual kepasar dalam bentuk mangga saja.
Pemasaran juga nantinya bisa di segmentasikan, misalnya ke Gereja HKBP
(perjamuan), Gereja lainnya di Sumatra dan Pasar di Kota besar Sumatra
dan Pulau Jawa serta Eksport ke Luar Negeri. Bisa diperkirakan, petani
di Samosir akan memiliki tambahan pendapatan tetapnya, karena menanam
mangga ini biayanya sangatlah mudah dan murah. Serta tanaman yang cocok
di alam Samosir.
Kesimpulannya, Pemberdayaan Masyarakat di
Bonapasogit mestinya bisa dikembangkan dari hanya fortofolio sekarang
ini menjadi pemberdayaan yang sesungguhnya, pemberdayaan yang belum kita
pahami secara meluas akibat kekurang pengetahuan kita juga. Kedua,
potensi di Bonapasogit sangat banyak yang menjadi potensi, Kacang,
Bawang, Ternak, Padi dan Haminjon serta rempah-rempah seperti
Sinyarnyar, dan lainnya.
Tinggal bagaimana konsep Pemberdayaan
Masyarakat ini kita bangun, untuk membangunkan Ekonomi Rakyat yang mampu
meningkatkan potensi lokal menjadi produk ketingkat propinsi, Indonesia
dan bahkan Luar Negeri. Niscaya Bonapasogit kita akan mandiri dan
sejahrta yang berkeadilan, berbasis ekonomi kerakyatan. Semoga. (Minggu, 13 Maret 2016. Pkl. 12.18 WIB.
Ketua Umum FORUM BANGSO BATAK INDONESIA ( FBBI ).
0 Comments