Bangun Masjid An-Namira dan Gereja GMIM Jemaat Lakban dibangun dalam satu halaman di Kampung Buyat Pante, Dusun 5, Desa Ratatotok Timur, Kecamatan Ratatok, Minahasa Tenggara. |
MINAHASA TENGGARA-Tingkat
toleransi kehidupan beragama di Kampung Buyat Pante, Dusun 5, Desa
Ratatotok Timur, Kecamatan Ratatok, Minahasa Tenggara, ini sungguh
terjaga. Hal ini tecermin dari bangunan masjid dan gereja yang didirikan
di satu halaman tanpa pagar pembatas, bahkan nyaris berimpitan.
Kubah Masjid An-Namira yang berhadapan dengan menara Gereja GMIM
Jemaat Lakban seakan menyampaikan pesan bahwa kerukunan antar kedua
pemeluk agama yang dianut sebagian besar warga di kampung itu menjadi
pemersatu.
Warga di sana sebagian besar bermata pencarian
sebagai nelayan. "Bukan hanya tersimbolisasi dari kedua bangunan itu,
tetapi selama ini saya tak pernah mendapati adanya gesekan horizontal
atau hal lain di kedua pemeluk agama," ujar Pudin, warga Ratatotok,
Minggu (11/10/2015).
Mendirikan dua bangunan ibadah yang digunakan secara rutin dalam satu halaman tentu bukan perkara mudah.
Butuh toleransi yang tinggi dari kedua umatnya, terutama toleransi saat waktu ibadah bertabrakan.
Namun, menurut Pudin, warga Kampung Buyat sebagaimana warga Sulawesi Utara pada umumnya, sangat menghargai sikap toleransi.
"Jelas
ini menjadi kekuatan bagi kami semua di sini agar tetap menjaga tali
persaudaraan walau berbeda keyakinan. Harmonisasi itu juga terlihat pada
saat ada perayaan hari raya. Misalnya, saat Idul Adha, umat muslim yang
menyembelih hewan kurban ikut membagikannya ke seluruh masyarakat tanpa
memandang agama dan dari suku mana pun," kata Pudin.
Kedua
bangunan tersebut dibangun sejak tahun 2004 dengan dana partisipasi
masyarakat setempat dan dibantu oleh PT Newmont Minahasa Raya yang
dulunya mengoperasikan perusahaan tambang emas di sana.
Kini
kedua bangunan yang berdiri di dekat lokasi wisata Pantai Lakban itu
juga sering dijadikan tempat berfoto para wisatawan yang datang.
Mereka
mengaku salut dengan toleransi yang disimbolkan dari kedua bangunan.
Harapannya, ke depan kedua tempat ibadah tersebut bisa menjadi ikon
toleransi di Sulawesi Utara dan Indonesia pada umumnya.
"Harapan kami di lokasi itu bisa pula dibangun berbagai fasilitas pendukung," kata Imam Masjid An-Namira, Ustaz Dahri Pakaya. ((Kompas.com)
0 Comments