Asal Muasal Nama Simalungun.IST |
BERITASIMALUNGUN.COM-Simalungun adalah nama salah satu kabupaten di
wilayah Provinsi Sumatra Utara. Dulu, sebelum bernama Simalungun, daerah
ini dikenal dengan nama Kampung Nagur. Namun karena sebuah peristiwa,
daerah tersebut kemudian dinamai Simalungun. Peristiwa apakah yang
menyebabkan perubahan nama itu? Simak kisahnya dalam cerita Asal Mula
Nama Simalungun berikut ini!
Dahulu, di wilayah Kampung Nagur, Sumatra Utara, terdapat sebuah
kerajaan kecil bernama Kerajaan Tanah Djawo.
Kerajaan suku Batak yang
bermarga Sinaga ini dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana.
Dalam menjalankan tugas pemerintahan, sang Raja didampingi oleh sejumlah
hulubalang yang tangguh dan setia sehingga kerajaan ini aman dan
tenteram.
Sementara itu, di luar wilayah Nagur, terdapat pula dua kerajaan suku
Batak yang berlainan marga, yaitu Kerajaan Silou dari marga Purba
Tambak dan Kerajaan Raya dari marga Saragih Garingging. Meskipun
berlainan marga, kedua kerajaan ini menjalin hubungan persahabatan
dengan Kerajaan Nagur. Rakyat mereka pun senantiasa hidup rukun dan
makmur.
Kemakmuran ketiga kerajaan kecil itu ternyata menarik perhatian
kerajaan-kerajaan lain untuk menguasainya. Suatu hari, tersiar kabar
bahwa Kerajaan Majapahit dari tanah Jawa akan datang menyerang Kerajaan
Tanah Djawo.
Mendengar kabar tersebut, Raja Tanah Djawo segera meminta
bantuan kepada Kerajaan Silou dan Kerajaan Raya. Kedua kerajaan itu pun
menyatakan kesediaan untuk membantu Kerajaan Tanah Djawo dalam menangkal
serangan dari Kerajaan Majapahit.
Bantuan yang diberikan oleh Kerajaan Silou dan Kerajaan Raya ternyata
sanggup menangkal bahkan mengusir pasukan Majapahit dari wilayah Nagur.
Hal yang sama terjadi ketika Kerajaan Silou mendapat serangan dari
Kerajaan Aceh. Kedua kerajaan ini, Kerajaan Tanah Djawo dan Kerajaan
Raya, membantu Kerajaan Silou hingga akhirnya selamat dari ancaman
bahaya.
Suatu ketika, ribuan tentara yang tidak diketahui asalnya datang
menyerang ketiga kerajaan tersebut secara bergantian. Pertama-tama,
mereka Kerajaan Tanah Djawo, lalu Kerajaan Silou, dan terakhir Kerajaan
Raya. Meskipun sudah saling membantu, ketiga kerajaan tersebut akhirnya
takluk juga.
Serangan itu membuat masing-masing raja terpaksa menyelamatkan diri.
Hal yang sama terjadi pula para rakyat yang lari tunggang-langgang
menghindari sergapan musuh. Mereka meninggalkan wilayah itu secara
berkelompok.
Selama masa pelarian, mereka harus berpindah-pindah tempat
untuk menghindari kejaran musuh. Nasib para pengungsi tersebut sangat
menderita. Mereka dilanda kelaparan dan terserang berbagai macam
penyakit.
Untuk bertahan hidup, setiap kelompok pengungsi mencari tempat
tinggal masing-masing yang dirasa aman. Sekelompok pengungsi dari
Kampung Nagur kemudian menemukan tanah Sahili Misir yang kini dikenal
pulau Samosir, yaitu sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah Danau
Toba. Di sanalah mereka menetap dan membuka perladangan untuk bercocok
tanam.
Setelah sekian lama menetap di pulau itu, hidup mereka pun mulai
tertata. Bahkan, mereka telah memiliki anak cucu. Suatu ketika, mereka
merasa rindu untuk kembali ke kampung halaman di Kampung Nagur.
Mereka
akhirnya mengadakan musyawarah. Siapa di antara kalian yang ingin
kembali ke Kampung Nagur? tanya seorang sesepuh selaku pemimpin
musyawarah. Mendengar pertanyaan itu, sebagian dari peserta enggan untuk
kembali ke kampung halaman mereka.
Maaf, Bapak-bapak. Kenapa kalian tidak mau ikut bersama kami? Apakah
kalian tidak rindu pada kampung halaman? tanya sesepuh itu kepada
mereka. Maaf, Tuan Sesepuh. Sebenarnya kami pun sangat rindu pada
kampung halaman.
Tapi, kami sudah merasa betah dan nyaman tinggal di
pulau ini. Tempat ini sudah seperti kampung halaman sendiri. Lagi pula,
siapa yang akan menjaga hewan ternak dan ladang-ladang jika semuanya
ikut kembali ke kampung halaman? jawab salah seorang peserta musyawarah.
Benar Tuan Sesepuh, anak dan cucu kami pun merasa senang tinggal di
pulau ini, imbuh seorang peserta musyawarah lainnya. Baiklah, kalau
begitu. Bagi yang ingin tetap tinggal di sini, ku harap kalian tetap
merawat baik-baik tempat ini. Bagi yang ingin pulang ke kampung halaman
harap segera mempersiapkan segala sesuatunya, ujar sesepuh itu.
Para warga yang berkeinginan kembali ke kampung halaman segera
mengadakan persiapan seperlunya. Mereka akhirnya berangkat menuju
Kampung Nagur. Setelah berhari-hari menempuh perjalanan, mereka akhirnya
tiba di Kampung Nagur. Saat tiba kampung halaman, beberapa warga
terlihat menangis. Mereka teringat pada peristiwa yang menimpa kampung
mereka dahulu.
Rumah-rumah mereka telah tiada. Hanya tumbuhan semak-belukar dan
pepohonan yang terlihat tumbuh dengan subur. Sima-sima nalungun, kata
mereka. Sejak itulah Kampung Nagur berubah nama menjadi Sima-sima
Nalungun,yang berarti daerah sunyi sepi. Lama-kelamaan, orang-orang
menyebutnya Simalungun.
Hingga saat ini, kata Simalungun tetap dipakai untuk menyebut nama
sebuah Kabupaten di Provinsi Sumatra Utara. Demikian cerita Asal Mula
Nama Simalungun dari daerah Simalungun,Provinsi Sumatra Utara. Pesan
moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa kerjasama dan
saling membantu termasuk sifat terpuji yang patut diteladani. Sifat ini
ditunjukkan oleh ketiga kerajaan tersebut di atas.
Meskipun berbeda marga, mereka senantiasa saling membantu manakala
salah satu di antaranya tertimpa musibah. Selain itu, cerita di atas
juga mengajarkan kepada kita tentang cinta terhadap kampung halaman.
Kita tidak boleh melupakan siapa diri kita dan darimana kita berasal.
(Samsuni/sas/289/11-11)
Sumber: obatak.com
0 Comments