PEMBERSIHAN IKAN MATI DI KJA BANDAR SARIBU HARANGGAOL, 3 MEI 2016 LALU. |
BERITASIMALUNGUN.COM, Pematangraya-Pemerintah Kabupaten Simalungun berencana menutup semua keramba
jaring apung di perairan Danau Toba yang masuk wilayah Simalungun. Akan
tetapi, petani ikan menolak penertiban karena sebagian besar masyarakat
di tepi Danau Toba akan kehilangan mata pencarian.
Kepala Dinas
Perikanan dan Peternakan Kabupaten Simalungun Jarinsen Saragih, di Simalungun, mengatakan, penertiban akan dilakukan
menunggu keputusan dari Badan Otorita Danau Toba yang akan dibentuk
pemerintah pusat.
Menurut Jarinsen, keputusan untuk menertibkan
keramba jaring apung diambil untuk mendukung program pemerintah pusat
yang menjadikan kawasan Danau Toba sebagai satu dari 10 destinasi
pariwisata prioritas di Indonesia.
"Kami telah mengundang semua
petani ikan di Kecamatan Haranggaol Horisan untuk hadir dalam
sosialisasi penertiban pada Senin (9/5/2016). Kami akan menyampaikan
secara resmi kepada petani tentang rencana penertiban keramba," kata
Jarinsen.
Jarinsen mengatakan, untuk melakukan penertiban itu,
pihaknya menunggu keputusan Badan Otorita Danau Toba tentang tata ruang.
Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten Simalungun telah menetapkan Kecamatan
Haranggaol sebagai zona pariwisata. Karena itu, pihaknya akan melarang
keramba beroperasi di perairan Haranggaol Horisan.
Kelebihan beban
Kepala
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara Zonny Waldi
mengatakan, perairan Danau Toba memang sudah kelebihan beban perikanan
budidaya. Produksi ikan budidaya Danau Toba sudah mencapai 75.600 ton
per tahun, jauh dari daya dukung yang hanya 50.000 ton per tahun.
Namun,
menurut Zonny, pelarangan keramba jaring apung di Danau Toba akan
sangat sulit dilakukan karena menyangkut mata pencarian masyarakat. Ia
mengingatkan, penertiban keramba jaring apung di Danau Toba tidak bisa
dilakukan secara terpisah oleh pemerintah kabupaten masing-masing.
Hingga kini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih menetapkan perairan Haranggaol sebagai zona perikanan.
"Kebijakan
tentang tata ruang Danau Toba itu lintas kabupaten. Tidak bisa tiap
kabupaten membuat kebijakan masing-masing," kata Zonny.
Menurut
Zonny, langkah yang paling tepat adalah moratorium izin keramba jaring
apung dan penataan ulang zonasi perikanan di Danau Toba. Saat ini, tata
ruang keramba di Danau Toba sangat buruk.
Zonny mencontohkan
keramba di perairan Haranggaol yang disusun tidak teratur. Seharusnya,
keramba hanya bisa dibuat paling dekat 100 meter dari tepi danau. Akan
tetapi, di perairan Haranggaol, keramba didirikan hingga ke bibir danau.
Tiap
dua baris keramba juga seharusnya diberi jarak setidaknya 25 meter
dengan keramba lain. Di tengah zona keramba juga harus dibuat lorong
dengan lebar 50 meter sebagai lalu lintas kapal. Sementara di
Haranggaol, keramba dibuat berdempetan dan tidak berbaris teratur.
Zonny
mengatakan, kematian 1.820 ton ikan di perairan Haranggaol dalam
sepekan belakangan juga disebabkan tata ruang keramba yang tidak baik.
Buruknya tata ruang ini membuat sirkulasi air dan limbah buruk sehingga
kadar oksigen terlarut dalam air menurun.
Anggota
Dewan Perwakilan Daerah asal Sumatera Utara, Parlindungan Purba,
meminta pemerintah daerah setempat mempertimbangkan perekonomian
masyarakat dalam melakukan penertiban. "Yang perlu dilakukan adalah
penataan dan pembuatan zona, bukan pelarangan," katanya.
Hasudungan
Siallagan, petani ikan, mengatakan, petani menolak untuk ditertibkan.
Ia mengatakan, 80 persen warga Haranggaol Horisan akan kehilangan mata
pencarian jika keramba dilarang di Danau Toba.
Darma Purba,
pelaku pariwisata di Haranggaol, mengatakan, pariwisata di Haranggaol
justru semakin hidup karena adanya keramba. Sedikitnya 400 wisatawan
dari sejumlah daerah di Sumatera Utara datang setiap hari ke Haranggaol
untuk wisata memancing. (*)
Sumber: Kompas.com
0 Comments