Mencermati Aksi HMI, Adinda Sehat?
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ryokusumo/mencermati-aksi-hmi-adinda-sehat_57319ef6549773830872cde0
Mencermati Aksi HMI, Adinda Sehat?
Mencermati
tingkah polah adinda-adinda HMI kemarin ini kok rasanya belum habis pikir,
organisasi intelektual yang banyak melahirkan tokoh-tokoh berpengaruh di bangsa
ini bisa sebegitu degilnya melakukan aksi vandalis, aksi merusak yang mirip,
nyaris persis dengan aksi supir taksi ketika demo transportasi online.
Wajar
jika penyebutan kata “idiot” disematkan pada tingkah adinda-adinda kesayangan
mbak Niken ini, lha wong mereka tiba-tiba nggeruduk kantor KPK, coret sana
coret sini, bentrok sana bentrok sini yang tentunya membuat suasana jauh dari
cita-cita HMI dahulu.
Atau mungkin para adinda ini cuma asal ikutan masuk
organisasi sebagai ajang hu ha hu ha? Sebagai ajang cari teman akibat efek
samping akut terlalu lama menjomblo? Atau memang yang rusuh kemarin itu bukan
adinda HMI, melainkan sejenis makhluk ghoib yang kenyang dengan nasi bungkus?
Memang apa sih cita-cita HMI dulu?
Sekilas saja, HMI dibentuk atas prakarsa
Lufran Pane, seorang mahasiswa tingkat pertama Fakultas Hukum Sekolah Tinggi
Islam (sekarang UII) di Yogyakarta pada 5 Februari 1947.
Pembentukan HMI kala
itu ada dua tujuan: 1. Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan
mempertinggi derajat Rakyat Indonesia. 2 Menegakkan dan mengembangkan ajaran
agama Islam. Point satu itu jelas, yaitu mempertinggi derajat Rakyat Indonesia,
derajat yang bagaimana? Tentunya derajat dengan pendidikan dan intelektual,
bukan sebaliknya.
HMI dilahirkan sebagai bentuk modernisasi Islam, bahwa Islam
bukanlah sekumpulan kaum yang mempertahankan tradisi dan pengetahuan tradisional
(1). Jika boleh ditambahkan, didalam silabus Latihan Kader I tahun 2013, hal. 2
point B par. 5 Pengantar, tertulis: “HMI sebagai organisasi berbasis mahasiswa
yang merupakan kaum intelektual, generasi kritis, dan memiliki profesionalisme
harus mampu menjadi agen pembaharu di tengah masyarakat dan kehidupan bangsa.”
Belum lagi jika mengacu kepada pasal 4 AD HMI. Jelas visi dan misi utama HMI
adalah mencetak kader intelektual, kritis bukan anarkis dan vandalis.
Tak heran
jika yunda dan kanda merasa malu hingga menulis surat untuk para adindanya,
tentulah ini suara yunda dan kanda yang baik, yunda dan kanda yang telah
menjadi tokoh-tokoh nasional, tokoh-tokoh yang juga anti korupsi, karena begitu
banyak tokoh HMI yang baik, sangat baik.
Yang masih mengedapankan visi dan misi
HMI sejatinya. Kembali kepada latar belakang mengapa adinda “HMI” bisa berbuat
vandalis, didahului pernyataan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang: “Mereka
orang-orang cerdas ketika menjadi mahasiswa, kalau HMI minimal LK I. Tapi ketika
menjadi pejabat, mereka korup dan sangat jahat.”.
Mari kita lihat secara nalar.
Pernyataan ini dianggap tendensius, karena spesifik membawa nama HMI, sehingga
menimbulkan kesan bahwa HMI adalah biang korup di negeri ini. Alangkah
“baper”nya anggapan itu, karena yang ditekankan unsur korupsinya adalah “ketika
mereka menjadi pejabat”, bukan HMI-nya.
Mereka menjadi sangat jahat “ketika
mereka menjadi pejabat”. Perhatikan kata-kata itu, serius ini. Coba dipahami
lagi, apakah ada tendensi bahwa peng-kaderan HMI berujung pada koruptor? Bukan.
Sistem pejabatlah yang menjadi bahan kritikan disini.
Mengapa yang di bawa HMI?
Karena HMI adalah organisasi mahasiswa islam intelektual terbaik, tidak ada
yang menyangkal (untuk itu santai saja wahai adinda). HMI sampai saat ini
tetaplah yang terbaik.
Organisasi yang paling banyak melahirkan orang-orang
besar, orang-orang cerdas. Lalu mengapa terjadi korupsi? Bukan HMI-nya, tetapi
sistem pejabat kita yang sudah turun temurun melahirkan sifat kolusi, korupsi
dan nepotisme, ini yang menurut Saut harus ditutup lubangnya.
Orang-orang
secerdas HMI pun bisa menjadi koruptor karena sistem yang porak poranda ini.
Tak bisa dibantah, memang beberapa kader HMI terlibat korupsi, masuk hotel
prodeo. Mari tengok kasus salah satu kader HMI terbaik, Anas Urbaningrum,
mengapa Anas tersangka?
Karena Anas menerima “hadiah” dari berbagai proyek,
salah satunya Hambalang hingga 116,8 Milyar rupiah plus USD 5.26 juta. Apakah
HMI yang salah? Ya jelas tidak, Anas terikat dengan sistem di negeri ini yang
menganggap kasih hadiah em-em-an untuk proyek itu sudah lumrah.
Saut, yang
sejak proses rekruitmen membawa konsep “pencegahan” tentunya ingin konsepnya
itu berjalan, yang dirubah adalah sistem pejabat tadi, sistem bagi-bagi kue,
budaya ini harus dirubah, harus ditutup lubangnya. Korupsi harus di cegah,
bukan hanya di tindak.
Alangkah naif, jika Saut yang berlatar belakang BIN
tidak mengenal HMI, sehingga bisa dinalar bahwa pembawaan nama HMI adalah
bentuk ungkapan “orang cerdas yang pernah LK-1 saja bisa termakan oleh sistem
korup pejabat”.
Ada yang berkomentar, “Jangan naif juga dong, HMI itu kan
link-nya luas, isinya orang-orang yang punya posisi, satu kebagian yang lain
juga mau.”. Ya betul, unsur link adalah unsur utama terjadinya KKN, dan tak dipungkiri
memang orang-orang HMI sangat punya pengaruh di pemerintahan, jadi secara tidak
langsung HMI sering diidentikkan dengan sistem itu.
Tapi lha mbok ya lebih
intelek sedikit kalau komentar, adanya link-link seperti itu karena sistem
pejabat lama yang sudah menempel, dibiarkan, hingga berkarat. Pejabat-pejabat
termasuk anggota dewan terhormat sudah biasa dengan bisikan “eh, nanti kalau
ada proyek, kasih ke aku ya”.
Kalau ini sesama pengusaha sih tak masalah, tapi
kalau pejabat publik? Apalagi menggunakan power-nya, ya kacau. Ini biang
masalahnya. Jadi, adinda-adinda yang tercinta, coba itu raup dulu, bilas wajah
kalian dengan air wudhu dan berpikirlah jernih, kalau perlu menepi di Jalan
Senopati Jogja sambil ngopi dan ngemil cilok untuk meresapi kembali visi dan
misi HMI ketika dibentuk.
Kalau memang pernyataan Saut melukai adinda, lebih
elok jika adinda datangi seorang Saut Situmorang, Saut bukanlah selevel
presiden yang perlu perjanjian berbulan-bulan untuk ketemu atau sekedar makan
siang kok, atau sekalian saja ke ranah hukum tanpa harus ribut-ribut merusak,
itu lebih elegan untuk menghargai intelektual adinda.
Terus terang, mohon maaf,
tingkah adinda kemarin tidaklah lebih intelek dari tingkah supir taksi tempo
hari, tak lebih. Penyataan maaf Saut Situmorang adalah bentuk kebesaran hati
pribadi seorang Saut, bukan kemenangan adinda atau apapun. Toh tindakan
vandalis sudah terekam jelas di kamera manapun, sejarah sudah mencatat, nasi
sudah menjadi bubur. Adinda sehat?
Note: Oya, itu tolong bon makan demo kemarin
dibayar dulu. Ket: (1). Hariqo Wibawa Satria (2011). Lafran Pane Jejak Hayat
dan Pemikirannya. Jakarta: Lingkar. p. 397
Penulis: Ryo Kusumo.Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/ryokusumo/mencermati-aksi-hmi-adinda-sehat_57319ef6549773830872cde0
Mencermati tingkah
polah adinda-adinda HMI kemarin ini kok rasanya belum habis pikir,
organisasi intelektual yang banyak melahirkan tokoh-tokoh berpengaruh di
bangsa ini bisa sebegitu degilnya melakukan aksi vandalis, aksi merusak
yang mirip, nyaris persis dengan aksi supir taksi ketika demo
transportasi online.
Wajar jika penyebutan kata “idiot” disematkan pada tingkah adinda-adinda
kesayangan mbak Niken ini, lha wong mereka tiba-tiba nggeruduk kantor
KPK, coret sana coret sini, bentrok sana bentrok sini yang tentunya
membuat suasana jauh dari cita-cita HMI dahulu. Atau mungkin para adinda
ini cuma asal ikutan masuk organisasi sebagai ajang hu ha hu ha?
Sebagai ajang cari teman akibat efek samping akut terlalu lama
menjomblo? Atau memang yang rusuh kemarin itu bukan adinda HMI,
melainkan sejenis makhluk ghoib yang kenyang dengan nasi bungkus?
Memang apa sih cita-cita HMI dulu? Sekilas saja, HMI dibentuk atas
prakarsa Lufran Pane, seorang mahasiswa tingkat pertama Fakultas Hukum
Sekolah Tinggi Islam (sekarang UII) di Yogyakarta pada 5 Februari 1947.
Pembentukan HMI kala itu ada dua tujuan: 1. Mempertahankan Negara
Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia. 2
Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Point satu itu jelas,
yaitu mempertinggi derajat Rakyat Indonesia, derajat yang bagaimana?
Tentunya derajat dengan pendidikan dan intelektual, bukan sebaliknya.
HMI dilahirkan sebagai bentuk modernisasi Islam, bahwa Islam bukanlah
sekumpulan kaum yang mempertahankan tradisi dan pengetahuan tradisional
(1). Jika boleh ditambahkan, didalam silabus Latihan Kader I tahun 2013,
hal. 2 point B par. 5 Pengantar, tertulis: “HMI sebagai organisasi
berbasis mahasiswa yang merupakan kaum intelektual, generasi kritis, dan
memiliki profesionalisme harus mampu menjadi agen pembaharu di tengah
masyarakat dan kehidupan bangsa.” Belum lagi jika mengacu kepada pasal 4
AD HMI. Jelas visi dan misi utama HMI adalah mencetak kader
intelektual, kritis bukan anarkis dan vandalis.
Tak heran jika yunda dan kanda merasa malu hingga menulis surat untuk
para adindanya, tentulah ini suara yunda dan kanda yang baik, yunda dan
kanda yang telah menjadi tokoh-tokoh nasional, tokoh-tokoh yang juga
anti korupsi, karena begitu banyak tokoh HMI yang baik, sangat baik.
Yang masih mengedapankan visi dan misi HMI sejatinya.
Kembali kepada latar belakang mengapa adinda “HMI” bisa berbuat
vandalis, didahului pernyataan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang: “Mereka
orang-orang cerdas ketika menjadi mahasiswa, kalau HMI minimal LK I.
Tapi ketika menjadi pejabat, mereka korup dan sangat jahat.”. Mari kita
lihat secara nalar.
Pernyataan ini dianggap tendensius, karena spesifik membawa nama HMI,
sehingga menimbulkan kesan bahwa HMI adalah biang korup di negeri ini.
Alangkah “baper”nya anggapan itu, karena yang ditekankan unsur
korupsinya adalah “ketika mereka menjadi pejabat”, bukan HMI-nya. Mereka
menjadi sangat jahat “ketika mereka menjadi pejabat”. Perhatikan
kata-kata itu, serius ini. Coba dipahami lagi, apakah ada tendensi bahwa
peng-kaderan HMI berujung pada koruptor? Bukan. Sistem pejabatlah yang
menjadi bahan kritikan disini.
Mengapa yang di bawa HMI? Karena HMI adalah organisasi mahasiswa islam
intelektual terbaik, tidak ada yang menyangkal (untuk itu santai saja
wahai adinda). HMI sampai saat ini tetaplah yang terbaik. Organisasi
yang paling banyak melahirkan orang-orang besar, orang-orang cerdas.
Lalu mengapa terjadi korupsi? Bukan HMI-nya, tetapi sistem pejabat kita
yang sudah turun temurun melahirkan sifat kolusi, korupsi dan nepotisme,
ini yang menurut Saut harus ditutup lubangnya. Orang-orang secerdas HMI
pun bisa menjadi koruptor karena sistem yang porak poranda ini.
Tak bisa dibantah, memang beberapa kader HMI terlibat korupsi, masuk
hotel prodeo. Mari tengok kasus salah satu kader HMI terbaik, Anas
Urbaningrum, mengapa Anas tersangka? Karena Anas menerima “hadiah” dari
berbagai proyek, salah satunya Hambalang hingga 116,8 Milyar rupiah plus
USD 5.26 juta. Apakah HMI yang salah? Ya jelas tidak, Anas terikat
dengan sistem di negeri ini yang menganggap kasih hadiah em-em-an untuk
proyek itu sudah lumrah.
Saut, yang sejak proses rekruitmen membawa konsep “pencegahan” tentunya
ingin konsepnya itu berjalan, yang dirubah adalah sistem pejabat tadi,
sistem bagi-bagi kue, budaya ini harus dirubah, harus ditutup lubangnya.
Korupsi harus di cegah, bukan hanya di tindak.
Alangkah naif, jika Saut yang berlatar belakang BIN tidak mengenal HMI,
sehingga bisa dinalar bahwa pembawaan nama HMI adalah bentuk ungkapan
“orang cerdas yang pernah LK-1 saja bisa termakan oleh sistem korup
pejabat”.
Ada yang berkomentar, “Jangan naif juga dong, HMI itu kan link-nya luas,
isinya orang-orang yang punya posisi, satu kebagian yang lain juga
mau.”. Ya betul, unsur link adalah unsur utama terjadinya KKN, dan tak
dipungkiri memang orang-orang HMI sangat punya pengaruh di pemerintahan,
jadi secara tidak langsung HMI sering diidentikkan dengan sistem itu.
Tapi lha mbok ya lebih intelek sedikit kalau komentar, adanya link-link
seperti itu karena sistem pejabat lama yang sudah menempel, dibiarkan,
hingga berkarat. Pejabat-pejabat termasuk anggota dewan terhormat sudah
biasa dengan bisikan “eh, nanti kalau ada proyek, kasih ke aku ya”.
Kalau ini sesama pengusaha sih tak masalah, tapi kalau pejabat publik?
Apalagi menggunakan power-nya, ya kacau. Ini biang masalahnya.
Jadi, adinda-adinda yang tercinta, coba itu raup dulu, bilas wajah
kalian dengan air wudhu dan berpikirlah jernih, kalau perlu menepi di
Jalan Senopati Jogja sambil ngopi dan ngemil cilok untuk meresapi
kembali visi dan misi HMI ketika dibentuk. Kalau memang pernyataan Saut
melukai adinda, lebih elok jika adinda datangi seorang Saut Situmorang,
Saut bukanlah selevel presiden yang perlu perjanjian berbulan-bulan
untuk ketemu atau sekedar makan siang kok, atau sekalian saja ke ranah
hukum tanpa harus ribut-ribut merusak, itu lebih elegan untuk menghargai
intelektual adinda.
Terus terang, mohon maaf, tingkah adinda kemarin tidaklah lebih intelek
dari tingkah supir taksi tempo hari, tak lebih. Penyataan maaf Saut
Situmorang adalah bentuk kebesaran hati pribadi seorang Saut, bukan
kemenangan adinda atau apapun.
Toh tindakan vandalis sudah terekam jelas di kamera manapun, sejarah
sudah mencatat, nasi sudah menjadi bubur. Adinda sehat?
Note: Oya, itu tolong bon makan demo kemarin dibayar dulu.
Ket:
(1). Hariqo Wibawa Satria (2011). Lafran Pane Jejak Hayat dan
Pemikirannya. Jakarta: Lingkar. p. 397
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ryokusumo/mencermati-aksi-hmi-adinda-sehat_57319ef6549773830872cde0
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ryokusumo/mencermati-aksi-hmi-adinda-sehat_57319ef6549773830872cde0
0 Comments