BERITASIMALUNGUN.COM-Spanyol berpeluang mencetak sejarah sebagai tim pertama yang mampu hat-trick
merebut Piala Eropa pada pagelaran yang bakal berlangsung di Prancis,
10 Juni hingga 10 Juli 2016. Namun, upaya mengukir catatan emas tersebut
tidak akan mudah dicapai Tim Matador.
Catatan buruk pada ajang Piala Dunia 2014 membayangi tim
asuhan Vicente Del Bosque di Prancis. Saat berlaga di Brasil dua tahun
lalu, Spanyol yang dimotori pemain-pemain bintang Barcelona dan Real
Madrid, tersingkir secara menyakitkan pada babak penyisihan grup.
Publik pun dibuat terkaget-kaget melihat skuat La Furia Roja, yang
berstatus juara bertahan, menjadi makanan empuk Belanda dengan skor 5-1
plus ditambah kekalahan 0-2 dari Cile.
Walaupun Barcelona dan Madrid masih menguasai persaingan elite Eropa
dan dunia, fakta pahit gaya bermain ofensif Spanyol yang mulai terlihat
monoton dan dihafal lawan, ditengarai akan mengganduli perjuangan
Gerrard Pique dkk di ajang Piala Eropa 2016.
Setelah gagal total di Brasil, Del Bosque dituntut melakukan
terobosan taktik. Skema 4-3-3 dengan mengedepankan patron penguasaan
bola dinilai sudah usang jika bertemu dengan berbagai strategi defensif
lawan.
Kini, walau masih diperkuat sejumlah pemain bermental juara, timnas
Spanyol era baru belum menunjukkan kualitas permainan terbaik, yang
membuat mereka jadi tim super yang sulit dikalahkan periode 2008 hingga
2012.
Satu hal yang pasti, nuansa El Real dan Catalan tak lagi terasa
kental dibanding periode-periode sebelumnya. Skuat Tim Matador pada
Kualifikasi Piala Eropa 2016 terlihat lebih berwarna.
Koke (Atletico Madrid), Mikel San Jose (Athletic Bilbao), Cesar
Azpilicueta (Chelsea), Alvaro Morata (Juventus), Paco Alcacer (Valencia)
menyembul di antara nama-nama bintang beken Real Madrid dan Barcelona,
seperti Sergio Busquets, Andres Iniesta, Sergio Ramos, atau Isco.
Pada fase kualifikasi Spanyol pun tampak dominan. Mereka keluar
sebagai juara Grup C. Walau begitu, skuat Spanyol era baru juga masih
menyimpan sejumlah pekerjaan rumah. Kekalahan 1-2 kontra Slowakia
(Kualifikasi Piala Eropa 2016), 0-1 versus Prancis dan 0-2 Belanda
(persahabatan), menunjukkan kalau permainan Andres Iniesta dan
kawan-kawan masih ringkih.
Patut dicatat juga kalau lawan-lawan Spanyol pada kualifikasi Piala
Eropa 2016, yakni Ukraina, Belarusia, Macedonia, atau Slowakia,
sejatinya bukan masuk hitungan tim elite dunia. Oleh karena itu, pada
putaran final nanti, situasinya bakal berbeda.
Anak asuh Vicente Del Bosque bakal menghadapi tantangan berat di
penyisihan Grup D. Mereka diapit tim-tim kuda hitam yang kerap
mengejutkan perhelatan internasional, antara lain Ceska, Turki, serta
Kroasia.
Bintang:
Andres Iniesta
Tak dimungkiri sukses timnas Spanyol menjuarai Piala Eropa 2008 dan
2012, plus Piala Dunia 2010, tidak lepas dari soliditas lini tengah
mereka. Bermain dengan filosofi dominasi penguasaan bola, Tim Matador
memiliki sederet gelandang dengan kemampuan mengolah si kulit bundar di
atas rata-rata.
Duo Barcelona: Andres Iniesta dan Xavi Hernandez punya peran besar
mengatur keseimbangan lini kedua Spanyol. Mereka adalah dirijen
permainan yang punya pengaruh besar buat timnya.
Pada ajang Piala Eropa 2016, Iniesta dipastikan kehilangan duet
sehatinya, Xavi, yang dua tahun lalu sudah memutuskan pensiun dari
timnas. Namun menariknya, penampilan Iniesta pada dua musim terakhir di
Barcelona masih tetap terlihat ciamik, meski tanpa Xavi.
Dia tak kalah bersaing dengan gelandang-gelandang muda atau pendatang
baru di Tim Catalan. Berstatus sebagai kapten, Iniesta pun menjadi
kartu truf pelatih Luis Enrique saat Barcelona memenangi gelar Liga
Champions musim 2014-2015.
Dalam wawancara dengan FIFA pada 10 Februari 2016, pencetak gol
penentu final Piala Dunia 2010 Afrika Selatan itu menyebut, timnas
Spanyol punya ambisi besar menebus kekecewaan kegagalan di Piala Dunia
Brasil 2014.
"Kami menantikan momen kembali menjuarai Piala Eropa. Saya pikir kami
punya skuad kompetitif untuk melakukannya. Seperti segala sesuatu dalam
hidup, tim nasional telah melalui banyak perubahan. Kami sedang
mencari-cari bentuk permainan terbaik, dan mendapat banyak dukungan dari
penggemar," ujar Iniesta.
Andres Iniesta berpeluang mencatat sejarah memenangi hat-trick gelar
Piala Eropa bersama timnas Spanyol. Jika itu diwujudkan, pemain
berjulukan Corazon Loco (Hati Liar) itu bisa menutup karier
internasional dengan catatan indah, seindah kariernya di Barcelona yang
bertabur gelar.
Pelatih:
Vicente Del Bosque
Tenang, sederhana, dan jarang mengumbar komentar kontroversial.
Demikian penggambaran sosok pelatih timnas Spanyol, Vicente Del Bosque.
Di balik gayanya yang serba biasa, pelatih berusia 65 tahun itu
menorehkan tinta emas gelar Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012 buat
Tim Matador.
Karena kepribadiannya yang cenderung anteng, ia kerap kali luput dari
perhatian pemberitaan media. Media-media lebih senang membicarakan
figur Jose Mourinho, Pep Guardiola, atau Louis van Gaal, yang seringkali
menciptakan kontroversi, dibanding Del Bosque yang kehidupannya di
dalam serta luar lapangan terlalu biasa saja.
Faktanya selain
sukses bersama timnas Spanyol, De Bosque juga berjaya bersama klub
raksasa Real Madrid. Nakhoda kelahiran Salamanca, 23 Desember 1950 itu,
dua kali mengangkat trofi Liga Champions (2001 dan 2002) saat memimpin
El Real.
Ironisnya yang bersangkutan justru didepak Presiden Real Madrid,
Florentino Perez, usai memenangi La Liga Spanyol musim 2002-2003. Alasan
yang dipakai Perez, Madrid membutuhkan figur "seseorang dengan lebih
menekankan pada taktik, strategi, dan persiapan fisik".
Sejujurnya, hal-hal tersebut dimiliki Del Bosque. Hanya kepribadian
sang mentor tidak cukup laku dijual ke publik. Los Galaticos butuh
orang-orang top yang juga ikut membantu marketing klub.
Keputusan El Real mendepak Del Bos pun bisa dibilang keliru. Maklum,
Madrid harus menunggu hingga 2014 untuk bisa memenangi lagi gelar Liga
Champions berikutnya. Pada periode 10 tahun terakhir El Real berada di
bawah bayang-bayang musuh bebuyutannya, Barcelona.
Saat sukses bersama timnas Spanyol menjuarai Piala Dunia 2010,
pencapaian Del Bosque dianggap biasa-biasa saja. Ia dianggap tak
melakukan inovasi apa-apa, karena ia menangani pemain-pemain generasi
emas dengan mentalitas sebagai pemenang pasca juara Piala Eropa 2008.
Kualitasnya mulai diakui setelah mengulangi pencapaian pendahulunya, Luis Aragones dengan memenangi Piala Eropa 2012.
Seperti halnya Aragones, Del Bosque dinilai sukses menyatukan dua
kekuatan besar sepak bola Spanyol: Real Madrid dengan Barcelona.
Pemain-pemain terbaik dari kedua klub kompak bahu membahu saat
membela timnas Spanyol. Hal yang sebelumnya dinilai mustahil melihat
rivalitas memanas menahun antara kedua tim.
Di tangan pria yang memulai karier kepelatihan di Real Madrid
Castilla pada 1985 tersebut, Spanyol jadi tim yang enak ditonton. Walau
dibesarkan Real Madrid, sang mentor mau mengadopsi permainan tiki taka
ala Barcelona yang mengedepankan penguasaan bola.
Ia pun mengaku tidak sama sekali berniat mengubah gaya main tim
asuhannya saat berlaga di ajang Piala Eropa 2016 nanti. Padahal, banyak
orang beranggapan gaya bermain Spanyol sudah dihafal lawan. Terpuruknya
Spanyol pada gelaran Piala Dunia 2014 jadi penegas.
"Gaya bermain kami akan tetap sama, tidak peduli seperti apa formasi
yang kami terapkan. Itulah yang akan terus coba kami lakukan, yakni
memiliki gaya bermain sendiri," ujar Del Bosque.
Timnas Spanyol kini sedang memasuki masa regenerasi. Bintang-bintang
andalan Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2008 sudah memasuki usia uzur
atau bahkan gantung sepatu. Del Bosque pun akan memiliki pekerjaan berat
memaksimalkan pemain-pemain belia yang belum punya catatan sukses
layaknya senior mereka.
Legenda:
Emilio Butragueno
Emilio Butragueno Santos menjadi salah satu pemain paling berpengaruh
di timnas Spanyol periode 1980 hingga awal 1990-an. Striker loyalis
Real Madrid tersebut jadi mesin gol utama Tim Matador.
Sepanjang membela timnas Spanyol 1984-1992, Emilio menyumbang 26 gol
dari total 69 pertandingan. Publik sepak bola dunia dibuat terkesima
saat pemain yang dijuluki Si Burung Camar mencetak empat gol saat
Spanyol mengalahkan Denmark pada 16 besar Piala Dunia Meksiko 1986.
Butragueno juga menjadi bagian dari tim La Furia Roja saat menjadi
runner-up Piala Eropa 1984. Namun, kala itu, Emilio muda sama sekali
tidak mendapat kesempatan menjajal gelanggang.
Bakat Emilio ditemukan legenda sepak bola Spanyol, Alfredo Di Stefano
pada 1984. Striker kelahiran Madrid, 22 Juli 1963 itu menjalani debut
di tim senior Real Madrid pada 5 Februari 1984 kala El Real menjajal
Cadiz CF di La Liga. Ia langsung menyumbang dua gol dalam laga yang
berkesudahan 3-2 tersebut.
Pada tahun yang sama, Emilio menciptakan sensasi dengan mencetak hat-trick
ke gawang Anderlecht Belgia pada putaran ketiga Piala UEFA. Saat itu
Real Madrid menang 6-1, setelah sebelumnya kalah 0-3 di Brussel. Real
Madrid pada akhirnya jadi kampiun turnamen musim 1985.
Emilio juga memberikan kontribusi signifikan kala Madrid mengulangi
prestasi serupa pada 1986. Berduet dengan penyerang asal Meksiko, Hugo
Sánchez, Emilio menjadi duet menakutkan dalam persaingan elite Eropa
kala itu.
Selama 12 tahun berkarier di Real Madrid, Emilio selalu menjadi
pilihan utama. Publik Bernabeu selalu mengelu-elukan namanya. Tampil
dalam 341 laga, ia mencetak 123 gol buat Madrid. Sepanjang kariernya ia
menyumbang enam trofi La Liga dan dua gelar Piala Spanyol. Pesepak bola
berpostur 170 cm/68 kg ini mengoleksi satu gelar Top Scorer (Pichichi)
La Liga pada musim 1990-1991.
Sayang, kisah suksesnya di Real Madrid tidak menular ke timnas
Spanyol. Emilio tak menyumbang satu gelar juara pun buat timnas
negaranya. Walau begitu, ia tetap jadi sosok yang disegani sebagai
striker legendaris.
Sumber: Bola.com
0 Comments