BERITASIMALUNGUN.COM-Ada cerita menarik di balik kesuksesan tim nasional Albania mencatatkan sejarah untuk kali pertama tampil pada putaran final Piala Eropa 2016
Prancis. Di tengah berbagai hiruk pikuk politik, negara tersebut
merupakan salah satu “penyumbang” pesepak bola berbakat di Eropa.
Sepak bola memang bukanlah barang baru bagi Albania. Pada 1946,
Albania meraih gelar internasional non-resmi pertama saat menjuarai
Piala Balkan, mengungguli Yugoslavia, Rumania, dan Bulgaria.
“Keberhasilan ini (lolos ke putaran final Piala Eropa 2016)
bersejarah. Kami tidak memiliki tim penuh bintang, tetapi para pemain
memiliki hati dan semangat kebersamaan,” ujar Presiden Federasi Sepak
Bola Albania (FSHF), Armand Duka.
Semangat kebersamaan masyarakat Albania sejatinya sudah terjalin
sejak lama. Apalagi, di saat negara tersebut berjuang untuk bangkit dari
keterpurukan setelah puluhan tahun terlibat konflik dan perperangan,
termasuk saat ingin memisahkan diri dari Yugoslavia hingga abad ke-21.
Kala perang berkecamuk, banyak warga Albania yang memutuskan hijrah dari wilayahnya. Nicholas van Hear, dalam karyanya New Diasporas
(1998) mencatat, lebih dari delapan juta warga Albania berdiaspora pada
awal 1990-an. Dari persebaran itulah, bakat-bakat alami sepak bola
Albania muncul di beberapa negara.
Sebut saja bintang muda Manchester United, Adnan Januzaj, yang kini
berstatus warga negara Belgia. Demikian halnya dengan gelandang Stoke
City, Xherdan Shaqiri, yang memutuskan membela tim nasional Swiss.
Menurut Borozani.com (edisi 5 Maret 2014), sebelum pagelaran
Piala Dunia 2014, tercatat 54 pemain kelahiran Albania dipanggil tujuh
tim nasional berbeda. Timnas Kosovo memasukkan 22 pemain, Swiss (5
pemain), Makedonia (4 pemain), Finlandia (2 pemain), Jerman (1 pemain),
dan Montenegro (1 pemain).
Satu tahun berselang, catatan tersebut menjadi bukti penting ketika
Albania mengukir sejarah lolos ke putaran Piala Eropa 2016. Kesuksesan
itu pun semakin spesial, karena pada babak Kualifikasi Grup I, Albania
berhasil mengalahkan Serbia, yang dulu bernama Yugoslavia.
“Keberhasilan ini terasa spesial. Ketika Anda mengenakan seragam ini,
semua masyarakat akan memberikan dukungan luar biasa. Ini adalah momen
terindah dalam karier saya,” ujar bintang Albania, Lorik Cane.
Kini, ujian sesungguhnya menanti Lorik Cane dan kawan-kawan di
Prancis. Albania tergabung di Grup A bersama tuan rumah Prancis, serta
Swiss, dan Rumania. Pada pertandingan perdana, mereka akan menghadapi
Swiss, di Stade Bollaert-Delelis, Lens, 11 Juni mendatang.
Bintang:
Lorik Cana
Lorik Cana berposisi sebagai bek tengah. Meski demikian, dia juga mampu
bermain di posisi gelandang bertahan dan gelandang tengah. Pemain
berusia 32 tahun itu amat lugas dalam melakukan tekel dan lihai dalam
melakukan duel udara.
Cana memulai karier sepakbola dengan bergabung bersama tim amatir
Dardania Lausanne pada tahun 1997. Penampilan cemerlangnya membuat Paris
Saint-Germain (PSG) tertarik untuk meminang pemain kelahiran Kosovo
tersebut.
Selama tiga tahun, Cana berhasil membawa PSG menjadi juara Piala
Prancis. Dia bermain sebanyak 32 kali dan mencetak satu gol. Dia
kemudian hijrah ke Marseille pada musim 2005-06, sebelum bergabung
bersama Sunderland, pada musim panas 2009.
Nama Cana mencuat ketika bergabung dengan Lazio pada 2011. Empat
musim tampil di Stadion Olimpico, pemain bernama lengkap Lorik Agim Cana
tersebut mencetak empat gol dan dua assist dalam 111 penampilan.
Pada 31 Agustus 2015, dia kembali ke Ligue 1 untuk bergabung dengan
Nantes. Kini, Cana mengemban tugas berat memimpin rekan-rekannya
berjuang meniti sejarah emas di ajang Piala Eropa 2016.
Pelatih:
Gianni De Biasi
Gianni De Biasi adalah sosok paling berjasa mengantarkan tim nasional Albania ke putaran final Piala Eropa.
Bukan hanya kemampuan melatih, melainkan niat tulus dari pelatih
berusia 59 tahun itu untuk mencari bakat-bakat Albania ke berbagai
belahan dunia pun berbuah manis.
Menurut Reuters, De Biasi bersama assistennya, Paulo Tramezzani,
mengunjungi beberapa negara, hingga ke Tiongkok dan Australia, demi
menyaksikan 148 pemain kelahiran Albania.
“Kami memiliki peluang yang tidak dimiliki orang lain. Kami akhirnya
dapat, untuk pertama kali, memutuskan nasib kami sendiri dengan memilih
pemain-pemain Albania di mana pun dan meyakinkan mereka untuk
bergabung,” ungkap De Biassi.
De Biassi ditunjuk sebagai pelatih Albania pada 11 September 2011,
menggantikan posisi Josip Kuze. Selain dikenal memiliki kemampuan
melatih dengan baik lantaran kenyang dengan berbagai pengalaman di
Italia, De Biassi juga merupakan pelatih yang disegani para pemain
Albania.
Hal tersebut terbukti ketika De Biassi mampu membujuk Mergim Mavraj
dan Edgar Cani untuk bergabung dengan timnas Albania. Padahal, kedua
pemain itu sebelumnya selalu menolak panggilan membela negara mereka
dalam setiap kejuaraan sepak bola internasional.
Tanda-tanda racikan hebat De Biassi mulai terlihat ketika Lorik Cani
dan kawan-kawan, untuk kali pertama, mengalahkan Prancis, pada
pertandingan uji coba, 13 Juni 2015. Sebulan kemudian, Albania kembali
mencatatkan sejarah setelah duduk di peringkat ke-35 ranking FIFA.
Legenda:
Panajot Pano
Panajot Pano adalah salah satu striker tersubur di Albania. Meski
mengawali karier sebagai kiper di akademi SK Tirana, pemain berbadan
tinggi besar itu bertransformasi menjadi andalan skuat
Shqiponjat—julukan tim nasional Albania.
Pada 1957, Pano berkiprah bersama skuat senior SK Tirana dalam usia
18 tahun. Gol pertama dalam kariernya dicetak pada 4 Mei 1958, saat
melakoni derbi Tirana melawan Dinamo Tirana.
Empat tahun bersama SK Tirana, Pano kemudian memutuskan hijrah ke
Partizani Tirana pada 1960. Di klub itulah, pemain kelahiran 7 Maret
1939 tersebut meraih sukses. 15 tahun berkarier, Pano mencetak 136 gol
dari total 210 laga.
Selain itu, dia juga mempersembahkan empat gelar trofi Liga Albania
untuk Partizani Tirana, dan lima gelar Piala Albania. Penampilan
gemilang itu membuat nama Pano akhirnya dipanggil timnas Albania untuk
melakoni turnamen internasional non-resmi Piala Balkan pada 1946.
Selama 10 tahun, dia mencetak empat gol dari 28 laga bersama timnas
Albania. Ketajaman Pano di depan gawang pun sempat mendapat apresiasi
dari bebeberapa pemain legenda dunia. Libero legendaris Jerman, Franz
Beckenbauer, misalnya, yang mengaku memiliki kenangan tersendiri
terhadap Pano.
“Jika Pajanot Pano tidak mengingat saya, saya selalu ingat kepadanya,” kenang Beckenbauer.
Pada November 2003, Pano meraih penghargaan sebagai Pemain Emas dari
FSHS. Enam tahun berselang, Presiden Albania saat itu, Bamir Topi, pun
memberikan Honour of the Nation kepada Pano. Itu adalah kali pertama
seorang pesepak bola meraih penghargaan tersebut.
Sumber: Bola.com
0 Comments