Kondisi KJA di Bandar Saribu Rappa, Kelurahan Haranggaol, setelah dilakukan penataan, Senin (20/6/2016). Foto Yoga Girsang/Metro Siantar |
BeritaSimalungun.com, Haranggaol-Pasca matinya 1.800-an ton ikan dari Keramba Jaring Apung (KJA) di
Bandar Saribu Rappa, Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan,
masyarakat petani mulai melakukan penataan keramba. Mereka berharap
pemerintah menetapkan daerah itu menjadi kawasan perikanan.
Adapun penataan yang dilakukan petani di antaranya, lokasi KJA yang
dulunya dekat dari pantai, kini dibuat jarak antara 120 meter hingga 200
meter dari bibir pantai. Jarak antar kolam pun diperlebar menjadi 20
meter.
Sementara panjang per jalur KJA kurang lebih 100 hingga 150 kolam
(sesuai dengan lokasi). Begitu juga dengan kapasitas ikan per kolam,
dengan ukuran 5 x 5 meter dulu bisa diisi ikan mencapai 15.000 ekor.
Namun saat ini, para petani hanya mengisinya dengan 5.000 hingga 7.000
ekor saja per kolam.
“Seperti pernyataan Pak Zonny Waldi, dimana ikan mati akibat
kekurangan kadar oksigen. Hal itu terjadi akibat jumlah ikan di KJA
overkapasitas. Oleh karena itu, kita sudah mulai melakukan penataan,”
kata Sekretaris Forum Peduli Haranggaol Jaya, Rikson Saragih, Senin (20/6/2016).
Rikson menjelaskan, sesuai rekomendasi Kadis Perikanan dan Kelautan
Sumatera Utara Zonny Waldi saat itu, dinyatakan agar masyarakat petani
KJA Haranggaol melaksanakan pengurangan populasi ikan, membentuk
koperasi petani setiap zona (saat ini tengah dalam proses penggodokan)
dan penataan.
“KJA di zona Bandar Saribu Rappa sudah kita lakukan penataan. Saat
ini, proses penataan untuk seluruh KJA di Haranggaol tengah berjalan,”
urainya.
Lanjut Rikson, petani KJA Haranggaol yang terbagi 5 zona, yaitu zona
Tangga Batu, Tapian, Tanah Lapang, Gudang dan Bandar Saribu Rappa,
melakukan penataan keramba dengan swadaya masyarakat.
“Dari hasil rapat seluruh petani KJA dihasilkan kesepakatan, di dalam
penataannya dikenakan biaya sebesar Rp30.000 per KJA,” jelasnya.
Rikson juga menegaskan bahwa tidak ada penambahan KJA. Yang ada hanya penambahan bibit skala kecil berkisar 40 persen.
“Itu pun hanya berkisar 40 persen dari jumlah sebelumnya. Saat ini
petani KJA tengah merugi akibat ikan mati mendadak,” terangnya sembari
memaparkan, total KJA yang terdata di perairan Danau Toba, Haranggaol,
berjumlah 6.312 kolam.
“Di Zona Tangga Batu ada 1.101 kolam, Tapian 486 kolam, Tanah Lapang
541 Kolam, Gudang 476 kolam dan Bandar Saribu Rappa 3.708 kolam.
Totalnya 6.312 unit KJA” papar Rikson.
“Harapan kita, semoga pemerintah menetapkan Haranggaol sebagai zona
perikanan sesuai dengan Perpres No 81 Tahun 2014 tentang Rencana tata
Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya. Dimana di situ tertuang zona
perikanan Simalungun, yaitu Haranggaol dan Dolok Pardamean,” pinta
Rikson.
Siklus Massal Plankton
Sebelumnya kematian ratusan ton ikan dalam keramba jaring apun di
Danau Toba bulan lalu, disebutkan karena siklus massal plankton.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Sumatera Utara
(Sumut), Zonny Waldi mengatakan, hasil penelitian itu sekaligus
membantah dugaan sementara bahwa ikan-ikan itu mati akibat tingginya
kadar belerang di perairan menyusul letusan Gunung Sinabung.
“Hasil
kajian sampel air yang dilakukan peneliti dari Jakarta, penyebab
kematian ikan karena matinya plankton secara massal. Jadi bukan karena
kadar belerang seperti diduga sebelumnya,” ujar Zonny.
Sebelum kematian ikan, air di kawasan kerambah (KJA) masih berwarna
hijau. Namun beberapa saat sebelum kematian ikan, ada gelembung udara
keluar dari dalam air.
Hal itu akibat adanya kematian plankton secara massal atau terjadi
pembusukan. Di mana proses itu memerlukan oksigen dalam jumlah besar.
“Dekomposisi plankton atau pembusukan plankton memerlukan oksigen
yang banyak, sehinga kadar oksigen dalam air berkurang,” katanya.
Apa penyebab kematian plankton skala massal? Zonny menjelaskan, dalam
jangka waktu tertentu, ada siklus pembusukan yang terjadi pada
plankton.
Di mana secara berkala, binatang mikro itu akan mati. Secara
bersamaan, ada arus bawah air yang mengarah ke kawasan KJA tersebut.
“Bisa saja plankton terbawa arus,” katanya.
Tentang KJA di Danau Toba, Zonny mengungkapkan rencana menggelar
pertemuan pekan depan dengan pemerintah kabupaten se-kawasan Danau Toba.
Tujuannya, agar masyarakat tidak berlebihan memberi pakan ikan.
Desember, Harus Bersih
Sebelumnya Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumberdaya Rizal Ramli
menegaskan bahwa perairan Danau Toba di Sumatera Utara, harus bersih
dari keramba ikan sebelum kunjungan Presiden Joko Widodo ke kawasan
wisata unggulan Indonesia itu pada Desember 2016.
“Saat ini banyak keramba ikan di Danau Toba, baik milik perusahaan
maupun milik rakyat. Setiap hari ratusan ton pakan ikan yang tidak
termakan mengotori dan membuat air Danau Toba menjadi bau,” katanya
beberapa waktu lalu.
Bagi masyarakat nelayan setempat, katanya, akan dikembangkan
teknologi budidaya dan penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan tidak
mengotori danau.
Pembersihan Danau Toba dari keramba ikan merupakan yang pertama dari
sembilan langkah dalam mewujudkan Badan Otorita Danau Toba, sebagai
upaya pengembangan pariwisata Danau Toba secara menyeluruh menjadi salah
satu destinasi wisata andalan Indonesia di masa depan.
Beberapa langkah lain di antaranya perbaikan dan pembangunan infrastruktur jalan dan bandar udara.
Dikatakan, keindahan panorama Danau Toba “dikotori” oleh banyaknya
keramba ikan, dan yang lebih parah lagi sisa pakan ikan yang mengotori
danau membuat wisatawan tak berkenan untuk berenang di danau.
Ironis, katanya, di satu sisi wisatawan ingin menikmati keindahan dan
keheningan danau hasil letusan gunung super vulkanik sekitar 70.000
tahun lalu itu, tapi di sisi lain air yang kotor dan bau membuat
wisatawan enggan merasakan kesejukan air danau.
“Keramba ikan harus bersih sebelum Desember tahun ini,” tegas Rizal. (Prayoga Girsang)
Sumber: MetroSiantar.com
0 Comments