Berjaga-jaga - Personel Polres Siantar berjaga-jaga di depan rumah milik Simpang Sembiring untuk menghindari amukan massa, Senin (5/9/2016. Sebelumnya rumah sempat dilempari dan nyaris dibakar akibat isu begu ganjang.Ist |
BeritaSimalungun.com, Siantar-Suasana Jalan Farel Pasaribu atau Jalan Lapangan Bola Bawah,
Kelurahan Pardamean, Siantar Marihat, Minggu (4/9) malam, gaduh. Ratusan
massa mendatangi kediaman Simpang Sembiring (55) dan melemparinya
menggunakan batu. Bahkan, rumah itu nyaris dibakar.
Persoalan dipicu adanya isu begu ganjang (hantu panjang, sejenis
makhluk halus yang dipercaya dipelihara, red) yang merebak di sana.
Apalagi saat itu seorang warga tiba-tiba kesurupan roh halus dan
menunjuk kediaman Simpang Sembiring yang disebut-sebut memelihara begu
ganjang.
Informasi diperoleh dari lokasi kejadian, warga yang sempat kesurupan
itu bernama St Antonius Peringatten Tarigan (52). Menurut warga
sekitar, malam itu Peringatten tiba-tiba tak sadarkan diri dan histeris.
“Setelah kesurupan itu, Pak Tarigan yang kondisinya tak sadar,
mendatangi rumah Simpang Sembiring. Waktu itu jam 21.00 WIB saat hujan
turun. Kemudian warga yang mengetahui kejadian, meminta agar Pak Tarigan
didampingi supaya bisa masuk ke rumah S Sembiring,” kata seorang warga
bermarga Ginting.
Nah, setelah itu warga lain ikut berdatangan dan ingin mengetahui
kejadian. Apalagi langsung dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa selama
beberapa tahun belakangan. Seperti adanya warga yang meninggal tiba-tiba
yang diduga akibat begu ganjang tersebut.
Sementara St Antonius Peringatten Tarigan yang ditemui di kediamannya
menceritakan, awalnya pada Minggu (4/9) sekira pukul 20.00 WIB, ia dan
anaknya Jonri Novel Tarigan (13) berjalan kaki dari rumah menuju
kediaman orangtuanya di Jalan Mangga. Maksudnya saat itu, Peringatten
hendak meminta minyak urut.
Namun di tengah jalan, persisnya di depan rumah Simpang Sembiring
yang berada di seberang jalan depan warung tuak, tiba-tiba ia merasakan
hal yang aneh. Tiba-tiba saja angin kencang menghampirinya dan membuat
pikirannya kosong. Setelah itu, ia pun tak sadarkan diri.
“Sewaktu berjalan itu, tiba-tiba bapak oyong. Begitu sampai ke rumah
oppung di Jalan Mangga, tiba-tiba bapak menjerit-jerit. Pak-pak, obati
aku pak. Obati ma au pak… Lalu bapak pingsan,” kata Jonri melanjutkan
cerita bapaknya sekaligus mengutarakan apa yang dilihatnya malam itu.
Selanjutnya saat tak sadarkan diri itu, Peringatten meminta di bawa
ke sebuah rumah sambil menunjuk-bunjuk. Warga pun membawa dan menuruti
permintaannya. Ternyata, ia meminta diantar ke rumah Simpang Sembiring.
”Aku mau pulang ke rumahku, itu rumah ku!” lanjut Jonri menirukan
ungkapan bapaknya yang terus menerus menunjuk rumah Simpang Sembiring.
Selanjutnya Peringatten dalam kesurupannya kemudian menyebut-nyebut
nama Simpang Sembiring. Karena penasaran, warga menanyai Peringatten
yang sedang kesurupan dan meminta roh halus yang merasukinya
mengungkapkan jati diri.
Selanjutnya, dalam kondisi tak sadar, Peringatten mengatakan bahwa ia
adalah orangtua dari Simpang Sembiring. “Rumahku di sini. Rumahku
terohbulo. Aku bapaknya Simpang Sembiring. Aku Mamaknya Simpang
Simbiring.”
Selanjutnya warga terus menanyai Peringatten yang kesurupan. “Aku
lapar, sudah lama aku tidak dikasih makan. Makananku ayam putih dan itak
gurgur,” kata Peringatten saat itu sembari tengkurap lalu menjulurkan
lidahnya seperti ular, kemudian masuk menuju rumah Simpang Sembiring.
B br Sembiring (46), istri dari Peringatten menambahkan, saat
suaminya kesurupan, warga sempat memanggil Simpang Sembiring. Lalu
bersama-sama mereka membawa Peringatten ke rumah orangtuanya di Jalan
Mangga.
Di rumah tersebut, warga mendesak Simpang Sembiring mengobati
Paringatten. Namun saat itu Simpang menolak dan mengaku tidak tahu
menahu dengan apa yang telah terjadi.
Selanjutnya dengan dipapah, bersama warga dari Jalan Mangga diikuti
Simpang Sembiring dari belakang, Peringatten mendatangi rumah Simpang
Sembiring.
Sampai di depan rumah Simpang, disaksikan banyak warga, Peringatten
menunjuk-nunjuk rumah Simpang lalu berkata: aku mau pulang ke rumahku,
itu rumahku.
“Aku lapar, sudah lama aku tidak dikasih makan. Ayam putih dan itak
gurgur makananku,” tambah br Sembiring seraya mengatakan bahwa suaminya
yang sedang kesurupan kemudian tidur tengkurap di tanah, lalu
menjulurkan lidahnya seperti ular dan masuk menuju rumah Simpang
Sembiring.
Di melanjutkan, saat itu warga sudah mulai terlihat emosi dan anarkis.
“Suami saya kesurupan pada Minggu (4/9) malam pukul 20.00 WIB. Ia
sembuh pada Senin (6/9) pagi sekira pukul 04.00 WIB. Itupun setelah
diobati pendeta dari Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Jalan Nias,
yakni Pendeta M Ginting. Saat itu pendeta menggelar kebaktian di rumah,”
ujarnya.
Ia menjelaskan, antara keluarganya dan Simpang Sembiring masih satu gereja di GBKP.(Msc)
0 Comments