Harapan Itu Menjadi Sirna, Kebakaran Rumah Sy H Sinaga Majelis GKPS Pam Sipolha, Selasa 1 Nopember 2016. IST |
Keluarga Sy H Sinaga, Majelis GKPS Pam Sipolha.IST |
Keluarga Sy H Sinaga, Majelis GKPS Pam Sipolha.IST |
BeritaSimalungun.com, Sipolha-Hari Selasa 1 Nopember 2016 mungkin akan menjadi hari
yang tidak akan terlupakan bagi keluarga Sy H Sinaga, Majelis GKPS Pam Sipolha.
Hari yang penuh air mata dan pilu. Optimisme telah berubah menjadi pesimis.
Matahari pagi yang cerah tiba-tiba menjadi gelap karena
awan. Betapa tidak pilu, ketika rumah tempat dimana cinta dan kasih sayang
disemai dalam ikatan keluarga sekejap hilang. Hilang dalam lalapan sijago
merah, tanpa ampun.
Kejadiannya tadi pagi, sekitar jam sepuluh pagi. Sekonyong-koyong
ada asap hitam yang membubung tinggi dari kejauhan. Sontak membuat orang yang
di ladang berlari menuju arah asap hitam tersebut.
Saat itu perkampungan Dolog Maraja Sipolha sudah mulai
sepi. Masyarakatnya sudah pergi ke ladang. Ternyata asap hitam tersebut berasal
dari salah satu rumah penduduknya. Mengetahuinya masyarakat yang tiba di tempat
saling bahu membahu memadamkan api.
Tapi apa daya, lalapan si jago merah tidak terkendali. Apalagi
rumah tersebut terbuat dari papan. Hanya satu karung padi yang bisa
diselamatkan. Semuanya hangus tidak bersisa. Masyarakat hanya mampu menjaga
rumah di kiri kanan agar tidak ikut merambat terbakar.
Si pemilik rumah waktu kejadian tidak ditempat. Suami di
ladang, semantara istri di Sait Buttu, mau mengambil bantuan pemerintah untuk
anaknya yang sedang duduk di bangku SD. Mengetahui rumah mereka sudah rata
dengan tanah, sontak saja air mata tidak dapat lagi ditahan.
Suara tangis bersahut-sahutan di tempat tersebut. Bunyi
derak api dari kayu yang terbakar tidak mau peduli akan tangisan tersebut. Si
jago merah tidak berbelas kasihan pada suara tangisan yang meraung-raung.
Saya yang diberitahu majelis tentang kejadian tersebut,
ketika sampai di tempat, situasi sudah agak aman terkendali. Tidak ada lagi api
yang menyala. Hanya sedikit asap dari kayu yang masih menyala.
Masyarakat terlihat bergotong royong membangun sebuah
pondok sementara bagi keluarga tersebut. Atap dan dindingnya dari seng,
ditambah tenda. Rasa solidaritas masyarakat benar-benar terlihat saat itu.
(Defri Judika Purba)
0 Comments