BeritaSimalungun.com, Medan-Akhirnya, sah sudah Hefriansyah
Noor menjadi Wakil Walikota Pematangsiantar. Itu ditandai dengan pelantikannya
Rabu sore (22/2/2017) oleh Gubernur Sumatera Utara T Eri Nuriadi atas nama
Mendagri, di Lantai II Kantor Gubenur Sumatera Utara di Jalan Diponegoro Medan.
Hadir seribuan undangan mau pun yang tak diundang. Semua
menunjukkan wajah-wajah ceria. Cerah, dan hujan pun mengguyur saat detik-detik
pelantikan dilakukan.
“Semua yang hadir disini adalah orang-orang yang berjasa
atau merasa berjasa atas kemenangan pasangan Hulman Sitorus - Hefriansyah Noor
dalam pilkada barusan”, kata Ulamatuah Saragih, diaminkan Batara Manurung yang
saya ajak berbincang di sela-sela acara pelantikan.
“Semua yang hadir disini sekarang, adalah orang-orang yang
berharap pada Hefriansyah Noor. Tapi menyusul hanya hitung bulan kedepan,
kebanyakan mereka akan kecewa bahkan ada yang menyesal”, kata saya.
Ulamatuah
Saragih dan Batara Manurung terlihat mengangguk. Meski pun tak jelas dan tak
pasti apakah anggukan keduanya menunjukkan mereka setuju dengan ucapan saya.
Soalnya, mengangguk belum tentu membenarkan atau setuju. Boleh jadi karena urat
lehernya terasa sakit. Keseleo atau salah tidur misalnya.
Yang tak kalah menarik, pada pelantikan ini tampak banyak
hadir komunitas masyarakat Melayu. Dalam sebuah acara sebelumnya di Gedung Bank
Sumut, T Eri Nuraidi di celah pidato sambutannya mengatakan, hari ini ada
peristiwa besar terjadi di Sumatera Utara. Seorang tokok muda Melayu akan
dilantik sebagai Wakil Walikota Pematangsiantar.
“Dia itu kan anak main dan kadernya Ali Umry”, kata OK
Rahmadhani, seorang di antara undangan yang datang dari Batubara.
Beberapa komunitas masyarakat Melayu yang saya kuping
saling ngobrol. Secara umum mereka sangat bangga Hefriansyah menjadi Wakil
Walikota Pematangsiantar.
Makanya, banyak hadir warga Melayu pada acara
pelantikan itu. Ada yang datang dari Serdang Bedagai, Deli Serdang, Batubara,
Asahan bahkan dari Labuhanbatu, Langkat dan Kota Medan sendiri. Bahkan
keturunan Sultan atau OK banyak yang hadir tutur mereka. Sayangnya, saya tidak
hafal nama-nama mereka.
Kalau dari Siantar, agaknya yang hadir berasal dari etnis
apa saja. AdaSimalungun, Karo, Pakpak, Nias, Toba, Samosir, Humbang dan
Silindung. Juga Mandailing, Angkola mau pun Sipirok, Minangkabau, Jawa, atau
keturunan Pakistan.
Tidak ada saya lihat seorang pun Cina. Dari komposisi
kehadiran itu agaknya merupakan gambaran dukungan massyarakat Kota
Pematangsiantar terhadap Hefriansyah.
Ada juga terlihat mereka yang berasal dari kalangan
pengusaha, politisi, birokrat dan entah apa lagi. Khususnya, para birokrat
Pemko Pematangsiantar terlihat datang bergerombol atau berkelompok.
Yang saya
lihat ada Kelompok Baren Alijoyo Purba bersama Pariaman Silaen dan beberapa
lainnya. Ada juga Kelompok Rumondang Sinaga, dan kelompok-kelompok lainnya.
Saya tidak melihat Reinward Simanjuntak, Leo Simanjuntak apalagi Kartini
Batubara.
Saya tidak sempat melihat-lihat bunga papan yang dipasang
di pekarangan Kantor Gubernur Sumatera Utara secara keseluruhan. Cuma beberapa
saja yang ‘terlanjur’ saya lihat bunga papan yang berasal dari Gandi Tambunan,
juga Dr Ronald Saragih.
Gandi Tambunan adalah mantan Sekda Tapanuli Utara dan
mantan Kepala Dinas Perumahan Sumatera Utara yang sekaligus menjadi pengusaha.
Hefriansyah kabarnya berkantor di gedung yang sama dengan Gandi Tambunan di
Jalan Multatuli.
Saya juga tidak melihat Abanganda Syahrial Ams, yang setahu
saya kerabat Hefriansyah Noor. Dulu, saya, Gandi Tambunan, Syahrial Ams dan
Amri Tambunan tinggal dan menetap di kawasan Jalan Multauli dan Haji Miscbah,
dekat Polonia sana.
Tapi antara saya dan Syahrial Ams serta almarhum Amri
Tambunan yang mantan Sekdakot Medan dan mantan Bupati Deli Serdang itu terpaut
usia belasan tahun.
Waktu zaman ganyang-ganyang PKI, Abanganda Syahrial Ams dan
Gandi Tambunan serta Amri Tambunan, sudah menjadi pionir, sedang saya masih
ngekor-ngekor. Anak bawang, istilah Medan-nya.
Kembali pada pelantikan Hefriansyah, seribuan orang
berjejal berbaris bagai ikan rebus dalam keranjang menjabat telapak tangannya
sebegitu acara pelantikan usai.
Saya tidak latah ikut-ikutan menyalaminya,
sakin berjejal dan padatnya antrian itu. Dari dulu saya nggak berbakat
menyalami orang yang dilantik untuk menduduki jabatan tertentu. Apalagi, kalau
seseorang yang dilantik itu tidak saya kenal secara dekat.
Saya memang hampir tidak mengenal Hefriansyah secara fisik
sebelum dia terpilih menjadi Wakil Walikota Pematangsiantar. Waktu proses
pilkada Pematangsiantar sedang berlangsung, saya paling-paling kenal namanya
saja. Namanya pun, Calon Wakil Walikota. Tentu saja namanya ‘marsaringar’
dimana-mana. Disebut-sebut orang banyak dan ditulis di surat kabar atau media
online.
Saya mulai mengenal Hefriansyah saat hari pemakaman
almarhum Hulman Sitorus. Jelang acara pemakaman, saya ngobrol dengan teman saya
Tahan M Panggabean dan rombongan DPD Partai Demokrat Sumatera Utara serta
Johalim Purba yang Ketua DPRD Simalungun dan Wakil Ketua DPD Partai Demokrat
Sumatera Utara di Lobby Siantar Hotel. Tiba-tiba Hefriansyah Noor datang
bersama Abanganda Syahrial Ams serta istrinya Hj Siti Aminah Lubis yang saya
panggil Kakak.
“Kawal saya Tulang ya”, kata Hefriansyah saat itu kepada
saya. Baru kali itulah saya mendapat tahu, istrinya adalah Boru Hutabarat
setelah diberi tahu Abanganda Syahrial Ams. Saya cuma mengangguk.
Bagi Orang
Batak, Borunya memang wajib dikawal. Bahkan dilindungi dan dibela sampai mati.
Sampai tetes darah terakhir. Sebenarnya secara Adat Batak, saya bukan Tulang
Hefriansyah Noor. Dan dia bukan Bere saya. Kalau istrinya Boru Hutabarat, itu
artinya saya hula-hulanya. Sedang dia merupakan Raja ni Parboruan saya.
Setelah itulah, beberapa kali antara saya dan Hefriansyah
terjadi komunikasi. Tapi terus terang, saya tak terlalu suka berkomunikasi
dengannya. Kenapa ? Nggak tahu persis saya. Yang saya tahu persis, saya nggak
cocok berkomunikasi dengannya. Karena nggak cocok, ya nggak sukalah saya. Kenapa rupanya. Adong na keberatan ? (Medan, 22 Pebruari
2017-Ramlo R Hutabarat)
0 Comments