Oleh: Sahala Tua Saragih
Menjadi komunikator yang handal bukan pekerjaan sederhana. Apa saja yang dibutuhkan?
BeritaSimalungun.com-Dalam psikologi komunikasi dikenal psikologi komunikator, psikologi pesan,
dan psikologi komunikan. Dalam tulisan ini saya khusus membahas salah satu di
antaranya, yakni psikologi komunikator.
Sejak zaman Yunani purba, tatkala
komunikasi masih berkisar pada komunikasi lisan (waktu itu disebut retorika)
ditekankan kepada para komunikator (ketika itu disebut orator atau rhetor),
agar melengkapi diri dengan ethos, pathos, dan logos
(Casmir, 1974 dalam Effendy, 1993: 351).
Ethos berarti sumber kepercayaan yang ditunjukkan oleh seorang
orator (komunikator) bahwa ia memang pakar di bidangnya, sehingga ia
benar-benar tepercaya.
Pathos berarti imbauan emosional yang
ditunjukkan seorang komunikator dengan menampilkan gaya dan bahasanya yang
membangkitkan kegairahan komunikan dengan semangat yang berkobar-kobar.
Logos
mengandung arti imbauan logis yang ditunjukkan oleh seorang komunikator bahwa
uraiannya masuk akal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan oleh khalayak atau
komunikan (Effendy, 1993: 352).
Dalam bukunya, Argumentation and Debate, Austin J. Freeley
mengemukakan, ethos memiliki tiga komponen yaitu competence
(kemampuan/kewenangan), integrity (integritas/kejujuran), dan good
will (tenggang rasa).
Ethos juga didukung oleh tujuh faktor yakni
persiapan, kesungguhan, ketulusan, kepercayaan, ketenangan, keramahan, dan
kesederhanaan (Effendy, 1993: 352-356).
Aristoteles, filsuf Yunani yang sangat terkenal sebagai Bapak Retorika,
lebih dari 2000 tahun silam menulis tentang ethos komunikator sebagai
berikut. Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika
ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercayai.
Kita lebih
penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang lain. Ini
berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak
mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi.
Tidak benar anggapan sementara
penulis retorika bahwa kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak
berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya; sebaliknya, karakternya hampir
bisa disebut sebagai alat peruasi yang paling efektif yang dimilikinya
(Aristoteles, 1954, dalam Rakhmat, 1986: 261-262).
Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan hanya apa yang dia
katakan melainkan juga keadaan dia sendiri. Ia tidak dapat menyuruh pendengar
hanya memperhatikan apa yang ia katakan.
Pendengar juga pasti memperhatikan
siapa yang mengatakan. Kadang-kadang aspek siapa lebih penting daripada apa.
Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos
terdiri dari pikiran baik (good sense), akhlak baik (good moral
character), dan maksud baik (good will).
Kemudian Carl Hovland
dan Walter Weiss (1951) menyebut ethos sebagai credibility
yang terdiri dari dua unsur yaitu expertise (keahlian) dan trust
worthiness (dapat dipercayai). Ethos atau faktor-faktor
yang memengaruhi keefektifan komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi,
dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang
ditimbulkannya (Rakhmat, 1986: 263).
Komunikator Akbar
Dalam kepercayaan umat Kristen (pengikut Kristus), Yesus Kristus merupakan
komunikator akbar (terbesar) karena kehebatannya dalam berkomunikasi.
Dia
memiliki tidak hanya ethos besar, tetapi juga pathos dan logos
yang hebat. Inilah salah satu kesan pendengar Yesus Kristus pada masa
pelayanan-Nya di bumi, “Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah
orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai
orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka.” (Matius 7:28-29).
Para ahli komunikasi modern merumuskan The Five Inevitable Laws of
Effective Communication (Lima Hukum Mutlak dalam Komunikasi yang Efektif).
Kelima hukum tersebut lazim disingkat REACH. Ini singkatan Respect,
Empathy, Audible, Clarity, dan Humble.
Lebih dari 2000 tahun yang
silam Yesus Kristus telah menerapkan dengan bagus kelima hukum ini. Pertama,
Respect. Yesus memiliki respek (rasa hormat) dan selalu menghargai
lawan bicara (komunikan)-Nya. Perempuan berdosa (pelacur) yang dianggap sampah
masyarakat pun dihargai dan dihormati-Nya.
Kedua, Empathy. Yesus Kristus selalu berempati kepada lawan
bicara-Nya. Hatinya mudah tergerak oleh belas kasihan. Oleh karena itu, Yesus
selalu menolong setiap orang yang datang kepada-Nya. Ketiga, Audible.
Kemampuan Yesus Kristus dalam berbicara sudah tak teragukan lagi. Khotbah–Nya
di bukit telah menjadi inspirasi bagi miliaran orang di sepanjang sejarah.
Keempat, Clarity. Yesus Kristus selalu berbicara dengan jelas,
tegas, apa adanya, jujur, dan terbuka. Komunikasi yang baik tidak selalu harus
mengikuti selera lawan bicara (komunikan), tetapi kadang-kadang harus tegas
dalam bersikap.
Kelima, Humble. Yesus Kristus selalu rendah hati. Ini
terbukti ketika Dia menerima anak-anak kecil yang datang kepada-Nya. Juga
ketika Dia bersedia pergi dan menginap di rumah Zakheus, pemungut cukai yang
dibenci masyarakat pada masa itu (Spirit Motivator, 1 April
2013).
Yesus Kristus dahulu kala telah menerapkan lima kunci sukses dalam
komunikasi pemasaran modern, yaitu membawa damai, kesejajaran, meminta dan
memberi, kreatif, dan positif.
Pertama, membawa damai. Yesus
Kristus berbicara dengan membawa damai. Dia tidak berbicara dengan
memaksakan kehendak sendiri, tapi harus nyaman dulu buat lawan bicara
(komunikan)-Nya.
Kedua, kesejajaran. Yesus Kristus sering makan bersama dengan
banyak orang. Makan bersama ini memunculkan keakraban dan posisi sejajar, bukan
berjarak. Dari sini muncullah kepercayaan. Ketiga, meminta dan
memberi.
Ketika Yesus Kristus bertemu perempuan Samaria, Dia mengawali
percakapan dengan meminta air, kemudian Dia memberikan Air Hidup. Tidak ada
ruginya belajar dari semua orang, bahkan meski kelas kita berada di atas kelas
mereka. Komunikasi bersifat timbal balik, bukan menggurui.
Keempat, kreatif. Yesus Kristus berbicara dengan berbagai
cara, termasuk lewat perumpamaan yang menyentuh langsung ke hati
pendengar (komunikan)-Nya. Kelima, positif. Dalam setiap berkomunikasi
Yesus Kristus selalu membawa kabar positif yakni pengaharpan akan Kerajaan
Allah (Spirit Motivator, 3 April 2013).
Dalam bukunya, Everyone Communicates, Few Connect, John Maxwell
menulis, sebuah komunikasi yang baik memang membutuhkan energi. Kita tak bisa
berharap komunikasi bisa lancar bila kita malas mempersiapkan dan melatihnya.
John juga memberikan lima kiat berkomunikasi yang efektif.
Pertama, inisiatif, yaitu kemauan untuk memulai komunikasi. Kedua,
kejelasan. Di sinilah persiapan diperlukan. Ketiga, kesabaran.
Berbicara terlalu cepat, tidak mau mendengarkan lawan bicara, dan tak mau
menunggu ketika lawan bicara mencoba memahami pesan sang komunikator, niscaya
tidak akan membuat pesan komunikasi tersampaikan.
Keempat, tidak egois. Komunikasi membutuhkan kesediaan kita untuk
berbagi dan mau memberi waktu, perhatian, dan tenaga kepada lawan bicara. “…dan
janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi
kepentingan orang lain juga.” (Filipi 2:4).
Kelima, stamina. Jangan
mudah menyerah dan putus asa saat orang lain (komunikan) susah memahami isi
pesan Anda! (Spirit Motivator, 5 April 2013). Lebih dari 2000 tahun
lalu, sebelum John Maxwell menulis bukunya, Yesus kristus sudah menerapkan
kelima kiat berkomunikasi ini dengan jitu.
Faktor waktu juga sangat diperhatikan dengan cermat oleh Yesus Kristus. Dia
berkomunikasi dengan lawan bicara-Nya pada waktu yang tepat. Dia menerapkan
dengan baik amsal raja Salomo (Sulaiman) yang berkata, “Perkataan yang
diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.”
(Amsal 25:11). Salomo juga pernah beramsal, “Seseorang bersukacita karena
jawaban yang diberikannya, dan alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya.”
(Amsal 15: 23).
Yesus Kristus memang komunikator akbar, komunikator teladan, meskipun Dia
tak pernah kuliah psikologi komunikasi di Fikom. Semua pemimpin dan calon
pemimpin di negara tercinta ini semestinya berguru dengan sungguh-sungguh
kepada Komunikator Akbar. ***
Penulis adalah dosen Prodi Jurnalistik Fikom Unpad.
(Sumber: Satuharapan.com)
0 Comments