Dipecat Sebagai Kades di Zaman Orba
DIABADIKAN: Sariaman Purba diabadikan saat diwawancara wartawan di kantor DPRD Deliserdang, Lubukpakam, Rabu (9/1/2019). Foto SIB/Jekson Turnip
|
Lubukpakam, BS-Sariaman Purba (73) Warga Desa Bahbalua Kecamatan Bangunpurba sudah lebih 16 tahun lamanya bolak-balik ke kantor bupati ataupun kantor DPRD Deliserdang di Lubukpakam. Ia menuntut keadilan karena pernah menjabat kepala desa (Kades) pada tahun 1995 namun baru tiga bulan langsung dipecat Bupati Deliserdang saat itu.
Ketika diwawancara wartawan, Rabu (9/1/2019) di kantor DPRD Deliserdang, Sariaman Purba selalu datang ke Lubukpakam dengan mengendarai angkutan umum (Angkot) dari Bangunpurba.
Ketika diwawancara wartawan, Rabu (9/1/2019) di kantor DPRD Deliserdang, Sariaman Purba selalu datang ke Lubukpakam dengan mengendarai angkutan umum (Angkot) dari Bangunpurba.
Sebelum naik Angkot dari rumah, ia mengendarai sepeda motor dan memarkirkannya di persimpangan desanya. Untuk biaya sekali perjalanan ongkosnya Rp10.000, sehingga kalau ditotal untuk pulang pergi uang yang dikeluarkan sebesar Rp20.000.
"Selagi saya masih hidup akan terus tuntut ganti rugi. Sekarang saya masih sehat belum ada penyakit. Enggak ada yang boleh melarang-melarang saya ke sini. Anak saya saja tidak ada yang berani melarang, mungkin karena sering ke sini makanya saya bisa sehat. Kalau ke sini sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, seminggu bisa sekali bisa dua kali," ujar Sariaman.
Terlihat kakek yang punya 5 orang anak dan 15 orang cucu itu melangkahkan kaki perlahan-lahan dengan sedikit membungkuk. Berapa kali ke Lubukpakam, Sariman selalu saja berpakaian rapi dengan celana panjang dan baju lengan panjang. Meski berpakaian rapi, namun pengakuannya ia tidak pernah berhasil menembus barisan Satpol PP ketika ingin menemui bupati.
"Saya dipecat bupati karena ada orang yang menuduh kalau ayah kandung saya itu OT (Orang Terlibat atau sebutan untuk mengikut PKI pada zaman Orde Baru). Memang Tuah Purba ini ayah saya, tapi ayah tiri. Ayah kandung saya itu namanya Simbel Purba. Setelah meninggal ayah kandung saya, ibu saya menikah dengan Tuah Purba. Karena dibilang Tuah Purba itu ayah kandung saya, makanya saya dipecat," terang Sariaman.
Ia menginginkan agar Pemkab Deliserdang bisa mengganti rugi apa yang dialaminya. Walaupun tidak ada payung hukumnya bagi Pemkab namun ia menyebut menginginkan agar dibayar kerugian materil dan moril yang jika ditotal ia baru puas kalau dibayarkan padanya Rp50.000.000.
Diakui kalau sebenarnya ia pernah menggugat apa yang dialami itu ke Pengadilan Negeri Lubukpakam. Namun ketika memberikan salinan putusan pengadilan, terlihat salinan diberikan tidak utuh dan tidak bisa dijabarkan lengkap apa isi putusannya.
"Tahun 1999 saya gugat ke PN Lubukpakam dan isinya gugat ke PTUN. Saya tanya ke PTUN, kalau mau minta ganti rugi ke PN. Dari tahun 2002 lah saya mulai ke sini (kantor DPRD dan bupati) sampai sekarang. Dulu saya sempat diantar sama anak laki-laki saya, tapi karena dia waktu motong rumput kena pisau kakinya. Lalu diamputasi dan enggak bisa antar lagi saya makanya naik angkot.
Saya tidak terima kalau saya dipecat. Kalau sudah dibayar Rp50.000.000 baru saya tidak kemari lagi. Sudah berulang kali saya tanya sama dewan dan Pemkab tapi katanya yang inilah yang itulah," keluh Sariaman.
Kabag Hukum Pemkab Deliserdang, Edwin Nasution yang dimintai komentarnya mengaku kalau Pemkab juga mengaku cukup prihatin melihat nasib Sariaman. Ia mengakui kalau Sariaman sudah pernah mendatangi ruangannya. Namun untuk pokok persoalan yang diinginkan Sariaman tidak bisa dipenuhi Pemkab.
"Pemkab tidah punya authority di sini. Masalah beliau diberhentikan dari Kades dikarenakan masalah keterlibatan orangtua atau siapanya di organisasi terlarang PKI. Sesuai regulasi yang lama, beliau harus diberhentikan. Kan baru di era reformasi regulasi itu dicabut. Tidak bisa pula lah bapak itu diaktifkan kembali jadi Kades karena peraturan yang baru tidak berlaku surut. Saya juga prihatinnya melihat bapak itu, namanya jugakan sudah berumur", kata Edwin Nasution.
Edwin mengatakan masalah peradilan baik itu pidana, perdata, TUN ataupun militer maupun HAM itu adalah kewenangan absolut pemerintah pusat. "Sebenarnya saya sudah pernahnya nyarankan ke dia coba ke Komnas Ham saja tapi saya enggak tau apakah dia sudah pergi ke sana atau belum," paparnya.(SIB)
"Selagi saya masih hidup akan terus tuntut ganti rugi. Sekarang saya masih sehat belum ada penyakit. Enggak ada yang boleh melarang-melarang saya ke sini. Anak saya saja tidak ada yang berani melarang, mungkin karena sering ke sini makanya saya bisa sehat. Kalau ke sini sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, seminggu bisa sekali bisa dua kali," ujar Sariaman.
Terlihat kakek yang punya 5 orang anak dan 15 orang cucu itu melangkahkan kaki perlahan-lahan dengan sedikit membungkuk. Berapa kali ke Lubukpakam, Sariman selalu saja berpakaian rapi dengan celana panjang dan baju lengan panjang. Meski berpakaian rapi, namun pengakuannya ia tidak pernah berhasil menembus barisan Satpol PP ketika ingin menemui bupati.
"Saya dipecat bupati karena ada orang yang menuduh kalau ayah kandung saya itu OT (Orang Terlibat atau sebutan untuk mengikut PKI pada zaman Orde Baru). Memang Tuah Purba ini ayah saya, tapi ayah tiri. Ayah kandung saya itu namanya Simbel Purba. Setelah meninggal ayah kandung saya, ibu saya menikah dengan Tuah Purba. Karena dibilang Tuah Purba itu ayah kandung saya, makanya saya dipecat," terang Sariaman.
Ia menginginkan agar Pemkab Deliserdang bisa mengganti rugi apa yang dialaminya. Walaupun tidak ada payung hukumnya bagi Pemkab namun ia menyebut menginginkan agar dibayar kerugian materil dan moril yang jika ditotal ia baru puas kalau dibayarkan padanya Rp50.000.000.
Diakui kalau sebenarnya ia pernah menggugat apa yang dialami itu ke Pengadilan Negeri Lubukpakam. Namun ketika memberikan salinan putusan pengadilan, terlihat salinan diberikan tidak utuh dan tidak bisa dijabarkan lengkap apa isi putusannya.
"Tahun 1999 saya gugat ke PN Lubukpakam dan isinya gugat ke PTUN. Saya tanya ke PTUN, kalau mau minta ganti rugi ke PN. Dari tahun 2002 lah saya mulai ke sini (kantor DPRD dan bupati) sampai sekarang. Dulu saya sempat diantar sama anak laki-laki saya, tapi karena dia waktu motong rumput kena pisau kakinya. Lalu diamputasi dan enggak bisa antar lagi saya makanya naik angkot.
Saya tidak terima kalau saya dipecat. Kalau sudah dibayar Rp50.000.000 baru saya tidak kemari lagi. Sudah berulang kali saya tanya sama dewan dan Pemkab tapi katanya yang inilah yang itulah," keluh Sariaman.
Kabag Hukum Pemkab Deliserdang, Edwin Nasution yang dimintai komentarnya mengaku kalau Pemkab juga mengaku cukup prihatin melihat nasib Sariaman. Ia mengakui kalau Sariaman sudah pernah mendatangi ruangannya. Namun untuk pokok persoalan yang diinginkan Sariaman tidak bisa dipenuhi Pemkab.
"Pemkab tidah punya authority di sini. Masalah beliau diberhentikan dari Kades dikarenakan masalah keterlibatan orangtua atau siapanya di organisasi terlarang PKI. Sesuai regulasi yang lama, beliau harus diberhentikan. Kan baru di era reformasi regulasi itu dicabut. Tidak bisa pula lah bapak itu diaktifkan kembali jadi Kades karena peraturan yang baru tidak berlaku surut. Saya juga prihatinnya melihat bapak itu, namanya jugakan sudah berumur", kata Edwin Nasution.
Edwin mengatakan masalah peradilan baik itu pidana, perdata, TUN ataupun militer maupun HAM itu adalah kewenangan absolut pemerintah pusat. "Sebenarnya saya sudah pernahnya nyarankan ke dia coba ke Komnas Ham saja tapi saya enggak tau apakah dia sudah pergi ke sana atau belum," paparnya.(SIB)
0 Comments