Info Terkini

10/recent/ticker-posts

LPSK Tolonglah TRINITY (Bocah Korban Bom Samarinda)

Bantu Trinity Korban Bom Molotov Samarinda Pulih

Oleh: Birgaldo Sinaga 
 
Beritasimalungun-"Tulang Birgaldo...Doakan Ity ya biar lekas sembuh. Ity takut. Sakit sekali tulang di sana", ucapnya saat kami berpisah di Bandara Terminal 3 Soetta.

27 Mei 2019, di pintu keberangkatan lantai 3 itu saya memeluknya. Mencoba menguatkan gadis kecil Ity. Bocah korban bom molotov Samarinda. Yang hampir sekujur tubuhnya melepuh terbakar.

Saya membisikkan kata sayang padanya. Semua akan baik-baik saja. Boneka panda coklat pemberian Ibu Hetty Setyapurnama terus dipeluknya. Gadis kecil Ity melangkah menjauh. Meninggalkan Jakarta. Berobat ke Guanzhou Tiongkok. Operasi kulit untuk yang ke 5 kalinya.

Bulan puasa lalu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban mengundang keluarga Trinity. Pasalnya, tulisan saya tentang ketidakpedulian negara pada pemulihan Trinity terdengar oleh mereka. Saya menuliskan keluhan keluarga korban bom terorisme yang mengeluarkan begitu banyak biaya tanpa dibantu negara.

Donasi: Bantu Trinity Korban Bom Molotov Samarinda Pulih


Saya ikut hadir di sana. Mendampingi keluarga Trinity. Di sebuah restoran di Kelapa Gading kami bertemu.

Pihak BNPT dipimpin Direktur Perlindungan, Herwan Chaidir, Roedy Widodo (Kasubdit Pemulihan Korban), Nurturyanto (Kasi Pemulihan Sarana dan Prasarana), Ayu Permata J ( Staf Analis )

Dari LPSK diwakili Pak Galih dan Aji Dana.

Dari penjelasan Pak Herwan saya bisa memahami alasan mengapa BNPT tidak punya alokasi anggaran untuk korban terorisme. BNPT mempunyai fungsi untuk mengkoordinasikan program pemulihan korban termasuk hak-hak korban baik medis, psikologis ataupun psikososial kepada Kementerian/Lembaga terkait.

Artinya BNPT sebatas mengkomfirmasi bahwa korban benar2 korban terorisme. Untuk anggaran pemulihan ada di LPSK. Alur birokrasi biayanya seperti itu.

"Bagaimana ini Pak Galih? Mengapa tidak ada bantuan dari LPSK?", tanya saya pada utusan LPSK.

"Kami sudah ajukan sebenarnya Pak Bir. Tapi yang cair diputuskan hakim hanya 60 juta saja", jawab Pak Galih sambil geleng-geleng kepala.

Setahun lalu, ketika Ibu Trinity berangkat operasi pertama ke Tiongkok, dana 60 juta itu diserahkan.

"Sejujurnya saya tidak mau terima uang itu Pak. Sedih sekali", potong Bu Trinity.

"Tapi kami gak bisa berbuat apa-apa lagi Pak Bir. Hakim memutuskan segitu. Kami mengusulkan hampir 600 juta. Tapi hakimnya memutuskan 60 juta saja", elak Pak Galih membela diri.

Prosesnya Begini

Korban terorisme adalah korban yang terjadi karena negara gagal melindungi warga negaranya. Sesuai konstitusi tujuan negara adalah melindungi segenap seluruh tumpah darah Indonesia.

Negara punya aparatur negara untuk melindungi warga negara. Ada BIN, Polisi, TNI, Densus dan lembaga lainnya. Mereka dibayar rakyat melalui pajak. Ketika terjadi aksi terorisme maka negara harus bertanggung jawab atas kegagalan itu.

Maka untuk membayar kerugian warga negara itu, Jaksa Penuntut mewakili korban terorisme menuntut negara. Tuntutan nilai kerugian itu dihitung oleh LPSK. LPSK menghitung dengan cermat dan teliti. Semua item kerugian materi dan imateril dimasukkan. Untuk korban Trinity total jenderal sebesar 600 juta.

Hasil apraisal LPSK itu dipakai jaksa penuntut di Pengadilan Negeri Samarinda. Bersidanglah mereka. Keluarga korban dan korban dihadirkan. Hakim manggut2.

"Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kami putuskan negara harus membayarkan biaya perobatan sebesar 60 juta rupiah. Tok..tok..tok."

"What!!! Tega banget itu hakim??", protes saya kencang.

"Ya begitulah Pak Bir posisi kami", ujar Aji Dana dengan nada memelas.

Setahun sejak peristiwa bom Samarinda, Trinity dan Alvaro tidak kunjung sembuh. Pelayanan rumah sakit daerah ala kadarnya. Kondisi Trinity semakin memburuk.

Ibu Trinity tidak rela anaknya terlantar begitu saja. Dari rumah sakit hanya diberi salep. Biaya memang ditanggung LPSK untuk salep dan obat. Tapi untuk apa kalo tubuh Trinity memburuk?

Ibu Trinity mencari tahu rumah sakit yang bisa memulihkan anaknya. Kondisi awal Trinity tangannya tidak bisa berfingsi. Otot kulitnya tertarik. Kakinya juga. Parah sekali.

Akhirnya, keluarga mendapat kabar RS Guangzhou bagus. Berangkatlah Trinity dengan uang pas pasan. Hasil menjual perhiasan dan pinjam sana sini. Bawa uang 250 juta.

Sebelum terbang ke Tiongkok, keluarga disodorin surat pernyataan. LPSK tidak bertanggung jawab atas biaya di rumah sakit luar negeri.

"Tidak apa2 Pak. Demi anak saya. Apapun akan saya lakukan. Andai negara ini juga tidak peduli sekalipun. Saya akan tanda tangani", ujar Pak Trinity saat itu.

" Wah ini LPSK lepas tangan. LPSK main aman. Bukannya cari solusi. Tapi buang badan ini Pak", keluh saya di depan utusan LPSK.

"Maaf Bang Bir. Jujur anggaran kami sangat kecil. Hanya 16 M pertahun. Itu kami harus mengurus hampir 4000 korban. Kami juga belum mandiri. Masih di Setneg", jawab Pak Galih.

Begini Pak

Kalau bapak lepas tangan itu artinya negara tidak hadir melindungi kepentingan warganya. Alasan biaya tidak ada dan memaksa orang tua tanda tangan bahwa berobat keluar negeri tidak dibayar itu buang badan namanya.

Orang tua mana sanggup membiarkan anaknya jadi monster? Kaki cacad tidak bisa lurus. Tangan jari cacad tidak berfungsi. Kulit penuh bekas luka bakar seperti monster?

Untuk apa ada aparatur Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban kalau tidak bisa melindungi korban? Justru kami menuntut agar negara bisa melindungi kami karena kami membayar pajak. Kami kerja keras berpeluh keringat. Kami berharap negara hadir saat kami memerlukannya.

Saya benar-benar tidak habis pikir. Sedikit emosi di sana. Tidak bisa menerima cara berpikir seperti itu.

"Pak Galih... Akhir Mei ini, Trinity harus operasi lagi di Tiongkok. Mereka gak punya uang lagi. Operasi pertama sampai ke empat itu bisa karena saya menggalang dana dari teman2 saya. Dan sekarang juga minggu depan bisa berangkat karena saya membuka penggalangan dana lagi. Saya mau negara yang bertanggung jawab. Bukan saya", protes saya tegas.

"Baik Pak Bir. Nanti coba kami ajukan lagi biaya ini", ujar Pak Galih.

"Itu yang operasi pertama dan keempat sudah dikirimkan semua biaya kwitansi perobatan selama di Tiongkok. Mengapa sampai sekarang belum ada perkembangan Pak?", tanya saya.

"Iya Pak Bir...masih diproses. Kami ajukan lagi nanti. Mohon maaf. Memang anggaran di LPSK sangat minim Pak", ujarnya lagi.

24 Mei 2019, Ibu Trinity didampingi Marlyn Allen mengajukan surat permohonan biaya berobat ke luar negeri ke LPSK. Sesuai arahan Pak Galih. Surat permohonan diajukan agar pimpinan LPSK bertemu untuk memutuskan permohonan Ibu Korban. Hingga hari ini, permohonan itu belum ada kabar perkembangannya.

Lima hari lalu, kulit punggung Trinity disayat. Diambil kulitnya untuk ditempelkan ke jari jemari Trinity. Jari tangan Trinity masih tertekuk. Trinity kesakitan. Setiap melihat pisau bedah gadis mungil ini teriak menangis.

Menurut ibunya, mereka akan tinggal di Tiongkok bisa setahun. Visa yang diperoleh untuk 2 bulan. Jika habis, mereka harus keluar dulu ke Hongkong. Lalu ajukan bisa lagi. Untuk selama dua bulan. Habis keluar lagi.

Usai dioperasi, akan dilakukan evaluasi oleh dokter. Dokter akan menanam balon dI punggung Trinity. Selama enam bulan. Untuk mendapatkan kulit baru. Kulit ini akan disayat lagi. Untuk ditempel di jari dan kaki Trinity. Setiap dua kali seminggu balon itu akan disuntik. Sakit sekali. Trinity selalu menangis. Berat sekali hidupnya. Tapi negara sepertinya tidak peduli.

Akan banyak proses tahapan operasi yang akan dilakukan. Ini masih tahap awal untuk konstraktur saja. Belum lagi untuk estetikanya. Bisa sampai dewasa. Sampai kulitnya bisa bagus.

Seminggu sebelum berangkat ke Tiongkok. Saya bermain2 dengan Trinity di lapangan rumput buatan di belakang sebuah Mall Kelapa Gading. Trinity meminta saya menggendongnya. Menggendongnya agar bisa masuk taman bermain itu.

Trinity senang sekali. Ia berlarian main prosotan. Meski dengan kaki berjingkat. Meski dengan jemari tertekuk. Meski dengan kulit tubuh yang terlihat mengerikan. Ia asyik bermain.di tengah tatapan aneh anak2 sebayanya. Anak2 yang tidak mau berjabat tangan dengan Trinity. Karena takut dengannya.

"Tulang Birgaldo...doakan Ity lekas sembuh ya", bisiknya di telepon.

"Iya sayang..tulang akan doakan dan bela kamu sekuat tulang ya. Doakan juga tulang dari jauh ya", balas saya menguatkan Trinity.

Duhai LPSK...dengarkanlah rintih dan getir anak ini. Ibunya. Ayahnya. Saya memohon. Please.

Jika ada yang ingin membantu Trinity
bisa langsung transfer ke nomor rekening BCA ibu kandung Trinity : No rek : 0272694263, Sarina Gultom
BCA cabang Samarinda.


Salam perjuangan penuh cinta
Birgaldo Sinaga 
LPSK TOLONGLAH TRINITY .Foto-Birgaldo Sinaga

LPSK TOLONGLAH TRINITY .Foto-Birgaldo Sinaga



LPSK TOLONGLAH TRINITY .Foto-Birgaldo Sinaga

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments