Oleh: Pdt Renny Damanik
Simalungun, BS-Saat aku sampai di Gereja aku memperhatikannya, dalam hatiku, mengapa anak yang satu ini terpisah dengan anak yang angkat sidi? Mengapa dia duduk di tempat keluarga yang mau membabtis? Aku bingung karena dia pakaian putih putih layaknya angkat sidi.
Aku langsung bertanya pada majelis dan ku bilang kok disitu adek itu duduk? Dia itu babtis. Haaaaaaaaaaaa..... Apa... . Kok aku tidak tahu? Dimana mamanya ku bilang kok sampai sebesar ini babtis ? Umurnya berapa?
Lalu vorhanger jawab, panjang ceritanya inang pendeta, dan.... bla... Bla.. Bla... . Aku terus penasaran dan kenapa majelis tidak kasih tahu ke aku. Pas ketika dibabtis dia berdiri tanpa ibu dan hanya bapak itu.
Saat aku baca agenda, aku sedikit melo.. Hampir jatuh airmataku dan suaraku bergetar, mungkin nurani sebagai ibu muncul saat itu, kubayangkan kehidupan anak ini, kok bisa sampai umur 14 thn dia belum babtis, kalaulah orang tuanya bermasalah, bla.... Bla... Bla... Dimana keluarganya.
Itulah yang dihatiku dan semakin kuperhatikan dia makin aku tidak tahan. Lugu kali anak ini, dia pakaian putih putih layaknya bayi yang dibabtis, dan layaknya yang angkat sidi. Hatiku... Kacau... Dan inilah yang ke tiga pengalamanku di resort ini.
Selesai ibadah, aku langsung temui anak ini, kusapa dia, ku pegang tangannya dengan penuh perasaan dan kutanya, berapa umurmu dia jawab 14 tahun pdt, dimana mama? Dia jawab pergi dan kemana dia tidak tahu percis tahu karena dah lama ditinggalkan.
Ku tahu dia segan minta photo dengan aku karena keadaannya, lalu aku langsung mengajak dia berphoto, dan aku melo.. Saat bersama adekku ini.
Selesai itu ku jumpai vorhanger, dan ku bilang, gratis aja blangkonya vorhanger, dan vorhanger bilang, mase nai? Kujawab pasti dia tidak berduit, lalu vorhanger bilang, pdt aja langsung.
Kemudian kujumpai dia dan ketepatan abangnya juga sidi, ku kembalikan uang mereka dan ku katakan gratis aja blangkonya buat kalian berdua, dan baik baik kalian ya bapa, Tuhan memberkati dan membingbing kalian.
Selanjutnya kujumpai bapaknya dan ku sebut, jaga anakmu bapa dan jangan pikir yang lain-lain dan binalah mereka, bahwa rejeki adalah milik orang percaya dan imani itu yaaa. Lalu aku permisi pulang dan aku selalu membayangkan wajah adek itu, yang kehilangan kasih sayang seorang ibu, padahal ibunya masih hidup.
Adekku... Baik baik kau belajar amang, berjuanglah dan jaga hatimu, kelak waktu kau sukses, carilah ibu mu dan walau dia meninggalkanmu dan lakukan yang baik padanya suatu saat, biar dia tahu bagaimana kau sebagai anak Tuhan, berbuat baik pada ibu yang tidak mengingat dan memperhatikanmu. Aku sayang kamu adikku. Pilu hatikuuuuu.(***)
0 Comments