Lamsiang Sitompul, SH MH (kanan) dan Kabareskrim Polri.(IST) |
Medan, BS- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perkumpulan Horas Bangso Batak (HBB) Lamsiang Sitompul, SH MH meminta Kapolri untuk menerbitkan Pedoman Penanganan Perkara Tentang Penistaan Agama (P3TPA) atau Keputusan Bersama antara Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman yang di susun bersama dengan Ahli Hukum yang bertujuan untuk mencegah adanya kesan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan dengan pasal penistaan agama.
Permintaan itu disampaikan Lamsiang Sitompul kepada wartawan di Medan, (Jumat (27/2/2021) menyusul timbulnya polemik tentang pasal penistaan agama yang menjerat 4 tenaga kesehatan di RS Djasamen Saragih Siantar baru-baru ini.
Kasus 4 Nakes RSUD dr Djasamen Saragih ini mengundang keprihatinan bagi banyak kalangan. Dimana tak seharusnya tenaga kesehatan yang hanya memandikan jenazah ditetapkan tersangka oleh kepolisian walaupun akhirnya dihentikan penuntutannya oleh Kejaksaan Negeri Pematangsiantar pada 24 Februari 2021.
“Sejumlah perkara yang menjerat para tersangka pasal penistaan agama hingga saat ini masih multi tafsir di tengah masyarakat, bahkan bagi kalangan ahli hukum sendiri. Kerap orang-orang yang ditersangkakan dan dihukum dengan pasal penistaan agama justru sesungguhnya merasa tidak melakukan perbuatan sesuai dengan rumusan pasal penistaan agama,” ujar Lamsiang Sitompul.
Lamsiang Sitompul menegaskan, melihat banyaknya opini yang terjadi justru pasal 156(a) KUHP itu sering dimanfaatkan sekelompok orang untuk mengkriminalisasi orang lain dengan memaksakan penafsiran pasal penistaan agama menurut pendapatnya.
“Karena kalau kita lihat orang-orang yang ditersangkakan dengan pasal ini sejujurnya tidak melakukan satu perbuatan sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam undang-undang itu," ujarnya.
Kata Lamsing Sitompul, bahkan jika mencermati isi undang-undang itu bahwa Penistaan Agama adalah tindakan yang menganjurkan atau melakukan kegiatan ajaran agama yang menyimpang dari ajaran Agama tertentu. Sebenarnya menurut Lamsiang Sitompul Penistaan Agama lebih kepada ajaran sesat seperti kasus Lia Eden ataupun Akhmad Musadeq.
Disebutkan, banyak kasus-kasus yang selama ini dituduh menista agama jutru jadi polemik di masyarakat misalnya kasus Arswendo, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di DKI, Meiliana di Tanjung Balai, Sumut dan lainnya.
Lanjut Lamsiang Sitompul, pihaknya menyarankan agar Kapolri bersama Kejaksaan, Kehakiman dan Ahli Hukum Pidana untuk membuat Pedoman Penanganan Perkara Tentang Penistaan Agama (P3TPA) itu.
“Orang sering merasa dikriminalisasi dengan pasal itu. Jadi biar jangan jadi polemik perlu pemahaman kepada publik. Bahwa perbuataan-perbuatan para tersangka yang selama ini terseret dalam perkara penistaan agama justru tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Penistaan Agama tersebut,” katanya.
“Kalau kita baca Pasal tentang Penistaan Agama sesuai pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 menyatakan: setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu,” terang Lamsiang Sitompul.
Kata Lamsiang Sitompul, Keputusan bersama Kepolisian bersama Kejaksaan, Kehakiman serta Ahli Hukum Pidana selanjutnya itu selanjutnya menjadi acuan kepada semua Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim dalam menangani perkara agar jangan sampai ada kesan orang di kriminalisasi dengan pasal penistaan agama. (Asenk Lee Saragih)
0 Comments