Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Ada Cinta di Tinggi Saribu, Menandu Orang Sakit Menelusuri Jalan Terjal Berbukit

Warga Desa Tinggi Saribu menandu orang sakit ke desa lainnya dengan berjalan kaki.(Istimewa)

Oleh: Pdt Defri Judika Purba

Beritasimalungun-Setelah video gotong royong jemaat GKPS Tinggi Saribu saya posting banyak komentar  positif yang mendukung. Ada yang berdoa, ada yang mensyukuri, ada yang terkejut dan ada yang tidak menyangka.

Untuk yang berdoa dan yang mensyukuri mereka berharap kegiatan tersebut tetap menjadi kekuatan semangat GKPS Tinggi Saribu menuju peresmian yang akan datang. Untuk yang terkejut dan tidak menyangka, mereka disadarkan bahwa ada fakta yang terjadi saat ini, bahwa di tengah-tengah persekutuan kita masih ada jemaat yang begitu terbatas dalam segala hal.

Kegiatan bergotong royong sudah merupakan ciri khas dari jemaat ini. Mungkin ini disebabkan lingkungan yang membentuk mereka. Segala sesuatu yang membutuhkan tenaga yang banyak mereka selalu sigap dan cepat untuk bergotong royong. Mulai dari mengangkut hasil panen, memperbaiki jalan dan menandu orang sakit.

Menandu orang sakit? Ya, benar. Menandu orang sakit dari kampung ini, mereka sampai sekarang masih bergotong royong. Bagaimana caranya melewati jurang? Bagaimana kalau terpeleset? Bagaimana kalau sakit nya malam-malam? Bagaimana kalau.....? Ofs...sabar, sabar. Pertanyaan nya semua akan saya jawab pelan-pelan ya. 


Begini. Awal mula saya melayani di resort ini sebenarnya saya sudah sering mendengar cerita tentang orang sakit yang ditandu ini. Itupun setelah saya tanya. Pertanyaan itu timbul setelah saya lihat sendiri medan pelayanan ke GKPS Tinggi Saribu yang lumayan sulit.  Orang sakit sudah pasti  selalu ada.

Menjawab pertanyaan ku, mereka jawab ditandu saja kalau ada orang sakit yang membutuhkan pertolongan. Penasaran ku muncul. Bagaimana kalau sakitnya malam? Mereka jawab, ya tinggal dibawa saja ramai-ramai, untuk penerangan pakai obor. 

Bagaimana kalau terpeleset? Mereka menjawab, tidak akan pernah terpeleset karena  sudah sering. Bagaimana melintasi jalan yang sempit? Mereka jawab bergantian dari setiap sisi untuk menjawab. 

Setiap jawaban mereka belum bisa saya bayangkan, mengingat akses jalan yang menanjak, sempit dan licin. Pikiranku langsung ngeri membayangkan orang yang ditandu. Apalagi orang yang ditandu itu ibu yang akan melahirkan. Ya, benar ibu yang akan melahirkan juga sering ditandu dari desa ini. Yang terakhir adalah istri pengantar jemaat. 

Ketika tanda melahirkan sudah dekat, mau tak mau si ibu harus ditandu segera. Kalau masih bisa berjalan, masih syukur. Kalau tidak, terpaksa ditandu. Tujuan mereka umumnya bidan yang buka praktek di Desa Bahapal.

Jadilah, di malam itu warga desa membelah gelapnya malam untuk bergotong royong menandu si ibu dan calon bayinya. Ketika saya mencoba membayangkan istri saya posisi seperti itu, rupa-rupa perasaan menjadi campur aduk. Yang pasti perasaan  buruk yang lebih dominan. 

Oh ya, untuk ibu yang kuat tanpa perlu ditandu, kalau misalnya sudah dekat waktu untuk melahirkan, mereka akan jalan saja secara normal. Yang terakhir, ada seorang ibu yan akan lahiran. Kebetulan waktunya malam. Mereka berangkat jam dua dini hari dari Tinggi Saribu menuju desa Bahapal. Jam tujuh pagi bayi sudah lahir normal dan sehat. Puji Tuhan.

 Itulah mungkin berkat Tuhan kepada setiap ibu di Desa Tinggi Saribu. Mereka menjadi ibu yang sangat kuat dan sehat untuk melahirkan bayinya. Kalau saya membayangkan istri saya di posisi tersebut (berjalan melewati jurang di tengah malam), lagi-lagi saya tidak dapat membayangkan bagaimana ironisnya situasi tersebut. Pikiran buruk yang akan dominan muncul.

Demikian lah cerita tentang orang yang ditandu ini saya dengar tanpa bisa saya bayangkan.  Sampai akhirnya saya  memiliki kesempatan sendiri untuk menyaksikan bagaimana orang yang ditandu. 

Ceritanya begini. Tiga bulan yang lalu ada kunjungan dari adik-adik Pdt yang akan ditahbiskan untuk melayani ke GKPS Tinggi Saribu. Mereka dibagi dalam beberapa kelompok. Satu kelompok menuju GKPS Tinggi Saribu. Ada tiga orang. 

Singkat cerita, mungkin karena belum terlalu paham jalan yang ditempuh, maka ada yang jatuh. Yang jatuh ini orang yang dibonceng. Jatuhnya tepat menyentuh batu yang berserakan di jalan. Pertolongan pertama warga jemaat langsung membawa menuju desa Tinggi Saribu. Tujuan utama untuk melayani ke gereja tersebut pun tidak bisa dilaksanakan mengingat rasa sakit yang mulai muncul.

Singkat cerita lagi, mengetahui berita tersebut saya pun datang  ke Tinggi Saribu untuk melihat bagaimana kondisi  sesungguh nya. Setelah melihat situasi kami pun berdiskusi. Kesimpulan nya kami akan membawa langsung  ke Desa Talun Kahombu untuk penanganan yang lebih tepat. Jemaat pun bergegas menyiapkan segala sesuatu. 

Akhirnya, jadilah adik Pdt yang akan ditahbis ini kami tandu. Saya melihat langsung bagaimana perjuangan, kegigihan , ketulusan, semangat dan gotong royong jemaat melakukan pekerjaan ini.  
Silahkan lihat sendiri photo yang saya lampirkan ya. Saya kehilangan kata-kata untuk menyampaikan ketulusan mereka untuk bekerja dan menyampaikan cinta di dalam hidup ini.(Penulis Adalah Pendeta GKPS)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments