Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Renungan Bathin: Siapakah yang Bersyukur Kepada Mu di Dalam Dunia Orang Mati?



Oleh: Pdt Defri Judika Purba 

Dua hari ini, hati saya sedih, karena salah seorang sahabat  telah berpulang kepada pencipta di usianya yang masih muda, 40 tahun. Meninggal karena sakit. Sahabat saya ini menjadi pendeta  di gereja HKI. Dulu kami sama-sama menimba ilmu di STT Abdi Sabda, Medan. Setelah tamat kuliah, melanjutkan jalan hidup masing-masing. 

Lama tidak berkomunikasi karena disibukkan dengan pelayanan masing-masing.  Tiba-tiba mendengar berita sudah meninggal di WA group Stambuk 2002. Sontak saja hati ini terkejut, sedih dan nelangsa. Sungguh cepat sahabatku ini pergi meninggalkan pelayanan di gerejanya begitu juga keluarganya. Yang membuat miris, orangtuanya juga baru meninggal. 

Berita dukacita ini langsung membuka lembaran ingatan tiga tahun yang lalu, ketika kami juga dikejutkan dengan kepergian sahabat kami. Seorang pendeta yang juga melayani di gereja HKI. Meninggal karena sakit. Jadi, kami stambuk 2002 sudah kehilangan dua orang sahabat di usia yang masih muda.

Ingatan akan kejadian ini, membuat hati saya menjadi waspada. Bukankah hal yang sama bisa terjadi kepada saya? Dan ketika itu akan terjadi, apakah saya sudah siap? Bagaimanakah nanti keluarga yang saya tinggalkan? Bukankah masih banyak tempat yang ingin saya kunjungi? 

Bagaimana dengan orang-orang yang mungkin pernah terluka dengan sikapku, apakah saya masih memiliki kesempatan untuk meminta maaf?  Apakah saya akan meninggalkan pelayanan di gereja di saat hati ini masih mau melayani-Nya? Bagaimana dengan itu dan bagaimana dengan ini? 

Semakin saya bertanya, semakin saya merasakan ketakutan dan kelemahan. Saya menyadari ternyata saya belum siap. Saya masih ingin lama hidup di dunia ini. Saya masih ingin bersama istriku melihat anak-anak kami bertumbuh dan berkembang. 

Masih mau melayani Tuhan di tempat yang belum pernah saya kunjungi. Masih mau mengunjungi tempat  dimana tempat itu menawarkan keindahan dan kekaguman. Masih mau meminta maaf kepada setiap orang  yang mungkin  pernah saya kecewakan.  

Masih mau merasakan dan memaknai kehidupan ini lebih dalam lagi. Masih mau berkarya  untuk membuat hidup ini lebih berguna lagi. Masih mau berbuat lebih banyak lagi selama masih ada kesempatan. 

Masih mau menikmati matahari yang terbit dan tenggelam. Masih mau menikmati pesona lembayung senja di pebukitan. Masih mau menyentuhkan kaki dan tanganku di deburan ombak di tepi pantai. Masih mau menikmati derasnya hujan dan panasnya matahari. 

Masih mau membantu orang dalam kelemahan, kemiskinan, kesepian dan masalahnya. Pokoknya, saya masih mau mencicipi anugrah Tuhan yang begitu indah di dunia ini. Saya belum rela dan siap meninggalkan dunia ini.

Kalau begitu, kapan siap? Saya tidak tahu. Saya hanya tahu bahwa hidup hanya sekali. Karena itu saya memohon, Tuhan kiranya memberi kesempatan dan pengajaran kepada saya agar lebih menghargai hidup yang singkat ini dengan lebih berguna lagi kepada sesama. Belajar memanfaatkan waktu dan kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Dan syukur kepada Tuhan, di tengah ketakutan dan kelemahan yang saya alami, Tuhan menentramkan hati saya lewat sapaan FirmanNya  di pagi hari ini. Pengalaman  Daud yang juga tidak rela meninggalkan dunia ini.

Daud, mengharapkan belas kasihan-Nya agar memberikan kesempatan hidup yang lebih lama lagi kepada Tuhan. Walau Daud didera masalah yang berat dan bertubi, tubi, Daud tidak mau kalah dalam kehidupan ini. 

Daud ingin menghadapi kehidupan yang berat ini dengan mengandalkan pertolongan Tuhan. Sebab, menurut Daud, di alam maut tidaklah orang ingat kepada-Mu; siapakah yang akan bersyukur kepada-Mu di dalam dunia orang mati? (Mazmur 6:6). (Pontianak, 04 November 2022).

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments