Seorang Pria Simalungun dengan Alat Musik Arbab-nya, yang Terancam Punah
Arbab menggunakan busur dan dimainkan layaknya biola. Namun, ada perbedaan yang besar pada sikap pemain saat memainkannya. Kalau biola diletakkan di bahu dam lengan, Arbab dimainkan dengan meletakkannya pada posisi bersender 45 derajat, dan kaki pemain menahan Arbab. Dengan demikian si pemain harus duduk di lantai.
Pada umumnya Arbab dimainkan dalam ensambel musik kecil yang dilengkapi tiga musisi lain yang memainkan husapi (sejenis alat musik dawai) dan Odap (gendang kecil) serta piring yang berfungsi sebagai perkusi; sekaligus sebagai metronom bagi permainan Arbab.
Arbab juga merupakan alat musik tradisional yang penggunaannya masuk dalam area ritual, yang menuntut konsentrasi penuh dan penghayatan dalam permainannya.
Proyeksi; Pelestarian Arbab sebagai alat musik tradisional
Penggunaan Arbab pada waktu belakangan ini telah mengalami penurunan intensitas. Hal ini dikhawatirkan dapat menghilangkan Arbab dalam percaturan kesenian tradisional masyarakat Simalungun.
Untuk meningkatkan intensitas penggunaan Arbab selayaknya kita semua berusaha dan bekerja sama untuk melestarikan kesenian tradisional ini menjadi modal budaya dalam menghadapi perkembangan zaman yang semakin kompleks. Pelestarian Arbab tidak hanya menjadi tanggung masyarakat Simalungun saja, tapi juga seluruh etnis Batak, Indonesia. Arbab merupakan unsur kekayaan budaya tradisional Indonesia yang amat beragam.
Usaha-usaha untuk dapat melestarikan Arbab sejalan dengan jargon kebudayaan saat ini, yaitu think locally act globally; dengan harapan kedepan bahwa Arbab dapat menjadi modal budaya penting bagi masyarakat dunia pada umumnya dan menjadi kekayaan budaya Simalungun pada khususnya.
Salah satu cara sederhana yang dapat kita lakukan bersama untuk melestarikan Arbab adalah dengan belajar memainkan Arbab atau menggunakan ensambel musik Arbab dalam kesempatan acara-acara adat.
Tidak ada kata terlambat untuk memulai suatu usaha penting dalam melestarikan nilai-nilai budaya tradisional. (Sumber:)
(Tulisan diatas disadur dari tulisan Ibnu Avena Matondang yang telah memberi tulisan ini kepada seorang sahabatnya, Robert Manurung, seorang pegiat Komunitas TobaLover, yang telah meninggal Mei 2011 yang lalu.)(http://budayadansejarahsimalungun.wordpress.com)
0 Comments