Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Kayu Bakar dan Minyak Tanah Masih Andalan Warga di Kabupaten Simalungun

Andalan : Ny T Sitanggang/br Malau (Alm), warga Nagori Sipoldas saat menyusun kayu bakar dari agen di depan warungnya belum lama ini. Dirinya membeli kayu bakar dari agen 200 ikat Rp 150.000 dan menjualnya kepada warga Rp 5000 per lima ikat kayu bakar. Kayu bakar masih andalan warga untuk memasak pasca konversi minyak tanah ke gas elpiji.  Foto asenk lee saragih
Pasca Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji

Panei, Berita Simalungun

Pasca konversi minyak tanah ke gas elpiji di Kabupaten Simalungun Desember 2009 lalu, ternyata kini permintaan kayu bakar di Nagori Sipoldas, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun tetap tinggi. Tidak itu saja, pemakaian kayu bakar dan minyak tanah untuk kebutuhan sehari-hari masih tinggi di Simalungun.

Warga Simalungun di pedesaan masih mengandalkan kayu bakar dan kompor minyak tanah untuk memasak. Konversi minyak tanah ke gas elpiji dinilai mubajir di Simalungun. Warga sudah banyak menjual gas konversi itu kepada agen.

T Sitanggang, pemilik warung di Nagori Sipoldas, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun kepada penulis Selasa belum lama ini mengatakan, permintaan kayu bakar di Sipoldas masih tinggi. Konversi minyak tanah ke gas elpiji dinilai mubajir oleh warga.

“Konversi minyak tanah ke gas tidak sukses di Simalungun. Warga masih memilih kayu bakar untuk kebutuhan memasak sehari-hari. Sementara harga minyak tanah Rp 9000 per liter. Jadi kayu bakar masih utama untuk warga untuk memasak,”katanya.

Menurut Ny T Sitanggang/br Malau, dirinya membeli kayu bakar dari agen 200 ikat Rp 150.000. Dirinya menjual kayu bakar kepada warga Rp 5000 per lima ikat kayu bakar.

Tingginya permintaan kayu bakar di Nagori Sipoldas dan Kecamatan Panei karena banyak warga memelihara ternak babi. Sehingga untuk memasak makanan ternak harus memerlukan kayu bakar agar lebih irit.

Kemudian warga juga masih menggunakan kayu bakar untuk memasak sehari-hari. Tingginya harga minyak tanah (Rp 9000 per liter) membuat warga memilih kayu bakar untuk memasak.

Konversi minyak tanah ke gas alpiji juga gagal di pesisir desa Danau Toba. Seperti di Desa Hutaimbaru, Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun. Warga kini masih menggunakan kayu bakar untuk memasak.

Hal senada juga diakui St Berlin Manihuruk, warga Desa Hutaimbaru, Kecamatan Pamatang Silimahuta. Menurutnya, gas konversi tidak dipakai warga karena takut meledak. Selain itu, untuk mengisi tabung gas harganya lumayan mahal.

“Warga masih mengandalkan kayu bakar dan minyak tanah untuk kebutuhan sehari-hari. Gas elpiji dari pemerintah, kini sudah banyak jadi barang rongsokan. Program bantuan pemerintah seharusya jangan dipukul ratakan dengan daerah lain. Program konversi ini gagal di daerah pedesaan di Simalungun,”katanya. (asenk lee saragih)

Berita Lainnya

There is no other posts in this category.

Post a Comment

0 Comments