Jangan Manfaatkan Danau Toba Untuk Hal Negatif
BMKG Parapat, melaporkan kawasan Danau Toba da lam pengamatan serius
pasca terjadinya kebakaran kemarin, dan gempa di Aceh Febuari lalu
khususnya Gunung Pusuk Buhit dan kaki gunung yang dijadikan pariwisata
pemandian air hangat.
Jika Pemkab Samosir sibuk mengadakan
sosialisasi penanggulangan bencana, beda dengan Penasehat Spritual
Sedunia Morden Sitanggang. Menurutnya kondisi Gunung Pusuk Buhit dan
Danau Toba tetap terjaga, apabila semua pihak menghormati nenek moyang
dan menjaga tradisi–tradisi yang berkembang agar penguasanya tidak
terusik.
Ditemui di kediamannya Jalan Pedidikan
Ajibata–Tobasa, Morden didampingi istrinya Sedihma Br Silalahi
mengatakan, jika tata krama orang Batak tidak dijaga, seperti kesopanan,
cara berpakaian dan berbudaya tidak pelihara, maka gunung itu akan
bereaksi karena dari sanalah asal muasal suku bangsa Batak. Morden
menuturkan , tahun 2009, Perkumpulan Para Tokoh Spiritual Sedunia telah
mengadakan pangelekan (bermohon) di kaki Gunung Pusuk Buhit sebagai
salah satu cara agar kondisi Danau Toba tetap aman.
”Ritual yang kita lakukan saat itu
adalah dengan menggelar pesta tokoh spiritual se- dunia, dengan
mengundang parah tokoh masyarakat budaya dan pejabat,” jelasnya. Sebagai
persembahan untuk Debata Namula Jadi Na Bolon, katanya mereka juga
pernah mengorbankan satu ekor hoda bottar ( kuda putih) dan menanam 150
cm rambut Morden agar penguasa Pusuk Buhit dan Danau Toba tetap tenang.
“Waktu itu rambut saya 280 cm, saya
korbankan 150 cm untuk dipotong dan ditanam di kaki Gunung Pusuk Buhit.
Kalau sekarang rambut saya 180 cm dan kalau sudah memanjang lagi saya
akan korbankan lagi yang penting oppung (roh penguasa Pusuk Buhit) itu
senang. Namun belum saatnya, karena oppung itu belum meminta,“ ujarnya.
Mengenai hasil pantauan BMG dan
langkah–langkah yang dilakukan Pemkab Samosir belakangan ini
menanggulangi bencana, Morden berpendapat, itu sah–sah saja dan sangat
penting. “Bagus juga langkah yang mereka lakukan. Namun jika dihubungkan
dengan keadaan Danau Toba saat ini, mereka juga harus memeperhatikan
faktor lain yang memengaruhi, mengapa keadaan seperti ini. Lihat saja
sudah banyak orang yang memanfaatkan Danau Toba ke arah negatif,”
katanya.
Hal sama disampaikan Sedihma Br
Silalahi, sebagai media roh yang bisa berkomunikasi dengan penguasa
Danau Toba dan Pusuk Buhit, dia berpendapat apa yang terjadi saat ini
adalah pengaruh dari banyaknya oknum yang mengatasnamakan pecinta dan
peduli Danau Toba yang memanfaatkan kondisi Danau Toba.
“Saya heran
lihat di TV, di koran dan di warung –warung, saat ini gencar
memberitakan Danau Toba, memang tahu apa mereka dengan kampung kita ini.
Yang tahu apa yang terjadi di sinikan kita yang lahir, besar, menikah
dan punya anak di sini. Tapi kok bisa mereka yang banyak ngomong
mengenai Danau Toba,” katanya dengan suara lantang.
Sedihma sejenak diam sambil
melentangkan tikar di lantai, kemudian melipat kakinya dan merenung
setelah itu dia berkata ”Nungga marragam dosa diportibion sahat tu luat
ni par topi tao, asa unang ro be mara tapadengganma pangalahotta (sudah
terlalu banyak dosa di dunia ini dan dibawa ke kawasan pinggiran Danau
Toba, mari kita ubah perilaku kita),” katanya sambil mengangkat tangan
kemudian berdiri.
Hal sama disampaikan penggiat budaya Rismon Raja Mangatur saat rapat di Balai Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dalam persiapan Festival Tor-tor Batak penganti PDT bulan Juni.
Hal sama disampaikan penggiat budaya Rismon Raja Mangatur saat rapat di Balai Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dalam persiapan Festival Tor-tor Batak penganti PDT bulan Juni.
Menurutnya, pejabat, pengusaha dan
masyarakat harus bersama memperhatikan kelestarian Danau Toba. “Jangan
ada yang memanfaatkan Danau Toba sebagai sarana politik. Kurang apalagi
anugerah yang Tuhan berikan sama kita. Dari hasil Danau Toba kita makan,
minum, anak kita sekolah, cucu kita punya warisan. Apalagi yang kurang,
Danau Toba milik kita bersama, kalau ada yang memanfaatkan untuk hal
yang tidak–tidak, berarti dia bukan bagian dari kita. Kita berhak
mengusir dan melarang mereka datang ke sini,” tegasnya.
Sementara Ketua Yayasan Yobel Ajibata
Pdt B Sihite, mengaku sangat prihatin dengan kondisi masyarakat Danau
Toba yang terganggu dengan situasi yang terjadi belakangan ini. Menurut
Gembala Sidang Gereja Bethel Injil Sepenuh ( GBIS) Ajibata ini, pejabat,
aparat, pebinisnis, tokoh budaya, pelaku wisata dan masyarakat setempat
harus bergandeng tangan dalam menciptakan suasana kondusif. (METROSIANTAR.COM)
0 Comments