Komunitas
Jejak Simaloengoen bekerja sama dengan IHUTAN BOLON DAMANIK menampilkan
kembali seni tradisi dan budaya simalungun dalam konsep modern sebagai
jawaban generasi muda (garda terdepan) atas tantangan kelesuan
kreativitas terhadap akar tradisi simalungun agar kembali mendapat
tempat di tengah tengah masyarakat serta dapat di apresiasi.
Durasi pementasan : 2 Jam
Sinopsis
Durasi pementasan : 2 Jam
Sinopsis
Panakboru Anggarainim Damanik adalah putri Raja Namartuah Damanik dari
puang bolon Saragih Silappuyang, sebuah legenda kecantikan boru
Simalungun (Damanik) pada masa nya tersiar hingga seluruh Harajaon
sebagai Puteri Simalungun yang memiliki paras sempurna.
Panakboru Anggarainim Damanik memiliki kebiasaan berdandan, maranggir, bercermin (menikmati keseharian) dengan mengunjungi mata air yang sangat disayangi(nya) di tepian pamatang (Pulau Holang).
Ia merasa cukup nyaman dengan kasih sayang dari ayah nya, Raja Namartuah. Perhatian, di(manja)kan dan kebaikan dari ayah sehari hari sudah cukup mengisi batinnya. Putera putera Harajaon yang datang pada acara martondur (pada saat kini, dikenal istilah rondang bittang) tidak dapat menggantikan sosok ayah nya. Panakboru Anggarainim mengungkapkan "TIDAK" dengan bahasa lain yang lebih hormat dan halus. " Anggo nai ma uhur mu, ham ma Pa". Ini lah yang membuat ayah nya selalu bertanya tanya "aha do harosuh mu, nang?"
Pada suatu ketika, ketika Panakboru Anggarainim Damanik sedang asyik bercermin di atas mata air, tiba tiba jatuh sebuah dahan ranting jatuh melukai wajah nya (tihas). Ia bersedih, menangis dan tidak pernah mau pulang hingga berhari hari ke istana.
Tangisan nya terdengar oleh Sang Penghuni Air, Panakboru Anggarainim Damanik dalam kesedihan nya mengucapkan "pantangan kata" lalu berubah menjadi ular.
Mendengar laporan peristiwa dari Upas, Raja Namartuah, Keluarga Harajaon dan kerabat datang berkumpul dan mangelek (memohon) kepada Panakboru Anggarainim Damanik agar tidak usah bersedih dan bersedia kembali kepada keluarga. Tapi PAD tetap enggan, lalu mereka datang ke tepi sungai membawa sirih dan perlengkapan, 7 hari 7 malam dilaksanakan gonrang untuk melepas kepergian Panakboru Anggarainim dengan tangis tangis.
Catatan :
Panakboru Anggarainim Damanik kemudian dikenal juga sebagai keramat (sombahon) Bah Sorma atau Puang Sorma. Kontrolir Jure Lucan O'Brien mendengar kisah ini lalu mengemas ritual "Horja Turun" atau "Manganjab Simagod" bersama pemerintah Belanda menjadi event wisata (1907-1908)
Panakboru Anggarainim Damanik memiliki kebiasaan berdandan, maranggir, bercermin (menikmati keseharian) dengan mengunjungi mata air yang sangat disayangi(nya) di tepian pamatang (Pulau Holang).
Ia merasa cukup nyaman dengan kasih sayang dari ayah nya, Raja Namartuah. Perhatian, di(manja)kan dan kebaikan dari ayah sehari hari sudah cukup mengisi batinnya. Putera putera Harajaon yang datang pada acara martondur (pada saat kini, dikenal istilah rondang bittang) tidak dapat menggantikan sosok ayah nya. Panakboru Anggarainim mengungkapkan "TIDAK" dengan bahasa lain yang lebih hormat dan halus. " Anggo nai ma uhur mu, ham ma Pa". Ini lah yang membuat ayah nya selalu bertanya tanya "aha do harosuh mu, nang?"
Pada suatu ketika, ketika Panakboru Anggarainim Damanik sedang asyik bercermin di atas mata air, tiba tiba jatuh sebuah dahan ranting jatuh melukai wajah nya (tihas). Ia bersedih, menangis dan tidak pernah mau pulang hingga berhari hari ke istana.
Tangisan nya terdengar oleh Sang Penghuni Air, Panakboru Anggarainim Damanik dalam kesedihan nya mengucapkan "pantangan kata" lalu berubah menjadi ular.
Mendengar laporan peristiwa dari Upas, Raja Namartuah, Keluarga Harajaon dan kerabat datang berkumpul dan mangelek (memohon) kepada Panakboru Anggarainim Damanik agar tidak usah bersedih dan bersedia kembali kepada keluarga. Tapi PAD tetap enggan, lalu mereka datang ke tepi sungai membawa sirih dan perlengkapan, 7 hari 7 malam dilaksanakan gonrang untuk melepas kepergian Panakboru Anggarainim dengan tangis tangis.
Catatan :
Panakboru Anggarainim Damanik kemudian dikenal juga sebagai keramat (sombahon) Bah Sorma atau Puang Sorma. Kontrolir Jure Lucan O'Brien mendengar kisah ini lalu mengemas ritual "Horja Turun" atau "Manganjab Simagod" bersama pemerintah Belanda menjadi event wisata (1907-1908)
S U S U N A N K E P A N I T I A A N
Penanggung Jawab
Tuan Mr. Djariaman Damanik
Penasihat :
Pandapotan Damanik, SH
Dr. Sarmedi Purba
Parlindungan Damanik
Maruli Damanik
RH. Sipayung
Pengarah :
Ir. Paner Damanik
Muhar Omtatok Saragih
M Nur Irwansyah Sinaga
Dr. Rajin Saragih
Panitia Umum
Ketua Panitia
Hotman Damanik
Wakil Ketua Panitia
Jhon Damanik
Sekretaris
Sri Sultan S. Saragih
Wakil Sekretaris
Roni Sumbayak
Bendahara
Risma Roharta Damanik
Humas dan publikasi
Herman Sipayung, Roni Sumbayak, Gomal Ni Tuah Girsang
Tim Produksi
Koordinator Tim Produksi
Hendry Damanik
Wakil Koordinator Tim Produksi
Franswell Fabo Sumbayak
Konsumsi
Intan Damanik, Rista Damanik
Keamanan dan transportasi
Pebry Simarmata
Tim Kreatif
Stage Manager
Robinson Damanik
Sutradara
Sultan Saragih
Perkap
Salim Garingging
Dokumentasi
Fabo Sumbayak
Geni Sipayung
Pelatih tor tor
Tioena Enna Garingging
Rajajialam Sipayung
Make Up
Risma Roharta Damanik
Penerima tamu dan Tiketing
Egha Sinaga, Aderosa Sumbayak
Light Manager
ex. Officio Hendry Damanik
Sound Manager
ex. Officio Franswell Fabo Sumbayak
Dekorasi
ex. Officio Hotman Damanik
0 Comments