Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Museum Simalungun di Siantar Jadi "Pajangan" Semata

Sudah 24 tahun Bangunan Terbengkalai di Belakang MUSEUM SIMALUNGUN.Foto-foto Asenk Lee Saragih 2014

Sudah 24 tahun Bangunan Terbengkalai di Belakang MUSEUM SIMALUNGUN.Foto-foto Asenk Lee Saragih 2014

Koleksi MUSEUM SIMALUNGUN Yang Usang dan Lapuk karena tak ada dana perawatan.

Menteri Kebudayaan dan Industri Kreatif Mari Elka Pangestu saat berkunjung ke Museum Simalungun tanda didampingi Bupati Simalungun JR Saragih dan Pejabat Pemkab Simalungun Desember 2011 lalu. Kunjungan itu diprakarsai Komunitas Jejak Simalungun . Foto IST

Daftar Kunjungan di Museum Simalungun. Foto-Asenk Lee Saragih 2014

MUSEUM SIMALUNGUN di Jalan Sudirman Pematangsiantar. Kini minim kunjungan akibat kurang ditata menarik. Foto Asenk Lee Saragih 2014

Menteri Kebudayaan dan Industri Kreatif Mari Elka Pangestu saat berkunjung ke Museum Simalungun tanda didampingi Bupati Simalungun JR Saragih dan Pejabat Pemkab Simalungun Desember 2011. Kunjungan itu diprakarsai Komunitas Jejak Simalungun.IST

BERITASIMALUNGUN.COM, Siantar-Kepala Yayasan Museum Simalungun Jomen Purba sedih dan meratapi kondisi Museum Simalungun yang sangat minim pengunjung. Bahkan Museum Simalungun hanya sebatas pajangan dan tak dianggap sebagai sesuatu yang dapat dikemas untuk memikat pengunjung.

"Saya sudah sering mengusulkan agar sedikit dana untuk membuat Museum Simalungun sedikit menarik untuk dikunjungi. Namun karena minimnya dana, Museum Simalungun ini tak bisa ditata lebih apik lagi," ujarnya.
 
Menurut Jomen Purba, pihaknya sudah mengusulkan dana itu ke e Pemkab (Simalungun) dan Pemkot (Pematangsiantar). Adapun Museum Simalungun setiap harinya nyaris tak pernah dikunjungi. Hanya dua sampai empat pengunjung saja yang kadang-kadang datang.

"Tak ada yang menarik di Museum Simalungun ini karena penataan yang minim. Sehingga pengunjung minim. Tengoklah sendiri kayak hari ini, mana ada pengunjung yang datang," ujar Jomen Purba.

Satupun gak ada yang datang. "Sehari belum tentu ada yang datang. Kalau ada yang datang pun paling dua, tiga, empat," kata Jomen.

Masalah sepinya Museum Simalungun telah menjadi sorotan yang berlarut-larut hingga pemerintah maupun masyarakat setempat sendiri seakan tak lagi menganggap museum itu sebagai sesuatu yang menarik.

"Anda saja yang lantaran bukan orang sini. Kalau orang sini udah gak ada lagi yang peduli. Sekolah-sekolah ajapun gak ada siswanya
yang kemari," ujar Jomen kepada wartawan, Kamis (21/8).

Adapun museum tersebut berada di Jalan Sudirman, tepat di sebelah Kantor Polres Pematangsiantar. Museum tersebut setiap harinya buka sampai pukul 18.00 WIB. Untuk dewasa dikenakan Rp 5.000, sementara remaja dan anak-anak Rp 4.000 sampai Rp 2.000. "Retribusi itu paling untuk operasional ajanya. Kayak listrik,air," kata Jomen.

Riwayatmu Kini

Museum Simalungun adalah bangunan spesifik Simalungun menyimpan berbagai benda-benda dan barang-barang purbakala peninggalan kerajaan-kerajaan di Simalungun. Berbagai koleksi yang ada di Museum Simalungun yang terletak di Pusat Kota Pematangsiantar, kini lusuh dan kusam dan terancam hancur dimakan rayap.

Baru-baru ini, BS mengunjungi Museum Kebanggaan Simalungun tersebut. Di pintu gerbang Museum itu, BS dikejutkan dengan kondisi pagar sebelah kiri depan museum roboh akibat selokan tergerus air. Namun dalam tempo seminggu langsung diperbaiki pagar yang roboh itu. Kini kondisinya sudah kembali baik.
 
Kemudian BS melangkah ke belakang Museum itu tampak bangunan yang terbengkalai sudah belasan tahun. Staf honorer Museum Simalungun, Lili br Purba Pakapak memandu BS untuk melihat dengan kasat mata isi Museum Simalungun.

Kurang lebih dari 30 menit,
BS mengamati koleksi-koleksi yang ada dalam museum, baik di lantai dasar dan lantai satu.

Isi dari Museum Simalungun itu diantaranya peralatan rumah tangga
seperti : Parborason (tempat menyimpan beras), Pingga Pasu (piring
nasi untuk raja), Tatabu (tempat menyimpan air), abal-abal (tempat
menyimpan garam).

Peralatan pertanian seperti : wewean (alat memintal tali), hudali (cangkul), tajak (alat membajak tanah), agadi (alat menyadap nira),
peralatan perinakan seperti bubu (penangkap ikan dari bamboo), taduhan (tempat menyimpan ikan), hirang-hirang (jaringan penampung ikan), hail (kail).

Tidak hanya disitu,
BS juga melihat kasat mata alat-alat kesenian seperti Ogung, Mong-mong, Heseh, Gondrang, Sarunei, Sordam, Arbab, Husapi dan alat-alat perhiasan seperti Suhul Gading (keris), raut (pisau kecil), Gotong (kopiah laki-laki), bajut (tas wanita), Bulang (tudung wanita), Suri-suri (selendang wanita), Gondit (ikat pinggang wanita), Doramani (perhiasan kepala pria).

Secara kasat mata, koleksi-koleksi Museum Simalungun tersebut kurang terawat dengan baik. Ragam koleksi hanya diletakkan pada dalam lemari biasa yang bisa dihinggapi serangga dan debu.

Banyak peninggalan sejarah itu dibiarkan lapuk dan using tanpa adaya upaya pengawetan dan perawatan yang maksimal. Sepertinya Pemerintah Kabupaten Simalungun kurang peduli dengan keberadaan Museum Simalungun tersebut. Perawatan dan pemeliharaan hanya dilimpahkan kepada Yayasan Museum Simalungun yang diketuai Drs Djomen Purba Pakapak.

Pandangan
BS juga tertuju kepada rangka bangunan yang terbengkalai di belakang museum tersebut. Bangunan yang diperuntukkan gedung pertunjukan Adat, Budaya, Seni Simalungun serta ruang serga guna itu sudah terbengkalai pembangunannya selama 20 tahun.

Guna melanjutkan pembangunan yang terbengkalai itu, Yayasan Museum Simalungun telah membuat proposal pembangunan dengan anggaran Rp 1.185.000.000. Proposal itu ditanda tangani oleh Ketua Djomen Purba dan Sekretaris Tuahman Saragih. Namun hingga kini hasil dari proposal itu belum diketahui pasti.

Menurut Staf honorer Museum Simalungun, Lili br Purba Pakapak, keberadaan Museum Simalungun memang memprihatinkan. Selain biaya operasional dan perawatan minim, kunjungan ke Museum Simalungun dari 2005 hingga 2014 sangat minim.

Dari data yang terpajang di papan di Ruang Staf Museum Simalungun, jumlah kunjungan dari tahun 2005 hingga 2010 hanya 156 orang setiap bulannya. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kunjungan pada tahun 1972 hingga 2001 yang mencapai 4600 orang setiap bulannya.

Menurut Lili, tiga pegawai staf Museum Simalungun hanya diupah Rp 500.000 hingga Rp 1 Juta per bulan. Mereka meminta Pemkab Simalungun mengalokasikan anggaran untuk staf Museum Simalungun sesuai dengan standar.

“Kita hanya diupah minim. Hanya dengan isme kita terhadap Simalungun, hingga kini kami bertahan menjadi staf Museum Simalungun ini. Kita berharap ada perhatian Bupati Simalungun,”kata Lili br Purba didampingi Trieselda br Purba Tua, staf lainnya. (Asenk lee saragih)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments