Tortor Sombah Simalungun. Foto Asenk Lee Saragih. |
Pakaian Adat Perkawinan Simalungun. Foto Asenk Lee Saragih. |
Sumber Dari Wikipedia Bahasa Indonesia
Suku Simalungun-Jumlah populasi 3,5 juta jiwa (perkiraan 2008).
Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan Sumatra Utara: 3 juta jiwa.
Bahasa
Bahasa Simalungun (asli). Bahasa Indonesia dan bahasa Batak lain juga digunakan.
Agama
Kristen, Katolik, Islam, dan Animisme.
Kelompok etnis terdekat
Suku Batak Toba, Suku Batak Karo
Suku
Simalungun atau juga disebut Batak Simalungun adalah salah satu suku
asli dari provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten
Simalungun dan sekitarnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku
ini berasal dari daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini
terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun
adalah Damanik, dan 3 marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba.
Kemudian marga marga (nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di
Simalungun.
Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si
Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah
tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya Timur karena bertempat di
sebelah timur mereka.
Daftar isi
[sembunyikan]
* 1 Asal-usul
* 2 Kehidupan masyarakat Simalungun
* 3 Sistem Politik
* 4 Bahasa & Aksara
* 5 Kepercayaan
* 6 Marga
o 6.1 Harungguan Bolon
+ 6.1.1 Raja Nagur bermarga Damanik
+ 6.1.2 Raja Banua Sobou bermarga Saragih
+ 6.1.3 Raja Banua Purba bermarga Purba
+ 6.1.4 Raja Saniang Naga bermarga Sinaga
o 6.2 Marga-marga perbauran
* 7 Perkerabatan Simalungun
* 8 Pakaian Adat
* 9 Lihat pula
* 10 Catatan kaki
[sunting] Asal-usul
Terdapat
berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi sebagian
besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar
Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang [1]:
1.
Gelombang pertama (Simalungun Proto ), diperkirakan datang dari Nagore
(India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5,
menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke
Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.
2. Gelombang kedua (Simalungun Deutero), datang dari suku-suku di
sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.
Pada
gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih
menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4
Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke
daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah
sampai Batubara.
Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.
Pustaha
Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa
Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan
tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir
Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa
wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan
di Riau.
Kini, di Kabupaten Simalungun sendiri, Akibat derasnya
imigrasi, suku Simalungun hanya menjadi mayoritas di daerah Simalungun
Atas.
[sunting] Kehidupan masyarakat Simalungun
Peta pembagian kecamatan Kabupaten Simalungun ke dalam Simalungun Atas dan Simalungun Bawah.[2][3]
Sistem
mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan padi dan
jagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan jagung adalah
makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli diadakan
dengan barter, bahasa yang dipakai adalah bahasa dialek. "Marga"
memegang peranan penting dalam soal adat Simalungun. Jika dibandingkan
dengan keadaan Simalungun dengan suku Batak yang lainnya sudah jauh
berbeda.
[sunting] Sistem Politik
Pada masa sebelum Belanda
masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam 7 daerah yang terdiri
dari 4 Kerajaan dan 3 Partuanan.[4]
Kerajaan tersebut adalah:
1. Siantar (menandatangani surat tunduk pada belanda tanggal 23 Oktober 1889, SK No.25)
2. Panei (Januari 1904, SK No.6)
3. Dolok Silou
4. Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21)
Sedangkan Partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas:
1. Raya (Januari 1904, SK No.6)
2. Purba
3. Silimakuta
Kerajaan-kerajaan
tersebut memerintah secara swaparaja. Setelah Belanda datang maka
ketiga Partuanan tersebut dijadikan sebagai Kerajaan yang berdiri
sendiri secara sah dan dipersatukan dalam Onderafdeeling Simalungun.
Dengan
Beslit tanggal 24 April 1906 nomor 1 kemudian diperkuat lagi dengan
Besluit tanggal 22 Januari 1908 nomor 57, Raja Siantar Sang Nahualu
dinyatakan dijatuhkan dari tahtanya selaku Raja Siantar oleh pemerintah
Hindia Belanda. Pemerintahan kerajaan Siantar, menunggu akil baligh Tuan
Kodim dipimpin oleh suatu Dewan Kerajaan terdiri dari Tuan Marihat,
Tuan Sidamanik dan diketuai oleh Kontelir Simalungun.
Setelah
dibuangnya Raja Siantar Sang Naualuh dan Perdana Menterinya Bah Bolak
oleh Belanda dalam tahun 1906 ke Bengkalis, maka sudah ratalah kini
jalan untuk memaksakan Dewan Kerajaan Siantar yang diketuai Kontelir
Belanda itu dan dibentuklah Besluit tanggal 29-7-1907 nomor 254 untuk
membuat Pernyataan Pendek (Korte Verklaring) takluknya Siantar kepada
Pemerintah Hindia Belanda. Dari isi surat-surat dokumen Belanda dapatlah
direka yang tersirat bahwa dimakzulkannya dari tahta Siantar Tuan Sang
Nahualu dan dibuangnya ia bersama perdana menterinya Bah Bollak ke
Bengkalis 1906, adalah terutama karena background : Ia bersama hampir
seluruh Orang-orang Besar Kerajaan Siantar adalah anti penjajahan
Belanda; bahwa merembesnya propaganda Islam ke Simalungun khususnya dan
Tanah Batak umumnya tidaklah disenangi oleh penjajah Belanda.
Pada
16 Oktober 1907 oleh Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah Hata
(Tuan Sidamanik), melalui Verklaring (Surat Ikrar), dinyatakan tunduk
kepada Belanda.
Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai
aksara Arab Melayu dengan Bahasa Melayu dan aksara Latin dengan Bahasa
Belanda itu, tertulis, “
Ten eerste: dat het landschap Siantar
een gedeelte uitmaakt van Nederlandsch Indie en derhalve staat onder de
heerschappij van Nederland..” (Pertama: bahwa wilayah Siantar merupakan
bagian dari Hindia Belanda dan karena itu berada di bawah kerajaan
Belanda…). Masih ditambahkan bahwa akan setia kepada Ratu Belanda dan
Gubernur Jenderal.
Sejak Surat Ikrar Torialam dari Marihat dan
Riah Hata dari Sidamanik itu, Kerajaan Siantar akhirnya di bawah
pengawasan Belanda. Belanda kemudian menobatkan putra Sang Naualuh bukan
dari permaisuri, yang masih teramat muda, Tuan Riah Kadim menjadi raja
pengganti. Tuhan Riah Kadim yang masih polos itu kemudian diserahkan
Belanda kepada Pendeta Zending Guillaume di Purba. Pada Tahun 1916,
Tuhan Riah Kadim diubah namanya menjadi Waldemar Tuan Naga Huta dan
diakui Belanda sebagai Raja.( Suntingan dari Muhar Omtatok , Erond
Damanik dan Juandaha Raya Purba Dasuha).
Selain 3 partuanan yang tersebut atas masih terdapat beberapa partuaan yang lain antara lain:
1. Parbalogan (tuan parbalogan op.Dja Saip Saragih Napitu) yang wilayahnya dari parmahanan hingga ke tigaras
2. Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha , Si Ria Kadi Toean Van Manik Si
Polha , Toean Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha , Toean Intan Pulo
Bosar Sipolha , Tuan Kalabosar ( Dolok Maraja Sipolha ), Tuan
Paraloangin ( Jambur Na Bolag Sipolha ), Tuan Parangsangbosi ( Paribuan
Sipolha ) semua Keturunan Raja Naposo Damanik.
3. Si Tahan Batoe
Toean Van Si Polha / Toean Laen / Nai Tukkup , salah satu keturunannya
adalah Tuan Jahutar Damanik dan Tuan Humala Sahkuda Damanik ( Hutabolon
Sipolha ) orang tua dari: Tuan Djapurba Damanik, Tuan Djabagus Damanik,
Tuan Djabanten Damanik, mantan Bupati Kabupaten Simalungun, Tuan
Djahormat Damanik, Mora br.Damanik, Mayun br. Damanik.
4. Si Ria Kadi Toean Van Manik Si Polha / Toean Markadim / Nai Simin , keturunannya sebagai berikut pada no 5 , 6 , 7 :
5. Tuan Paraloangin Damanik ( Tuan Jambur Na Bolag Sipolha ) dengan
laweinya Radja Israel Sinaga Prapat dari Parapat salah satu keturunannya
adalah Tuan Labuhan Asmin Damanik ( Tuan Jambur Na Bolag berikutnya )
keturunannya adalah Prof.DR SC Reynold Kamrol Damanik ( USU ) , Prof DR
David Tumpal Damanik ( USA ) , Cand.DR.Ec Daulat Damanik MA. ( Jerman ).
6. Tuan Parangsangbosi Damanik ( Tuan Paribuan Sipolha ) salah satu
keturunannya adalah Brigjen Pol (Purn) Muller Damanik , SH ( Mantan
Rektor USI P.Siantar).
7. Tuan Kalabosar Damanik ( Tuan Dolok
Maraja Sipolha ) salah satu keturunannya adalah Ir. Syamsirun Damanik (
mantan salah satu Direktur Kem. Pertanian RI ) , Drs Pangsa Damanik.
8. Toean Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha , salah satu
keturunannya Mayjen TNI (Purn) Pieter Damanik ( Mantan Dubes RI di
Philipina ) , Ir Djagunung Damanik , Revol Damanik.
9. Sipintu
angin (tuan op.S.Saragih Turnip) merupakan orang tua dari Saragih Ras.
Yang hingga kini tugunya (tugu hoda bottar)masih terlihat di Perbatasan
Panatapan Ds.Tigaras
DENGAN KORT VERKLARING, 16 OKTOBER 1907,
BELANDA MEMBAGI KERAJAAN SIANTAR MENJADI 37 PERBAPAAN dan tuan SAUADIM,
DAMANIK KE XV, PERBAPAAN DARI BANDAR diangkat BELANDA MENJADI RAJA
SIANTAR yang berakhir sampai tahun Revolusi Simalungun 1946.
3. SURAT IKRAR
Bahwa ini ikrar kami :
Si Tori Alam , Tuan Marihat dan Si Ria Hata Tuan Sidamanik.
Yaitu : bersama masuk komisi pemerintahan jajahan negeri Siantar mengaku tiga perkara yang tersebut di bawah ini , yaitu :
Pasal
yang pertama. Bermula ikrar kami bahwa sesungguhnya negeri Siantar jadi
suatu bahagian daripada Hindia Nederland , maka takluklah negeri
Siantar itu kepada kerajaan Belanda , maka wajiblah atas kami
selama-lamanya bersetia kepada Baginda Sri Maharaja Belanda dan kepada
wakil baginda yaitu Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal
Hindia Nederland , maka oleh Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur
dikurniakan kepada kami jabatan pemerintahan di dalam Negeri Siantar.
Pasal
yang kedua. Maka mengakulah dan berjanjilah kami , bahwa kami tiada
akan membicarakan suatu apa dari pada ikwal kami dengan Raja - raja yang
asing , melainkan musuh Baginda Sri Maharaja itu musuh kami , begitu
juga sahabat Sri Maharaja Belanda itu Sahabat kami adanya.
Pasal
yang ketiga. Bahwa mengakulah dan berjanjilah kami , bahwa sesungguhnya
segala peraturan hal ikwal Siantar , baik yang telah diaturkan , baik
yang akan diikrarkan oleh atau dengan nama Baginda Sri Paduka yang
dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland atau wakilnya semua
pengaturan itu kami hendak menjalankan akan segala perintah yang
diperintahkan kepada kami , baik oleh Sri paduka yang dipertuan besar
Gubernur Jenderal baik oleh wakilnya , semua perintah itu kami hendak
menurutkan juga adanya. Demikianlah Ikrar yang telah kami mengaku dengan
bersumpah di Pematang Siantar pada enam belas Oktober 1907, dan
tersurat tiga helai yang sama bunyinya.
Si Tori Alam
Si
Ria Hata ( Anggota dari komisi Kerajaan Siantar ) Disaksikan oleh Si
Jure Lucan O'Brien , Controleur Simalungun. Ikrar ini disyahkan dan
dikuatkan pada tanggal 22 Januari, 1908. Gubernur Jenderal Hindia
Belanda
d.t.o
( V.Heutz )
4. Proces - Verbal / Berita Acara.[5]
Pada hari ini tanggal 16 Oktober 1907 hadir di hadapan saya Jure Lucan O'Brien . Controleur Simalungun.
Op heden , den Zestienden october negentien honderd en zevend , voor mij , J.L.O'Brien , Controleur van Simeloengoen.
1. Si Saoeadim , Toean Van Bandar
2. Si Badjandin , Toean Van Bandar Poelau (salah 1 keturunannya
adalah Drs. Tuan Zulkarnain Damanik, MM, Bupati Simalungun periode
2005-2010)
3. Si Kani , Toean Van Bandar Bajoe
4. Si Djamin , pemangkoe Van Toean Negeri Bandar
5. Si Mia , Toean Van Si Malangoe
6. Si Kama , Roumah Suah
7. Si Bisara , Nagodang
8. Si Djommaihat , Toean Kahaha
9. Si Djarainta , Toean Boentoe
10. Si Djandioeroeng , Toean Dolok Siantar
11. Si Silim , Toean Van Bandar Sakoeda
12. Si Djontahali , Toean Van Mariah Bandar
13. Si Rimmahala , Toean Van Naga Bandar
14. Si Kadim , Toean Van Bandar Tonga
15. Si Tongma , Bah Bolak Van Pematang Siantar
16. Si Naman , Toean Van Lingga
17. Si Djaha , Toean Van Bangoen
18. Si Djibang , Toean Van Dolok Malela
19. Si Djandiain , Toean Van Silo Bajoe
20. Si Lampot , Toean Van Djorlang Hoeloean
21. Si Djanji-arim , Toean Van Maligas Bandar
22. Si Djadi , Toean Van Sakuda
23. Si Radjawan , Toean Van Gunung Maligas
24. Si Djaoelak , Toean Van Tamboen
25. Si Tahan Batoe , Toean Van Si Polha
26. Si Ria Kadi , Toean Van Manik Si Polha
27. Si Ganjang , Toean Van Repa
28. Si Djoinghata , Toean Van Pagar Batoe
29. Si Djaingot , Toean Van Si Lampoeyang
30. Si Djaoeroeng , Toean Van Gadjing
31. Si Mahata , Toean anggi Van Sidapmanik
32. Si Bandar , Toean Manik Hataran
33. Si Takkang , Toean Van Tamboen Rea
34. Si Rian , Toean Van Manik Maradja
35. Si Marihat , Toean Van Perbalogan
36. Si Pinggan , Toean Van Hoeta Bajoe
37. Si Djoegmahita , Toean Van Manggoetoer
Dimana
mereka sebagai para kepala kerajaan / perbapaan , dihadapan saya telah
menerangkan dan bersetuju dengan keterangan yang dibuat ini hari oleh
komisi kerajaan Siantar dengan kehadirannya atas sumpah dan dikuatkan
dalam ikrar ini. Demikian diperbuat ikrar ini berdasarkan berita acara
dengan tiga rangkap.
Pematang Siantar , 16 Oktober 1907.-
Controleur Simalungun.
d.t.o
(Jure Lucan O'Brien)
Partuanan-partuanan
ini tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Belanda saat itu, di daerah
dilakukan perlawanan perlawanan kecil secara bergerilya.
[sunting] Bahasa & Aksara
Bahasa Simalungun
Hata Simalungun
Dituturkan di Kabupaten Simalungun (Sumatera Utara, Indonesia)
Daerah Kabupaten Simalungun
Jumlah penutur 1 juta
Peringkat -
Rumpun bahasa Austronesia
Melayu-Polinesia
Melayu-Polinesia Barat
Kode-kode bahasa
ISO 639-1 Tidak ada
ISO 639-2 –
ISO 639-3 –
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bahasa Simalungun
Suku
Simalungun menggunakan Bahasa Simalungun (bahasa simalungun: hata/sahap
Simalungun) sebagai bahasa Ibu. Derasnya pengaruh dari suku-suku di
sekitarnya mengakibatkan beberapa bagian Suku Simalungun menggunakan
bahasa Melayu, Karo, Batak, dan sebagainya. Penggunaan Bahasa Batak
sebagian besar disebabkan penggunaan bahasa ini sebagai bahasa pengantar
oleh penginjil RMG yang menyebarkan agama Kristen pada Suku Ini.
Aksara yang digunakan suku Simalungun disebut aksara Surat Sisapuluhsiah.[6][7][8]
[sunting] Kepercayaan
Bila
diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan
yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari "Datu" (dukun)
disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului
panggilan kepada Tiga Dewa yang disebut Naibata, yaitu Naibata di atas
(dilambangkan dengan warna Putih), Naibata di tengah (dilambangkan
dengan warna Merah), dan Naibata di bawah (dilambangkan dengan warna
Hitam). 3 warna yang mewakili Dewa-Dewa tersebut (Putih, Merah dan
Hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai
hiasan rumahnya.
Orang Simalungun percaya bahwa manusia dikirim
ke dunia oleh naibata dan dilengkapi dengan Sinumbah yang dapat juga
menetap di dalam berbagai benda, seperti alat-alat dapur dan sebagainya,
sehingga benda-benda tersebut harus disembah. Orang Simalungun menyebut
roh orang mati sebagai Simagot. Baik Sinumbah maupun Simagot harus
diberikan korban-korban pujaan sehingga mereka akan memperoleh berbagai
keuntungan dari kedua sesembahan tersebut.[9]
Patung Sang Budha menunggang Gajah koleksi Museum Simalungun, yang menunjukkan pengaruh ajaran Budha pada Masyarakat Simalungun.
Ajaran
Hindu dan Budha juga pernah memengaruhi kehidupan di Simalungun, hal
ini terbukti dengan peninggalan berbagai patung dan arca yang ditemukan
di beberapa tempat di Simalungun yang menggambarkan makna Trimurti
(Hindu) dan Sang Buddha yang menunggangi Gajah (Budha).
[sunting] Marga
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Marga simalungun
[sunting] Harungguan Bolon
Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR[10], yaitu:
* Sinaga
* Saragih
* Damanik
* Purba
Keempat
marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan
besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling
bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang
munssuh).
Keempat raja itu adalah[11]:
[sunting] Raja Nagur bermarga Damanik
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Damanik
Damanik
berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik
berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma,
agung/terhormat, paling cerdas).
[sunting] Raja Banua Sobou bermarga Saragih
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Saragih
Saragih
dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti
atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau
pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.
Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba, Simalungun.
[sunting] Raja Banua Purba bermarga Purba
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Purba
Purba
menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti
timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan
pengetahuan, cendekiawan/sarjana.
[sunting] Raja Saniang Naga bermarga Sinaga
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sinaga
Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor.
[sunting] Marga-marga perbauran
Perbauran
suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau Samosir,
Silalahi, Karo, dan Pakpak menimbulkan marga-marga baru.
Selain
itu ada juga marga-marga lain yang bukan marga Asli Simalungun tetapi
kadang merasakan dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun, seperti
Lingga, Manurung, Butar-butar dan Sirait.
[sunting] Perkerabatan Simalungun
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Partuturan
Orang
Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu
partuturan (perkerabatan) di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal
nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja
adat (acara-acara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun
bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda)
tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?"
Hal
ini dipertegas oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin
Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei”
(dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh
kasih).
Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan
karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan
adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang
bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja
Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja
Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari
Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari
Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.
Adapun
Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan.
Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan
(pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai
berikut:[12]
* Tutur Manorus / Langsung
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.
* Tutur Holmouan / Kelompok
Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun
* Tutur Natipak / Kehormatan
Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.
[sunting] Pakaian Adat
Kain
Adat Simalungun disebut Hiou. Penutup kepala lelaki disebut Gotong,
penutup kepala wanita disebut Bulang, sedangkan yang kain yang disandang
ataupun kain samping disebut Suri-suri.
Sama seperti suku-suku
lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari
penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku
Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan
berbagai ornamennya.
Ulos pada mulanya identik dengan ajimat,
dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan
dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan
perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku
bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan
Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan
ulosnya.[13]
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari
3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun
dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa
digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar
(seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki
kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya
melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou.
Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup
kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup
punggung dan lain-lain.
Hiou dalam berbagai bentuk dan
corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya Hiou
penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah
bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian
sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun
juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan,
yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan
tutup bagian bawah (abit).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan
Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk
destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan,
disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari
Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk
tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar
Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong
berbentuk Tengkuluk Batik.
[sunting] Lihat pula
* Kabupaten Simalungun
* Saragih
* Damanik
* Purba
* Sinaga
[sunting] Catatan kaki
1. ^ Herman Purba Tambak, SIB 3 September 2006, hlm. 9
2. ^ Laporan Daerah Tingkat II Simalungun, tahun 1963, P. Siantar,
1963, hlm. 2. Dimuat dalam: R.W. Liddle, Suku Simalungun: An Ethnic
Group in Search of Representation, dalam Indonesia, Vol. 3, (Apr.,
1967), hlm. 1-28.
3. ^ Cornell South East Asia Program: William R. Liddle, Suku Simalungun: An Ethnic Group in Search of Representation.
4. ^ J.P. Siboro (ed), 60 tahun Indjil Kristus di Simalungun, Pimpinan Pusat GKPS, P. Siantar, 1963, hlm. 7.
5. ^ Jahutar Damanik, NPV: 2.029.293, Raja Sang Naualuh , Sejarah
Perjuangan Kebangkitan Bangsa Indonesia , Medan, medio 1981 cetak ulang
tahun 1987
6. ^ 80 Tahun Djariaman Damanik, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, hlm. 335-336.
7. ^ J.R. Hutauruk, Kemandirian Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993, hlm.164.
8. ^ F. Marodjahan Purba, Undang-undang ni Surat Simalungun, Kalangan Sendiri, Pamatang Raya, 1974, hlm.1-58.
9. ^ De Resident der Oostkust op Sumatra, Nota van toelichting
betreffende de Simeloengoensche landschappen Siantar, Panei, Tanah Djawa
en Raja, Medan, 13 Mei 1909, hal.3-4 dalam Apulman Saragih, Gema
Sinalsal, Skripsi STT Jakarta, 1979, hlm.12.
10. ^ The Simalungun Protestant Church in Indonesia, a brief history, Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 1983, hlm. 6
11. ^ Pdt Juandaha Raya P Dasuha, STh, SIB(Perekat Identitas Sosial Budaya Simalungun) 22 Oktober 2006
12. ^ Jaumbang Garingging, Palar Girsang, Adat Simalungun, Medan, 1975
13. ^ Biranul Anas / Jonny Purba, Busana Tradisional Batak, Taman Mini Indonesia Indah
Marga-marga dalam Suku Simalungun
Damanik · Purba · Saragih · Sinaga
(Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org)
0 Comments