Si
Raja Batak dari Sianjur Mulamula – Pusuk Buhit
Hubungan
Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula di kaki Pusuk Buhit ini dengan Orang
Simalungun dimulai dari Si Raja Batak itu sendiri. Menurut penuturan W.M.
Hutagalung, dalam bukunya: “PUSTAHA BATAK: TAROMBO DOHOT TURITURIAN NI BANGSO
BATAK” (1926), bahwa Si Raja Batak adalah keturunan dari Raja Ihat Manisia
sebagai hasil perkawinan dari Si Borudeak Parujar dengan Raja Odapodap. Mereka
berdua adalah penghuni langit ketujuh yang turun ke bumi dan mendiami Sianjur
Mula-mula di kaki Pusuk Puhit. Mereka berdua turun-naik melalui puncak Pusuk
Buhit ke Sianjur Mula-mula dan Sianjur Mula-mula dipandang sebagai kampung awal
persebaran manusia.
Si Raja Batak merupakan keturunan dari Raja Ihatmanisia.
Dalam tarombo dan turiturian itu diceritakan bahwa keturunan Si Raja Batak ada
sebagian ke tanah Pakpak menjadi Batak Pakpak, ke tanah Karo menjadi Batak
Karo, ke tanah Simalungun menjadi Batak Simalungun, dan ke tanah Mandailing
menjadi Batak Mandailing. Begitulah ringkasan penuturan W.M. Hutagalung dalam
bukunya yang laris manis itu.
Pada Juli 2013, Balai Arkeologi Medan melakukan penelitian
"Jejak
Peninggalan Tradisi Megalitik di Kabupaten Samosir" dengan
melakukan kegiatan ekskavasi dan survei arkeologi. Tinggalan megalitik yang mereka temukan
di Samosir, yaitu: sarkofagus, tempayan batu, kubus batu, kubur pahat batu,
tambak batu, batu dakon, menhir, patung-patung batu seperti patung pangulu
balang, lesung batu, palungan batu, bottean, sakkal, gajah dari batu paha,
parik (pagar batu), dan punden berundak. Tempayan batu seperti disebutkan tadi
ada ditemukan di Sumatera Selatan yang berasal dari millenium kedua masehi.
Rumah adat memiliki pola arsitektur rumah panggung melengkung yang merupakan ciri budaya Dong
Son.
Pola hias di rumah adat dalam bentuk berbagai macam binatang dan
sulur-suluran yang dibuat dengan hiasan rumbai-rumbai seperti bulu-bulu yang
panjang baik itu pada pahatan flora ataupun pahatan fauna mengingatkan akan
hiasan model yang serupa pada benda-benda perunggu yang berasal dari Dong Son.
Gambar cecak sebagai lambang kejujuran dan atau kebenaran bagi para pemimpin
yang memimpin.
Pada tradisi paleometalik Dong Son sangat umum dikenal
motif-motif antara lain sulur-suluran, spiral atau pilin berganda, geometris
berupa segi empat, bulatan, tumpal maupun belah ketupat dan motif-motif itu
masih selalu hadir pada berbagai aspek tinggalan budaya Toba (Wiradnyana &
Setiawan, Jejak Peninggalan Tradisi Megalitik di Kabupaten Samosir,
2013).
Berdasarkan
penelitian arkeologi di atas, disimpulkan bahwa pendukung budaya Dong Son yang
merupakan penutur bahasa Austronesia telah datang dari Cina Selatan setelah
melalui Taiwan terus berakhir di Sianjur Mula-mula sekitar 800 (+/- 200) tahun lalu (Wiradnyana, 2015). Hal ini sesuai dengan
Teori Out of Taiwan yang sangat terkenal itu. Mark Lipson (Juni 2014) --- dengan
menggunakan data-data dari HUGO
Pan-Asian SNP Consortium dan CEPH-Human Genome Diversity Panel (HGDP), yang
data awalnya dipasok oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman --- melakukan
analisa statistikal atas DNA penutur Austronesia.
Analisa atas DNA penutur
Austronesia itu termasuk DNA Orang Toba (Mark Lipson, New statistical genetic methods for
elucidating the history and evolution of human populations, 2014:85-90) dapat disimpulkan bahwa Orang Taiwan yang
datang ke Sianjur Mula-mula berasal dari suku Amis dan suku Atayal,
yang kedua-duanya merupakan suku asli Taiwan. Khusus suku Amis dan suku Atayal
merupakan keturunan dari suku H’Tin
dari Thailand (Austroasiatik) yang sudah bercampur dengan penutur Austronesia,
sehingga kedua suku ini memiliki DNA: Austronesia + Austroasiatik. Diperkirakan
percampuran itu terjadi di Cina Selatan dan oleh karena ledakan penduduk,
mereka pun bermigrasi ke Taiwan membentuk suku Amis dan suku Atayal tadi. Jadi,
DNA penghuni awal Sianjur Mula-mula terdiri dari Austronesia dan Austroasitik.
Orang Simalungun
Sebagaimana dikemukakan dalam buku: “SEJARAH ETNIS
SIMALUNGUN” (Agustono & Tim, 2012:-24-47), bahwa Orang Simalungun
cikal-bakalnya dari Kerajaan Nagur yang sudah berdiri sejak abad ke-6
sebagaimana menurut catatan Dinasti Sui. Kerajaan Nagur, cikal-bakal masyarakat
Simalungun ini, didirikan oleh Datu Parmanik-manik, yang selanjutnya berubah
menjadi Damanik. Pada dasarnya Kerajaan Nagur ini tetap berkelanjutan hingga
masa Raja Maropat (1400-1907) dengan Raja bermarga Damanik di Kerajaan Siantar
terus berlanjut lagi pada masa Raja Marpitu (1907-1946). Raja Nagur, Datu
Parmanik-manik itu, berasal dari India.
Raja Maropat (1400-1907) dibentuk
menurut nama panglima Kerajaan Nagur, yang menjadi 4 kelompok marga di
Simalungun, yaitu: Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba, yang disingkat SiSaDaPur. Marga yang empat inilah
marga Simalungun asli yang menjadi marga pemilik tanah di Simalungun sejak
zaman dulu.
Lebih jauh, menurut arkeolog Prof. Dr. Harry Truman
Simanjuntak, bahwa hasil penelitian menunjukkan adanya dua arus migrasi
besar ke Indonesia yang menjadi cikal bakal leluhur langsung bangsa Indonesia.
Pertama, penutur Austroasiatik yang tiba pada 4.300-4.100 tahun lalu dan,
kedua, penutur Austronesia yang datang pada kisaran 4.000 tahun lalu.
Arus migrasi terjadi setelah pertanian di sekitar
China Selatan (asal kedua rumpun itu) berkembang pesat hingga terjadi ledakan
jumlah penduduk yang memaksa mereka bermigrasi. Kedua ras Mongoloid yang
menggunakan bahasa berbeda ini akhirnya bertemu di sekitar Jawa, Kalimantan,
dan Sumatera. Penutur Austronesia ternyata lebih berhasil mempengaruhi
penutur Austroasiatik, sehingga berubah menjadi penutur suku bangsa lain. Sebelum kedua penutur tadi
datang, sudah ada ras Australomelanesoid, yang hingga sekarang hidup di wilayah
Indonesia timur, seperti Papua (Kompas, 07/08-2014).
Ras
Australomelanesoid maksudnya adalah Orang Negrito yang merupakan pendukung
budaya Hoabinh. Orang Negrito, pendukung budaya Hoabinh, inilah yang pertama
datang ke Sumatera bagian Utara setelah Sundaland tenggelam, karena sebelumnya
Sumatera, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau kecil lainnya masih menyatu dengan
Semanjung Malaka yang disebut Sundaland.
Penelitian arkelogi yang telah
dilakukan sebelumnya di beberapa tempat di pesisir timur Sumatera bagian Utara
mulai dari Deli Serdang sampai Lhok Seumawe menemukan bahwa para pendukung
budaya Hoabinh sudah jauh hari datang (Wiradnyana, 2011:19-21, 127). Apa yang dikemukakan Harry Truman Simanjuntak
tadi mengkonfirmasi hasil penelitian P. Voorhoeve (1937) yang menyatakan bahwa
bahasa Simalungun merupakan bagian rumpun bahasa Austronesia (Bahasa
Simalungun, dalam Wikipedia). Oleh karena itu, Orang Simalungun merupakan
penutur bahasa Austronesia. Apabila menggunakan pendapat tadi, maka
diperkirakan ketiga penutur bahasa ini sudah datang sebelum kedatangan Raja
Nagur ke Simalungun.
Antara Fakta atau Mitos
Apabila melihat kepada Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula,
maka jelas bahwa Si Raja Batak adalah Orang Taiwan yang memiliki DNA
Austronesia dan Austroasiatik. Sementara Raja-raja Nagur berasal dari India,
sehingga berbeda sekali dengan Si Raja Batak yang dari Taiwan. Apalagi melihat
pada waktu kedatangan keduanya di mana Si Raja Batak diperkirakan datang
sekitar 800 (+/- 200) tahun lalu, sedang Kerajaan Nagur sudah eksis pada abad
ke-6 (enam), sehingga jauh sekali rentang waktunya.
Gambaran hasil penelitian mengenai migrasi yang
terjadi ke Indonesia selama ini memperlihatkan bahwa ras australomenesoid yang
lebih dahulu datang pada masa Mesolitik, 10.000-6.000 tahun lalu. Di samping
itu masih ada penutur Austroasiatik dan penutur Austronesia, yang kedua-duanya
merupakan ras Mongoloid, mereka juga datang bermigrasi, tetapi akhirnya penutur
Austronesia memenangkan bahasa Austronesia di Simalungun. Fakta ini membuktikan
bahwa Orang Simalungun bukanlah keturunan Si Raja Batak, karena Si Raja Batak
itu paling belakangan tiba di Sianjur Mula-mula – Pusuk Buhit.
Sebelum Si Raja Batak datang ke
Sianjur Mula-mula di Negeri Toba, dalam bukunya: “Prasejarah Kepulauan
Indo-Malaysia” (2000:339), Peter Belwood menulis bahwa Orang Negrito sudah datang ke Humbang di
Negeri Toba pada sekitar 6.500 tahun lalu. Peter Belwood merujuk pada hasil
penelitian paleontologi yang dilakukan Bernard K. Maloney di Pea Simsim, Pea Sijajap,
Pea Bullock, dan Tao Sipinggan daerah Humbang, Negeri Toba.
Penelitian Maloney
ini dan penelitian Balai Arkeologi Medan di Samosir yang sudah disebutkan tadi dikonfirmasi oleh hasil analisa DNA
Orang Toba oleh Mark Lipson (2014:87) dengan menyimpulkan bahwa DNA Orang Toba
terdiri dari: Austronesia 55%, Austroasiatik
25%, dan Negrito 20%. Maka, jelas bahwa Orang Toba bukan hanya Orang Taiwan
(Austronesia+Austroasitik), tetapi campuran Orang Taiwan dan Orang Negrito.
Orang Negrito sudah ada mendiami Humbang
sebelum Si Raja Batak datang ke Sianjur Mula-mula di kaki Pusuk Buhit, Negeri
Toba, sehingga pernyataan bahwa Sianjur Mula-mula merupakan awal persebaran
manusia bukanlah fakta, melainkan hanyalah mitos.
Kesimpulan:
Kerajaan Nagur, yang datang dari India dan sudah eksis
sejak abad keenam, merupakan cikal-bakal masyarakat Simalungun. Bahasa
Simalungun termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia menunjukkan bahwa sebelumnya
sudah ada penutur bahasa Austronesia datang ke Simalungun selain penutur bahasa
lainnya yang biasa ditemukan di Indonesia, yaitu penutur bahasa Austroasiatik
dan Orang Negrito.
Semuanya ini membuktikan bahwa Orang Simalungun bukanlah
keturunan Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula di kaki Pusuk Buhit. Pendatang
dari Negeri Toba tidak lantas menjadikan Orang Simalungun menjadi keturunan Si
Raja Batak, karena masyarakat Simalungun sudah ada di Tanah Simalungun sebelum
Si Raja Batak tiba di Sianjur Mula-mula sekitar 800 (+/- 200) tahun lalu. Oleh
karena itu, pernyataan bahwa Orang Simalungun adalah keturunan Si Raja Batak dari
Sianjur Mula-mula di kaki Pusuk Buhit bukanlah fakta, tetapi hanyalah mitos! ***
Catatan Kaki: ORANG TOBA: Asal-usul, Budaya,
Negeri, dan DNA-nya, oleh: Edward Simanungkalit dalam
htt://sopopanisioan.blogspot.com
Kebenaran
itu memerdekakan (Yohanes 8:32)
(*)
Makalah ini disampaikan dalam acara diskusi di Kedai Budaya Rayantara,
Jl.
T.B. Simatupang No. 80, Pematang Siantar
Jumat,
07 Agustus 2015
____
0 Comments