Rais Aam PBNU Mustofa Bisri (kiri) didampingi pimpinan sidang Slamet
Effendy Yusuf (tengah) dan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj (kanan)
memberikan fatwa saat pembahasan rancangan Tata Tertib Muktamar Ke-33 NU
di Alun-alun Jombang, Jawa Timur, Senin (3/8). Gus Mus mengeluarkan
fatwa pemilihan rais aam akan ditentukan secara musyawarah mufakat oleh
rais syuriah se-Indonesia, dan untuk Ketua Umum PBNU akan dipilih oleh
muktamirin.ANTARA/ZABUR KARURU
Tangisan KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang Menyadarkan!. Bentuk kerendahan hati mengingatkan peserta muktamar (muktamirin). Bukan marah-marah atau arogan. Begitu, kalau pemimpin. |
Tak ada lagi kegaduhan di antara
muktamirin. Tak seorang muktamirin pun yang berdiri sembari mengacungkan
tangan, bersahutan meminta bicara. Semua duduk dengan tenang, diam.
Bahkan angin pun seperti berhenti bergerak di tenda besar tempat Rapat
Pleno Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama digelar di Alun-alun Jombang.
"Ketika saya mengikuti persidangan-persidangan yang sudah lalu,
(bicaranya terhenti sejenak) saya menangis karena NU yang selama ini
dicitrakan sebagai organisasi keagamaan panutan, penuh dengan akhlakul
karimah, yang sering mengkritik praktik-praktik tidak terpuji dari
pihak-pihak lain, ternyata digambarkan dalam media massa begitu buruk,"
ujar Gus Mus.
Air mata Gus Mus tak tertahan lagi. Bicaranya bergetar menahan tangis.
"Saya malu kepada Allah Ta'ala, malu kepada hadratusyaikh Kiai Haji
Hasyim Asy'ari, malu kepada Kiai Abdul Wahab Hasbullah, malu kepada Kiai
Bisri Syansuri, malu kepada Kiai Romli Tamin, dan pendahulu-pendahulu
kita. Yang mengajarkan kita akhlakul rasul. Lebih menyakitkan lagi
ketika pagi tadi saya disodori headline koran, muktamar NU gaduh," ujar
Gus Mus tercekat menahan tangis.
"Kalau nanti Anda-Anda tidak
bisa disatukan lagi, maka saya dengan para kiai memberikan solusi, kalau
bisa musyawarah, kalau tak bisa pemungutan suara. Itu AD/ART kita.
Karena ini urusan pemilihan rais aam, maka kiai- kiai akan memilih
pemimpin kiai," katanya.
Semua menyimak dengan takzim saat
Pejabat Sementara Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
KH Mustofa Bisri berbicara di hadapan muktamirin, Senin (3/8).
Setelah Gus Mus selesai bicara, pemimpin sidang menyerukan kepada
muktamirin, apakah setuju dengan penyelesaian tersebut. Semua menyatakan
setuju. Tak ada lagi perbedaan dan kegaduhan. Kali ini, suara shalawat
muktamirin yang bersahutan.
Pemimpin agama harus berwibawa dan berkarisma. Adakah pemimpin Agama sepeduli dan seberkarisma ini? Panjang umur Gus Mus.(FB-Jannerson Girsang)
Muktamar NU
Tangisan Gus Mus yang Menyadarkan
Tak ada lagi kegaduhan di antara muktamirin. Tak
seorang muktamirin pun yang berdiri sembari mengacungkan tangan,
bersahutan meminta bicara. Semua duduk dengan tenang, diam. Bahkan angin
pun seperti berhenti bergerak di tenda besar tempat Rapat Pleno
Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama digelar di Alun-alun Jombang.
Semua
menyimak dengan takzim saat Pejabat Sementara Rais Aam Syuriah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Mustofa Bisri berbicara di
hadapan muktamirin, Senin (3/8).
KH Mustofa Bisri, yang akrab
dipanggil Gus Mus, bersama kiai sepuh NU lainnya terpaksa turun tangan
mengatasi kegaduhan muktamar, yang percikannya mulai terjadi sejak
registrasi peserta pada Sabtu lalu.
Saat pemimpin sidang Slamet
Effendy Yusuf memberi kesempatan Gus Mus bicara, keheningan menyeruak di
antara muktamirin. Suara Gus Mus teduh tetapi tertahan.
"Ketika
saya mengikuti persidangan-persidangan yang sudah lalu, (bicaranya
terhenti sejenak) saya menangis karena NU yang selama ini dicitrakan
sebagai organisasi keagamaan panutan, penuh dengan akhlakul karimah,
yang sering mengkritik praktik-praktik tidak terpuji dari pihak-pihak
lain, ternyata digambarkan dalam media massa begitu buruk," ujar Gus
Mus.
Air mata Gus Mus tak tertahan lagi. Bicaranya bergetar menahan tangis. "Saya malu kepada Allah Ta'ala, malu kepada hadratusyaikh Kiai
Haji Hasyim Asy'ari, malu kepada Kiai Abdul Wahab Hasbullah, malu
kepada Kiai Bisri Syansuri, malu kepada Kiai Romli Tamin, dan
pendahulu-pendahulu kita. Yang mengajarkan kita akhlakul rasul. Lebih menyakitkan lagi ketika pagi tadi saya disodori headline koran, muktamar NU gaduh," ujar Gus Mus tercekat menahan tangis.
Masih
dengan berurai air mata, Gus Mus seperti pasrah menyerahkan semuanya
kepada Allah. Muktamirin diajak bertawasul, mengirim doa. "La haula wala kuata illa bilah
(Tiada daya dan upaya selain dari Allah). Saya mohon sekali lagi kita
membaca surat fatihah dengan ikhlas. Kita sampaikan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad dengan mengharap syafaatnya. Kepada keluarga,
sahabat-sahabat, tabiit tabiin, aulia dan ulama-ulama, khususnya ulama
NU, dan terkhusus rais aam yang membuat saya di posisi seperti ini,
(almarhum) Kiai Sahal Mahfudh," lanjut Gus Mus.
Suara bergetar Gus
Mus membuat muktamirin tertunduk diam. Kali ini kalimatnya dia tujukan
kepada semua peserta muktamar. "Kenapa beliau (KH Sahal Mahfudh) wafat
sehingga saya harus memikul tanggung jawab sebesar ini. Maka, saya minta
pinjam telinga Anda sekalian, sebagai pejabat sementara rais aam.
Doakan ini adalah terakhir, menjabat jabatan yang tidak pantas untuk
saya," katanya. Sebagian muktamirin bertakbir.
Gus Mus
melanjutkan, "Tapi, senyampang itu, saya mempunyai jabatan, Pejabat
Sementara Rais Aam, dengarkan saya sebagai pemimpin tertinggi Anda.
Kalau tidak, lupakan omongan saya."
Sembari terisak, Gus Mus
berkata, "Kalau perlu saya menciumi kaki-kaki sampean semua. Saya akan
mencium kaki-kaki Anda semua, agar Anda memperlihatkan akhlak jamiyah
Nahdlatul Ulama, akhlaknya Kiai Hasyim Asy'ari."
Hampir semua
muktamirin ikut menangis. Mereka seperti merasa bersalah tak menghormati
kiai-kiai sepuh. Kegaduhan saat muktamar seperti tak menghormati wibawa
kiai-kiai sepuh tersebut.
Mekanisme pemilihan
Minggu
(2/8) malam, muktamar memang riuh karena peserta gaduh. Terbelah
sikapnya saat membahas tata tertib muktamar. Pangkal persoalannya adalah
pembahasan mekanisme pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU. Draf tata
tertib menyebutkan, pemilihan rais aam dan ketua umum dilakukan melalui
sistem perwakilan ahlul halli wa aqdi (AHWA). Peserta diminta
mengusulkan sejumlah nama kiai untuk dipilih menjadi sembilan anggota
AHWA. Nantinya AHWA yang akan memilih rais aam, pemimpin tertinggi
jemaah NU.
Sebagian peserta menolak sistem AHWA. Penolakan bahkan
terjadi sejak registrasi peserta muktamar. Panitia sempat mensyaratkan
muktamirin mengusulkan 9 nama AHWA untuk dapat memperoleh kartu peserta
resmi.
Perbedaan ini berlanjut sampai pembahasan tata tertib.
Jadwal muktamar pun molor. Pembahasan tata tertib yang semestinya
dilakukan setelah Presiden Joko Widodo membuka muktamar pada Sabtu malam
terpaksa ditunda karena persoalan registrasi peserta belum selesai.
Ketika
akhirnya pembahasan tata tertib dilakukan pada Minggu siang, perbedaan
pendapat antara muktamirin yang setuju AHWA dan yang menolak membuat
sidang pembahasan tata tertib mengalami kebuntuan (deadlock)
pada malam harinya. Sidang diputuskan ditunda hingga Senin. Namun,
hingga Senin siang tak ada tanda-tanda pembahasan tata tertib
dilanjutkan.
Senin siang itu, Gus Mus menggelar pertemuan dengan
sejumlah kiai sepuh NU dari seluruh Indonesia di Pendopo Kabupaten
Jombang. Hasil musyawarah para kiai sepuh inilah yang disampaikan Gus
Mus saat sidang pembahasan tata tertib mulai dilanjutkan pukul 14.30.
Gus
Mus bercerita, dalam pertemuan bersama kiai-kiai sepuh itulah, mereka
prihatin dengan kegaduhan muktamar. Dia mengingatkan, memang tak banyak
solusi yang disepakati. Namun, sidang-sidang dalam muktamar NU jangan
sampai seperti sidang di DPR.
"Cuma sedikit yang kami sepekati
untuk solusi agar tidak sama dengan di Senayan. Pertama, apabila ada
pasal yang belum disepakati dalam muktamar tentang pemilihan rais aam,
tak bisa melalui musyawarah mufakat, maka akan dilakukan pemungutan
suara oleh para rais syuriah," ujarnya.
Tangisan dan ketegasan Gus
Mus sebagai ulama sepuh NU akhirnya menyelesaikan semua kegaduhan
muktamar. "Kalau nanti Anda-Anda tidak bisa disatukan lagi, maka saya
dengan para kiai memberikan solusi, kalau bisa musyawarah, kalau tak
bisa pemungutan suara. Itu AD/ART kita. Karena ini urusan pemilihan rais
aam, maka kiai- kiai akan memilih pemimpin kiai," katanya.
Setelah
Gus Mus selesai bicara, pemimpin sidang menyerukan kepada muktamirin,
apakah setuju dengan penyelesaian tersebut. Semua menyatakan setuju. Tak
ada lagi perbedaan dan kegaduhan. Kali ini, suara shalawat muktamirin
yang bersahutan. (KHAERUDIN/ANTONY LEE/Kompas.com)
0 Comments