Medan-Dua kata kunci yang bisa dilaksanakan
dalam memajukan kebudayaan yakni pelestarian dan revitalisasi kebudayaan
itu sendiri. Hal ini yang dilakukan Panitia Deklarasi Hari Ulos di
Sumatera Utara, yang menggelar acara dengan sederhana dilatarbelakangi
telah diterbitkannya sertifikat oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
yang menyatakan ulos merupakan warisan kebudayaan takbenda tanggal 17
Oktober 2014 dengan nomor register 2010000708 yang langsung diterima
oleh Wakil Gubernur Sumut H Tengku Erry Nuradi di Jakarta.
Demikian dipaparkan Manguji Nababan,
Kepala Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas
HKBP Nommensen, dalam orasi kebudayaan pada acara yang dilaksanakan di
Jl Sei Galang Medan, Sabtu (17/10).
Langkah revitalisasi bertujuan untuk
menghidupkan kembali budaya tersebut yang bisa digunakan sebagai modal
kultural guna pewarisan kebudayaan kepada generasi berikutnya. “Hal
penting yang harus kita pahami bersama, manaili tu pudi, marpangantusion di na masa si saonari, jala marpanatap tu jolo (mengingat masa lalu, memahami masa kini untuk mempersiapkan masa depan, red)” ujar Manguji.
Ulos, lanjutnya, bagi masyarakat Batak pada awalnya dimaknai sebagai perlambang setiap pemberian hula-hula kepada pihak boru.
Ulos (herbang, ragi) adalah kain tenun yang diwariskan leluhur kepada
kita. Ulos Batak adalah jati diri dan identitas orang Batak yang tidak
dimaknai sekedar kain semata. “Lebih jauh, Ulos Batak adalah hasil karya
budaya leluhur yang bernilai estetika dan sarat makna filosofi dan
bernilai kultural tinggi. Ulos selalu setia mengiringi perjalanan
kultural Batak, baik pada upacara pernikahan, kelahiran, duka maupun
suka,” ujarnya.
Dan ditegaskannya bahwa ulos tenunan Batak asli hanya
mengenal tiga warna, hitam, putih dan merah. Dan bagi orang Batak,
member dan menerima ulos dimaknai sebagai modal sosial dalam mengikat
kasih dalam unsur kekerabatan maupun hubungan persaudaraan.
Menurut Manguji, upaya pemerintah
melalui Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan dalam menetapkan ulos
menjadi warisan budaya takbenda nasional wajar disambut dengan gembira.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Tapanuli Utara, Gibson Siregar mengatakan, pihaknya sangat menyambut
baik deklarasi Hari Ulos tersebut. “Ulos tidak bisa terlepas dari
kehidupan kita sehari-hari sebagai warga yang berbudaya. Di Taput
sendiri, saat peringatan hari jadinya menampilkan fashion show
dengan busana berbahan ulos, dan akan terus kita lakukan,” ujarnya
sembari mengatakan merasa bangga jika ulos mendunia. Dukungan juga
disampaikan Plt Gubernur Sumut yang diwakili oleh Kepala Bidang Cagar
Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Risma Ria Hutabarat.
Sebelumnya, Ketua Panitia Enni Martalena
Pasaribu mengatakan, pelaksanaan acara tersebut adalah bagian dari
upaya pelestarian budaya sekaligus merespon penerbitan sertifikat yang
menyatakan ulos sebagai warisan budaya takbenda. “Ini menjadi langkah
awal peringatan Hari Ulos, dan selanjutnya akan kita adakan seminar
tentang ulos yang berbicara tentang ‘ulos nantuari, sadarion, haduan’,” ujarnya.
Ia mengucapkan banyak terimakasih atas
dukungan para penggiat dan pecinta ulos, terutama Galeri Ulos Sianipar
yang dipimpin Robert Sianipar, yang mendukung fashion show
busana berbahan ulos, meski persiapan cukup singkat. “Juga kami ucapkan
terimakasih kepada pengurus Si Raja Oloan se-Indonesia yang telah
memprakarsai acara ini,” ujarnya.
Selain fashion show, undangan yang hadir juga diajak untuk makan itak gurgur,
salah satu makanan khas Batak. Deklarasi Hari Ulos juga diisi dengan
pemberian cinderamata kepada Manguji Nababan sebagai pemerhati
kebudayaan, Robert Sianipar, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Taput Gibson Siregar, Ketua Si Raja Oloan se-Indonesia RAY Sinambela,
serta kepada perwakilan generasi muda.
Pada kesempatan itu juga digelar pameran
ulos dan produk-produk yang bertemakan motif ulos. Turut hadir Efendy
Naibaho mantan Anggota DPRD Sumut, Torang Mt Sitorus, dan utusan Ikatan
Wanita Pengusaha Indonesia Sumut. (AFR)
0 Comments