Written By Beritasimalungun on Tuesday, 31 May 2016 | 19:45
2518705Bek
Real Madrid asal Spanyol, Dani Carvajal, mengalami cedera pada final
Liga Champions melawan Atletico Madrid di San Siro, Milan, Sabtu
(28/5/2016). (AFP/Giuseppe Cacace)
BERITASIMALUNGUN.COM- Bek Real Madrid, Dani Carvajal, dikabarkan AS
kemungkinan besar absen di Piala Eropa 2016. Carvajal setidaknya
membutuhkan waktu hingga tiga pekan untuk pemulihan cederanya tersebut.
Carvajal mengalami cedera lutut ketika tampil membela Real Madrid
pada laga final Liga Champions kontra Atletico Madrid, Sabtu (28/5/2016)
atau Minggu dini hari WIB. Dalam laga yang berlangsung di Stadion San
Siro itu, Carvajal harus ditarik keluar pada menit ke-52 dan digantikan
Danilo.
Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan, tim medis Real Madrid dan tim
medis timnas Spanyol sepakat mengatakan Carvajal tak bisa tampil di
Piala Eropa 2016. Dengan demikian, pelatih Vicente del Bosque hampir
dipastikan bakal mengganti Cavajal dengan Hector Bellerin.
Keyakinan itu terjadi setelah bek Arsenal tersebut tampil mengesankan
saat Spanyol meraih kemenangan 3-1 atas Bosnia-Herzegovina dalam laga
persahabatan di AFG Arena, St. Gallen, Senin (30/5/2016) dini hari WIB.
Jika hal itu terjadi, besar kemungkinan Cesar Azplicueta akan
dikembalikan ke posisi aslinya sebagai bek kiri. Bek Chelsea itu bakal
menjadi pelapis dari Jordi Alba yang langganan masuk starter timnas
Spanyol.
Sedangkan Bellerin, bakal bersaing dengan bek Atletico Madrid,
Juanfran, di posisi kanan lini pertahanan La Furia Roja. Pengumuman
skuat resmi timnas Spanyol akan dilakukan pada Selasa (31/5/2016).
Pelatih Spanyol, Vicente del Bosque saat memberikan keterangan kepada
awak media di Las Rozas, Spanyol, (17/5/2016). Sebagai juara bertahan
Spanyol berada di grup D bersama Republik Ceko, Turki dan Kroasia.
(REUTERS / Juan MedinA
BERITASIMALUNGUN.COM-Pelatih Vicente del Bosque baru mengumumkan 19 nama pemain yang akan
membela tim nasional Spanyol di ajang Piala Eropa 2016. Di antara
nama-nama tersebut, tak ada perwakilan dari Real Madrid dan Atletico
Madrid.
Salah satu kejutan yang terjadi adalah adanya nama bek Arsenal,
Hector Bellerin. Pemain berusia 21 tahun itu didapuk sebagai pengganti
Dani Carvajal yang mengalami cedera.
Dua dari enam nama pemain Real Madrid dan Atletico Madrid ini bakal
dicoret. Mereka adalah Sergio Ramos, Lucas Vazquez, Juanfran, Koke, Isco
dan Saul Niguez.
Del Bosque dikabarkan bakal segera mengumumkan skuat resmi timnas
Spanyol untuk Piala Eropa 2016. Sebab, UEFA memberikan tenggat waktu
hingga 31 Mei 2016 sebagai batas akhir pengumuman nama-nama pemain.
Berikut ini 19 pemain tim nasional Spanyol yang bakal berlaga di Piala Eropa 2016:
Kiper: Iker Casillas (Porto), David de Gea (Manchester United), Sergio Rico (Sevilla)
Bek: Gerard Pique, Jordi Alba, Marc Bartra
(Barcelona), Cesar Azpilicueta (Chelsea), Mikel San Jose (Athletic
Bilbao), Hector Bellerin (Arsenal)
Gelandang: Bruno (Villarreal), Sergio Busquets,
Andres Iniesta (Barcelona), Thiago Alcantara (Bayern Munich), David
Silva (Manchester City), Pedro, Cesc Fabregas (Chelsea)
BERITASIMALUNGUN.COM-Saat tepat untuk juara. Itulah tajuk yang mengiringi persiapan tim nasional Prancis menuju perhelatan putaran final Piala Eropa 2016.
Meski masih terkendala performa, kalangan media lokal, masyarakat dan
pengamat memprediksi, Les Bleus bakal berjaya di negeri sendiri.
Beberapa faktor mendukung Prancis untuk mengangkat trofi juara.
Status tuan rumah menjadi modal utama. Dukungan fans memberi banyak
energi bagi Paul Pogba dkk untuk bermain sempurna di setiap partai.
Modal berikutnya adalah komposisi pemain yang seperti biasa, memiliki
kualitas di atas rata-rata. Meski masih terkendala dengan masa
persiapan yang dianggap kurang ideal, karena tak mengikuti fase
kualifikasi, Prancis mempunyai kombinasi menawan antara pemain lawan dan
penggawa muda yang sedang bersinar di level klub.
Itulah yang membuat Pelatih Prancis, Didier Deschamps merasa
optimistis anak asuhnya akan menjadi yang terbaik pada akhir turnamen.
Satu lagi yang memberi tambahan energi adalah rotasi Prancis untuk
menjadi yang terbaik di level Eropa.
Secara tradisi Prancis sukes menjadi yang terbaik di Benua Biru dalam
rentang setiap 16 tahun. Hal itu terbukti ketika mereka sukses menjadi
jawara pada Piala Eropa 1984, yang terulang di Piala Eropa 2000.
Artinya, dengan tambahan waktu 16 tahun, momen menjadi tuan rumah
bisa mengarahkan ke mereka untuk menjadi yang terbaik di negeri sendiri.
Publik Prancis semakin percaya diri, karena Pelatih Didier Deschamps
memiliki banyak variasi untuk ditampilkan lantaran banyak pemain
berkualitas.
Saat menjadi jawara pada 1984 dan 2000, Prancis dianggap memiliki
komposisi seimbang seperti yang dimiliki Deschamps saat ini. Sebut saja
kala menaklukkan Spanyol pada 27 Juni 1984 di Parc des Princes, Paris.
Dua gol kemenangan dilesakkan Michel Platini pada menit ke-57 dan
Bellone (90').
Pada turnamen tersebut, Prancis memiliki generasi yang disebut
sebagai satu di antara yang terbaik. Di sana ada gelandang Yvon Le Roux,
Luis Fernรกndez, sang ikon sekaligus kapten tim Michel Platini, Alain
Giresse dan Jean Tigana. Di lini penggempur ada Bruno Bellone dan Bernar
Lacombe.
Pelatih Michel Hidalgo dianggap beruntung karena mendapatkan para
pemain yang tengah bersinar di klub masing-masing sepanjang musim
1983/1984. Hal itu terulang lagi 16 tahun kemudian, saat mereka berjaya
di arena Piala Eropa 2000.
Pada fase putaran final, kualitas mental pantang menyerah pasukan
Roger Lemerre menjadi kunci. Berstatus runner-up Grup D di bawah tuan
rumah Belanda, mereka sukses merangsek ke partai final.
Pada laga puncak di Rotterdam (2/7/2000), spirit untuk menjadi yang
terbaik membuat mereka merengkuh trofi jawara. David Trezeguet menjadi
pahlawan setelah mencetak gol pada menit ke-103.
Sebelumnya, Sylvain Wiltord membuat pesta sang lawan, Italia, menjadi
tertahan usai menjebol jala Gli Azzurri pada tiga menit tambahan waktu
babak kedua. Sementara itu, Italia mencetak gol pembuka pada menit ke-55
melalui aksi Marco Delvecchio.
Generasi era Piala Eropa 2000 dianggap memiliki kesamaan dengan 1984.
Maklum, usai menjadi jawara Piala Dunia 1998, tak banyak perubahan. Di
sana ada kapten Didier Deschamps, duet bek tengah tangguh Marcel
Desailly dan Laurent Blanc, dua pengatur serangan brilian, Youri
Djoarkaeff dan Zinedine Zidane. Di area penggempur, nama Thierry Henry
dan Christophe Dugarry seolah menjadi garansi kesuksesan.
Selain itu, nama-nama lain juga sedang ganas di level klub, seperti
Lilian Thuram (Parma), David Trezeguet (AS Monaco), Bixente Lizarazu
(Bayern Munchen), Robert Pirรจs (Marseille) sampai striker Nicolas Anelka
(Real Madrid).
Kini berbekal perombakan signifikan, pelatih Didier Deschamps
memiliki kecenderungan meniru apa yang sudah dilakukan pendahulunya,
yakni kombinasi. Hal itu belajar dari apa yang mereka alami pada dua
turnamen akbar terakhir, yakni Piala Eropa 2012 dan Piala Dunia 2014 di
Brasil.
Pada dua ajang bergengsi tersebut, Prancis tersingkir pada babak
perempat final. Di Polandia-Ukraina, tim berjuluk Ayam Jantan ini takluk
di tangan Spanyol 0-2. Dua gol Xabi Alonso pada menit ke-19 dan 91',
mengubur impian untuk bangkit setelah terpuruk di ajang Piala Dunia
2010.
Sementara itu, di Piala Dunia 2014, Jerman menjadi tim yang membuat
Prancis pulang kampung. Der Panzer, yang kemudian menjadi juara dunia,
menekuk pasukan Didier Deschamps, 1-0. Gol tunggal dilesakkan bek
tengah, Mats Hummels pada menit ke-13.
Alhasil, status tuan rumah pada perhelatan Piala Eropa 2016,
kini akan membuka kans besar bagi Prancis untuk mendapatkan status tim
terbaik di Benua Eropa. Kesempatan tersebut sejalan dengan asa fans
mereka.
Apalagi sebagian besar dari mereka percaya, siklus setiap 16 tahun
bakal memberi suasana pesta di pengujung pelaksanaan Piala Eropa 2016,
yakni juara! Selain modal status tuan rumah, Layak ditunggu apakah
tradisi perputaran 16 tahun-an tersebut bakal berjalan mulus dan membawa
Prancis menjadi yang terbaik di negeri sendiri.
Bintang:
Paul Pogba
Bintang tim nasional Prancis, Paul Pogba. (AFP/Jean-Pierre Muller)
Musim 2015-2016, pemain berusia 22 tahun ini mendapat penghormatan
dari Juventus untuk mengenakan nomor keramat, 10. Hal itu membuat status
Pogba naik drastis, karena tak sembarang pemain mendapat kepercayaan
untuk menggunakan nomor yang sudah dipakai beberapa nama besar, antara
lain Michel Platini, Roberto Baggio sampai Alessandro Del Piero.
Pada sisi lain, Pogba merepresentasikan sosok pemain yang menjadi
kunci permainan bagi Juventus. Hebatnya, pemain berpostur 191 cm ini
mampu menjawab tantangan dari manajemen dan pelatih Massimiliano
Allegri.
Pogba selalu menjadi bagian penting dari setiap pertandingan Juventus
sepanjang musim ini. Tak hanya gol spektakuler, dia juga pandai
membantu pertahanan dan beberapa kali berstatus pengatur aliran bola
dari lini belakang ke barisan penggempur.
Kemampuan itu pula yang membuatnya menjadi tulang punggung timnas
Prancis. Pada beberapa laga uji coba internasional, peran Pogba sangat
penting bagi pelatih Didier Deschamps. Bedanya, pemain kelahiran 15
Maret ini tak sendirian, karena di tim Les Bleus, ia memiliki beberapa
kompatriot sejenis, seperti Blaise Matuidi, Moussa Sissoko dan Morgan
Schneiderlin.
Kemampuan individu dan daya imajinasi Pogba membuat Deschamps selalu
memberi prioritas pada pemain berkulit hitam tersebut. Sang pemain
memiliki skill komplet sebagai gelandang, seperti daya jelajah tinggi,
visi yang bagus, pandai mengatur ritme permainan, ditambah keahliannya
dalam melakukan sepakan jarak jauh.
Pada sisi lain, Pogba juga memiliki sisi negatif yang kerap kali
masih keluar tanpa kendali, terutama dari sisi emosi. Selain itu,
pesepak bola kelahiran kota Lagny-sur-Marne ini punya tabiat tak
konsisten, terutama jika mendapat tekanan.
Nama Paul Pogba menjadi perhatian dunia setelah tampil menawan pada
gelaran Piala Dunia U-20 di Turki (2013). Ia menjadi bagian penting saat
membawa Prancis U-20 menjadi juara turnamen.
Pada babak final (13/7/2013), Prancis menaklukkan Uruguay melalui adu
penalti dengan skor 4-1, setelah kedua tim bermain imbang tanpa gol
pada waktu normal. Pogba juga mendapat penghargaan sebagai pemain
terbaik, mengalahkan Nicolรกs Lรณpez (Uruguay) dan Clifford Aboagye
(Ghana).
Saat itu Pogba menjadi bagian dari tim yang beberapa individunya
berhasil mencuat sekarang, seperti bek Kurt Zouma, Thibaut Vion,
Geoffrey Kondogbia, Yaya Sanogo, Lucas Digne dan Florian Thauvin.
Setelah itu, kemampuan Pogba semakin berkembang saat 'terbuang' ke
Juventus. Ia memang tak dipakai Manchester United, yang kemudian
mengirim sang pemain ke Turin. Di tangan Antonio Conte, Pogba tampil
konsisten, mendapat menit bermain yang stabil, mendapat tempat starter,
ditambah level produktivitas yang terus meningkat.
Tantangan terberat bagi Pogba tak lain rasa puas diri yang kadang
menyelimuti dirinya. Tak hanya itu, level konsistensi juga menjadi
pekerjaan rumah yang tak mudah baginya. Maklum, menjalani turnamen
dengan jeda waktu istirahat yang minim, memberi ujian tersendiri di sisi
fisik dan mental. Jika Pogba lolos dari ujian tersebut, bisa dipastikan
Prancis akan mendapat benefit yang luar biasa.
Pelatih:
Didier Deschamps
Pelatih tim nasional Prancis, Didier Deschamps. (AFP/Franck Fife)
Sosoknya terkenal sebagai individu yang kenyang pengalaman dengan ragam
atribut trofi juara semasa aktif sebagai pemain. Ia pernah menjadi
jawara Liga Champions bersama Marseille (1992-1993), dan Juventus
(1995-1996), serta trofi juara liga domestik bersama dua klub tersebut.
Puncaknya, Deschamps menjadi bagian utama dari keberhasilan timnas
Prancis mengangkat trofi juara Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000.
Dua kesuksesan beruntun tersebut membuat nama Deschamps selalu dikenang.
Di level kepelatihan, ia juga mendapat trofi juara bersama AS Monaco
dan Marseille. Deschamps melengkapi prestasi dirinya dengan koleksi
beragam penghargaan individu. Meski sukses di level klub, ternyata bukan
jaminan mendapat hal yang sama kala menangani timnas Prancis.
Buktinya, pada dua perhelatan bergengsi, Euro 2012 dan Piala Dunia
2014, ia dianggap gagal total. Hal itu terjadi setelah armadanya
tersingkir di perempat final, baik di Polandia-Ukraina maupun Brasil.
Ketika itu, banyak pihak menganggap Deschamps belum layak untuk
menangani sebuah timnas. Kalangan media dan pengamat membeberkan
kebiasaan yang dianggap buruk dari pelatih bernama tengah Claude ini,
yakni bongkar pasang pemain.
Hal itu juga terjadi pada persiapan jelang putaran final Euro 2016.
Berstatus tuan rumah bukan berarti bisa melenggang nyaman. Justru karena
tak mengikuti fase kualifikasi, membuat sisi kompetitif Prancis
dianggap kurang bagus.
Kondisi seperti itu pula yang menjadi perhatian utama Deschamps, yang
harus bekerja keras untuk memilih pemain, plus menentukan format baku
permainan anak asuhnya. Bukan perkara mudah, karena pelatih berusia 47
tahun ini harus berhadapan dengan sederet pemain berkualitas tinggi,
yang juga mendapatkan jatah bermain reguler di klub.
Contoh nyata ada di lini tengah. Pada saat Paul Pogba, Blaise Matuidi
dan Antoine Griezmann sedang bersinar, beberapa nama juga tengah bagus.
Di antara yang bisa membuat pusing Deschamps, antara lain Mathieu
Valbuena, Geoffrey Kondogbia, Dimitri Payet, Maxime Gonalons dan Josuha
Guilavogui.
Namun dalam beberapa kesempatan, Deschamps menganggap 'kekayaan'
pemain yang dimilikinya akan memberi variasi permainan yang tak mudah
ditebak lawan. Situasi itu pula yang membawa Deschamps mampu menjuara
Ligue 1 ketika menangani Marseille (2009-2010).
Deschamps berstatus pelatih timnas Prancis pada 8 Juli 2012. Ia
menggantikan Laurent BLanc, yang mengundurkan diri usai gagal di ajang
Piala Eropa 2012. Tugas sang pelatih anyar tergolong berat, yakni lolos
ke putaran final Piala Dunia 2014.
Setelah sempat terseok-seok pada awal fase grup, Prancis berhasil
lolos ke Brasil setelah menyingkirkan Ukraina melalui babak play-off.
Deschamps mendapat tawaran perpanjangan kontrak pada 20 November 2013,
yang membuatnya bertahan sampai Piala Eropa 2016.
Kini publik berharap Deschamps bisa menularkan energi positif melalui
pengalamannya, agar membawa Prancis berpesta di rumah sendiri. Bukan
tantangan ringan, karena di fase grup, Si Biru kedatangan tamu tim
kejutan Albania, Swiss dan si kuda hitam, Rumania.
Legenda
Zinedine Zidane
Legenda tim nasional Prancis, Zinedine Zidane, di ajang Piala Dunia 1998. (AFP/Guillaume Baptiste)
Sederet prestasi bersama timnas Prancis membuat sosok Zinedine Zidane
layak mendapatkan status sebagai legenda. Namanya mencuat saat Zizou
membawa Bordeaux mampu berbicara di Ligue 1 dan kancah Eropa.
Kariernya semakin menanjak saat bergabung dengan Juventus pada musim
panas 1996. Ia pun tak pernah lepas berkostum timnas Prancis. Hasilnya,
Zidane menjadi pahlawan bagi Les Bleus di partai final Piala Dunia 1998.
Dua gol ke gawang Brasil, membuat Prancis merengkuh gelar bergengsi
tersebut.
Dua tahun berselang, pria kelahiran Marseille ini membawa negaranya berjaya di Piala Eropa 2000.
Pada perhelatan di Belanda-Belgia tersebut, Zidane menjadi inspirator
armada Roger Lemerre untuk mengangkat trofi juara, sekaligus koleksi
kedua bagi mereka setelah 1984.
Pada level individu, ragam gelar berhasil diraih. Beberapa
penghargaan bergengsi antara lain Pemain Asing Terbaik Serie A (1997,
2001), Pemain Terbaik ke-3 Dunia (1997, 2002), Pemain Terbaik Prancis
(1998, 2002), Ballond d'Or (1998), Pemain Terbaik Serie A (2001), Pemain
Asing Terbaik La Liga (2002), Pemain Terbaik Piala Dunia 2006 dan
runner-up Pemain Terbaik Dunia 2006.
BERITASIMALUNGUN.COM-Swiss mengawali kualifikasi Piala Eropa 2016 di
Grup E dengan hasil buruk. Tim yang dilatih Vladimir Petkovic itu
mengalami kekalahan pada dua laga awal. Swiss takluk 0-2 ketika menjamu
Inggris, dan berikutnya kalah 0-1 di kandang Slovenia.
Setelah itu, Xherdan Shaqiri dkk baru bangkit. Mereka merebut lima
kemenangan berturut-turut, sebelum akhirnya kembali takluk 0-2 di
kandang Inggris. Swiss kembali bangkit dengan mengamankan dua laga
terakhir dan memastikan lolos ke putaran final Piala Eropa 2016 dengan
menjadi runner up Grup E di bawah Inggris.
Kekuatan tim ini terletak pada pemain-pemain yang memperkuat
klub-klub di luar Swiss. Praktis hanya Basel, klub asal Swiss yang
menyumbangkan pemain ke timnas. Pemain lain timnas Swiss kebanyakan
berasal dari liga lain, seperti Bundesliga Jerman, Serie A Italia,
Premier League Inggris, hingga Ligue 1 Prancis.
Swiss mengawali tradisi lolos ke putaran final dengan hasil apik
sejak Piala Eropa Portugal 2004. Ketika itu Swiss tampil perkasa pada
babak kualifikasi. Johan Vonlanthen dkk lolos sebagai juara grup 10,
mengungguli Rusia dan Irlandia.
Namun, pada putaran final, Swiss gagal total. Hasil 0-0 melawan
Kroasia, disusul kekalahan 0-3 lawan Inggris, dan 1-3 kontra Prancis,
membuat Swiss terpuruk di dasar klasemen Grup B.
Empat tahun kemudian, Swiss tampil pada putaran final Piala Eropa 2008
dengan fasilitas sebagai tuan rumah bersama Austria. Namun, Stephane
Chapuisat dkk gagal memanfaatkan keuntungan sebagai tuan rumah.
Swiss langsung rontok karena kalah pada dua laga awal melawan Rep.
Ceska (0-1) dan Turki (1-2). Kemenangan 2-0 atas Portugal pada laga
terakhir hanya membuat pendukung Swiss terhibur karena tersingkir lebih
awal.
Pada Piala Eropa 2012 yang digelar di Polandia dan Ukraina, Swiss
kembali gagal lolos ke putaran final. Mereka hanya menduduki tempat
ketiga Grup G di bawah Inggris dan Montenegro.
Namun dua tahun berikutnya, pada gelaran yang lebih besar, Piala
Dunia Brasil 2014, Swiss mencatat hasil terbaik. Mereka lolos ke babak
16 besar sebagai runner up Grup E. Hanya saja, pada fase
knock-out, Swiss harus mengakui keunggulan Argentina yang menang 1-0
lewat gol Angel Di Maria pada masa injury time.
Kini, bisa dibilang Swiss punya skuat terbaik sepanjang sejarah
mereka tampil di turnamen besar seperti Piala Eropa dan Piala Dunia.
Saat berlaga pada putaran final Piala Eropa 2016, Swiss akan bersaing
dengan Albania, Rumania, dan tuan rumah Prancis di Grup A.
Jadwal yang didapat Shaqiri dkk cukup menguntungkan karena mereka
akan menghadapi tim debutan Albania pada laga awal. Kemenangan akan
menjadi modal utama buat menantang dua tim berikutnya yang lebih
tangguh.
Bintang:
Xherdan Shaqiri
Bintang tim nasional Swiss, Xherdan Shaqiri. (AFP/Fabrice Coffrini)
Ketika putaran final Piala Eropa Prancis 2016 digelar, Xherdan
Shaqiri baru berumur 24 tahun. Namun, pada usianya tersebut, Shaqiri
bisa dibilang menjadi andalan di lini tengah Swiss.
Pemain yang berposisi sebagai gelandang itu adalah imigran berdarah
Albania. Ia telah merasakan tampil di Piala Dunia 2010 dan 2014.
Pengalamannya di kompetisi domestik Swiss cukup mentereng karena ikut
memperkuat Basel saat merebut tiga gelar liga.
Sukses di dalam negeri, Shaqiri menarik minat klub raksasa Jerman,
Bayern Munchen. Setelah bergabung dengan Munchen pada 2012, Shaqiri ikut
andil dalam kesuksesan tim berjuluk The Bavarians itu meraih gelar treble (Bundesliga, Piala Jerman, Liga Champions) pada 2013.
Lantaran tak selalu mendapat tempat sebagai starter, Shaqiri tidak
menolak ketika dijual ke Inter Milan pada Januari 2015. Namun tak lama
memperkuat Inter, ia dijual ke klub Premier League, Stoke City pada
bursa transfer awal musim ini.
Stoke memang bukan klub yang besar seperti Bayern atau Inter. Namun,
di kedua tim tersebut Shaqiri mendapatkan jaminan lebih besar untuk
tampil di tim utama sebagai starter.
Modal utama Shaqiri untuk memimpin lini tengah Swiss adalah kekuatan
kedua kaki yang sama baiknya. Hal tersebut menunjang kemampuannya dalam
melepas umpan maupun mengeksekusi peluang menjadi gol.
Lantaran kemampuan tersebut, Shaqiri mendapat julukan Messi dari
Alpen. Jika tampil dalam kondisi terbaik di Prancis, Shaqiri berpeluang
membawa Swiss untuk melangkah lebih jauh dari babak penyisihan.
Pelatih:
Vladimir Petkovic
Pelatih tim nasional Swiss, Vladimir Petkovic. (AFP/Glyn Kirk)
Vladimir Petkovic mulai menangani timnas Swiss sejak 1 Juli 2014.
Pria asal Bosnia itu menggantikan posisi manajer legendaris asal Jerman,
Ottmar Hitzfeld.
Pada level klub, awal karir Petkovic hanya menangani tim-tim kecil di
Swiss dan Turki. Kesempatan untuk menangani tim yang berlaga di
kompetisi besar didapat saat ia melatih Lazio pada 2012.
Bersama Lazio, pelatih yang kini berusia 52 tahun itu meraih
kesuksesan dengan mengantarkan tim asuhannya menjuarai Copa Italia 2013.
Faktor disiplin dan kebersamaan menjadi modal Petkovic dalam menangani
tim.
Pelatih yang punya julukan The Doctor ini melarang keras siapapun membawa gadget dalam pertemuan tim. Para pemain pun diharuskan memakai sepatu dengan rapi ketika makan.
Petkovic juga meminta seluruh anggota tim untuk makan bersama demi
menjaga kekompakan dan soliditas. Berbagai hal tersebut menjadi contoh
disiplin yang diterapkannya.
Soal gaya main dan perlakuan disiplin itu, ia mengaku terinspirasi
dengan apa yang dikembangkan oleh manajer asal Italia, Fabio Capello.
Semasa menangani Lazio, Petkovic memiliki formasi favorit 3-4-3 atau
4-3-3.
Dengan formasi tersebut, Swiss menjanjikan permainan menyerang dan
atraktif. Sebanyak 24 gol dari 10 pertandingan yang dilesakkan Swiss
pada babak kualifikasi menjadi pertanda racikan Petkovic punya
agresivitas yang tak bisa dianggap remeh oleh lawan manapun.
Legenda:
Stephane Chapuisat
Legenda tim nasional Swiss, Stephane Chapuisat. (AFP/John Macdougall)
Stephane Chapuisat adalah salah satu pemain tersukses yang pernah
dimiliki Swiss. Semasa bermain buat timnas pada periode 1989 hingga
2004, Chapuisat yang bermain di posisi striker ini mengoleksi 21 gol
dari 103 penampilan.
Ia tampil di Piala Dunia 1994, Piala Eropa 1996,
dan Piala Eropa 2004. Namun sayang, pada tiga turnamen besar itu,
penampilan Swiss tak pernah bagus dan selalu rontok pada babak pertama.
Chapuisat justru memiliki penampilan bagus dan ketajaman ketika
tampil bersama klubnya, Borussia Dortmund. Bersama klub Bundesliga
Jerman itu, ia tampil sebanyak 218 dan mencetak 102 gol.
Pria yang kini berusia 46 tahun itu sempat merasakan gelar juara
Bundesliga pada 1995 dan 1996. Gelar lain yang diraihnya bersama
Dortmund adalah Supercup DFB 1995 dan 1996, Liga Champions 1997, dan
Piala Intercontinental 1997.
Salah satu momen paling dikenang oleh Chapuisat adalah ketika ia
mencetak gol dalam laga perempat final Liga Champions 1997 lawan Bayern
Munchen. “Laga sesama Jerman itu sungguh spesial. Gol yang saya cetak
malam itu tak akan terlupakan hingga kapanpun,” ujar Chapuisat.
Pada 2003, Federasi Sepak bola Swiss menganugerahi Chapuisat dengan
penghargaan pemain paling berpengaruh sepanjang 50 tahun terakhir.
Namun, ia tetap berusaha merendah dan tak menganggap diri sebagai pemain
terbaik yang pernah dipunyai Swiss.
“Saya tak merasa sebagai pemain hebat buat Swiss karena sebagian
besar karir saya justru dihabiskan bersama Dortmund,” kata Chapuisat
dalam sebuah wawancara dalam situs FIFA.
Ia pensiun dari lapangan hijau pada 2006. Setelah pensiun, ia belum
menekuni karir sebagai pelatih kepala. Chapuisat hanya melatih
pemain-pemain muda yang berposisi sebagai striker, sama seperti dirinya
dulu.
BERITASIMALUNGUN.COM-Rumania bisa dibilang tim semenjana di ranah Eropa. Prestasi tim berjuluk Tricolorii itu dalam ajang Piala Eropa juga tak begitu istimewa. Rumania tercatat hanya lima kali lolos ke putaran final Piala Eropa.
Pencapaian terbaik mereka adalah menembus perempat final pada 2000.
Prestasi tersebut bisa jadi paling dikenang publik Rumania. Bagaimana
tidak, Gheorghe Hagi dan kawan-kawan berhasil mematahkan prediksi
banyak orang.
Tergabung dalam Grup A bersama Portugal, Inggris, dan Jerman, Rumania
jelas tak diunggulkan lolos ke babak berikutnya. Namun, hasil 1-1 lawan
Jerman dan kemenangan 3-2 atas Inggris. membuat Rumania berhak maju ke
perempat final dengan status runner up grup.
Sayang, langkah sensasional mereka terhenti pada babak delapan besar.
Rumania harus mengakui keunggulan Italia setelah kalah dua gol tanpa
balas lewat gol Francesco Totti dan Filippo Inzaghi.
Meski gagal juara, Rumania dinilai memiliki generasi emas. Sebut saja
Christian Chivu, Adrian Mutu, Cosmin Contra, Dan Petrescu, dan Viorel
Moldovan yang mengisi beberapa lini.
Namun, setelah itu performa Rumania di kancah Piala Eropa terjun
bebas. Pada 2004 dan 2012, mereka gagal lolos ke putaran final. Pada
2008, Rumania memang lolos ke putaran final yang berlangsung di
Austria-Swiss, namun mereka tak mampu lolos dari penyisihan grup.
Rumania punya kesempatan untuk mengulang prestasi pada Piala Eropa
2000. Tiket putaran final Piala Eropa 2016 sudah berada dalam genggaman.
Rumania lolos setelah menjadi runner up Grup F dengan mendulang 20
poin.
Pada putaran final Piala Eropa 2016, Rumania tergabung dalam Grup A
bersama Prancis, Albania, dan Swiss. Melihat komposisi tim, peluang
untuk lolos ke fase berikutnya cukup terbuka bagi skuat asuhan Anghel
Iordanescu tersebut.
Bintang:
Razvan Rat
Bintang tim nasional Rumania, Razvan Rat. (AFP/Daniel Mihailescu)
Tim nasional Rumania termasuk dalam tim yang memiliki pertahanan
kukuh menjelang Piala Eropa 2016. Hal tersebut terlihat dari catatan
kebobolan mereka selama babak kualifikasi.
Dalam 10 pertandingan di Grup F, Rumania hanya kebobolan dua kali.
Kukuhnya pertahanan Rumania tak lepas dari peran Razvan Rat, yang
merupakan sosok kunci skuat Tricolorii.
Tak hanya kuat dalam bertahan, Rat juga kerap membantu menyusun
serangan lewat sisi sayap kiri. Selama babak kualifikasi Piala Eropa
2016, pemain berusia 34 tahun itu sudah mengemas tiga assist dalam 9 pertandingan.
Kenyang pengalaman membuat Rat tampil tenang dalam setiap
pertandingan yang dilakoni bersama Rumania. Tak hanya itu, pemain
kelahiran Piatra-Olt itu juga memiliki kharisma serta jiwa kepemimpinan.
Wajar bila akhirnya dia ditunjuk sebagai kapten timnas Rumania.
Karier Rat memang terbilang cukup luar biasa. Mengawali karier
profesional bersama Rapid Bucuresti, pemain berpostur 178 cm ini sempat
membela tim ternama seperti Shahtar Donetsk dan West Ham United. Saat
ini, Rat menjadi bagian dari tim La Liga, Rayo Vallecano.
Publik Rumania berharap Rat bisa memimpin rekan-rekannya menciptakan sejarah seperti Piala Eropa 2000. Dia diharapkan bisa menularkan pengalaman serta ilmunya kepada pemain muda Rumania.
Pelatih:
Anghel Iordanescu
Pelatih tim nasional Rumania, Anghel Iordanescu. (AFP/Daniel Mihailescu).
Nama Anghel Iordanescu memang kurang familiar di telinga pecinta
sepak bola Eropa. Maklum, pelatih berusia 65 tahun ini tak pernah
melatih klub atau tim nasional besar di Benua Biru.
Meski demikian, Iordanescu tercatat sebagai satu di antara pelatih
tersukses di Rumania. Dia berhasil meraih empat gelar Liga Rumania
bersama Steaua Bucharest, yaitu pada musim 1986–87, 1987–88, 1988–89,
1992–93.
Pencapaian terbaiknya adalah mengantarkan Steaua menembus partai
final Liga Champions 1988-89. Sayang, Iordanescu gagal membawa klub
raksasa Rumania itu mengalahkan AC Milan setelah menyerah empat gol
tanpa balas dari Ruud Gullit dan kawan-kawan.
Kesuksesan Iordanescu bersama Steaua membawa berkah. Dia kemudian
mendapat pekerjaan untuk melatih tim nasional Rumania pada 1993. Belum
lama membesut Tricolorii, mantan pemain OFI Crete itu langsung mencetak
sejarah.
Dia berhasil membawa Rumania lolos ke putaran final Piala Dunia 1994.
Tak hanya itu, Iordanescu juga mampu memimpin Rumania menembus babak
perempat final untuk pertama kalinya.
Sayangnya, dia gagal membawa Rumania berprestasi pada ajang Piala
Eropa 1996 dan Piala Dunia 1998. Dia pun mendapat kritikan pedas dari
media. Setelah Rumania tersingkir dari Piala Dunia 1998 di Prancis,
Iordanescu memilih hengkang untuk melatih timnas Yunani.
Pada 2002, pria kelahiran Bucharest tersebut kembali dipanggil timnas
Rumania. Namun, kiprah Iordanescu kali ini tak sesukses sebelumnya. Dia
gagal memenuhi target membawa Rumania lolos ke putaran final Piala Eropa 2004.
Kegagalan itu sempat dia bayar dengan membawa Tricolorii menembus
putaran final Piala Dunia 2006. Akan tetapi, Iordanescu kembali dipecat
Federasi Sepak Bola Rumania (FRF) setelah penampilan buruk melawan
Armenia.
Pada 2014, FRF memberikan kesempatan ketiga kepada pelatih yang
membawa Al Hilal dan Al Ittihad meraih gelar Liga Champions Asia
tersebut. Sejauh ini, dia sukses menjalankan tugasnya membawa Rumania ke
putaran final Piala Eropa 2016.
Publik Rumania pun berharap Iordanescu bisa menyamai, atau bahkan
melebihi, pencapaian Emerich Jenei yang mampu membawa Rumania menembus
perempat final Piala Eropa 2000.
Legenda:
Gheorghe Hagi
Legenda tim nasional Rumania, Gheorghe Hagi. (AFP/STF)
Rumania mencatat sejarah pada Piala Dunia 1994 dengan mencapai babak
perempat final sebelum akhirnya disingkirkan Swedia lewat adu penalti.
Hasil itu pun membuat para penggawa Rumania menjadi buah bibir.
Nama Gheorge Hagi mendapat paling banyak sorotan. Dia dianggap roh
permainan Rumania saat itu. Memiliki jiwa kepemimpinan tinggi, Hagi pun
mendapat julukan Comandante—Sang Komandan—dari fans Rumania.
Hagi yang ketika itu membela klub Italia, Brescia, juga terbilang
tajam jika berada di jantung pertahanan lawan. Tiga gol berhasil
dipersembahkannya untuk Tricolorii pada ajang tersebut.
Saat Rumania berhasil mencatat sejarah pada Piala Eropa 2000,
Hagi juga yang menjadi bintang. Di bawah kepemimpinan Hagi saat berada
di lapangan, Rumania sukses mencapai babak perempat final Piala Eropa
untuk pertama kalinya.
Padahal saat itu, Hagi nyaris saja tak ikut serta karena sempat
memutuskan pensiun pada 1998. Namun, beberapa bulan setelah gantung
sepatu, dia mengubah pikirannya untuk kembali membela timnas Rumania.
Hagi bisa dibilang satu di antara pemain Rumania yang sukses. Memulai
karier di Farul Costanta pada 1982, Hagi kemudian bersinar setelah
tampil empat musim bersama Steaua Bucuresti.
Bersama klub raksasa Rumania tersebut, pria dengan postur 174 cm itu
juga memperlihatkan kemampuan terbaiknya. Akibat penampilan gemilang
itulah Hagi direkrut raksasa La Liga, Real Madrid, pada 1990. Sayangnya,
dia hanya mampu mempersembahkan gelar Piala Super Spanyol selama dua
musim berseragam Madrid.
Karier Hagi memang tak begitu cemerlang di Spanyol. Ketika bergabung
dengan Barcelona pada 1994, pemain yang hanya tampil 36 pertandingan
bersama Blaugrana itu juga gagal mempersembahkan gelar bergengsi.
Hagi baru kembali memperlihatkan kemampuan terbaiknya di klub Turki,
Galatasaray. Tampil sebanyak 132 kali, Hagi mencetak 79 gol selama lima
musim.
Pada 2001, tepat di usia ke-36, Hagi memutuskan gantung sepatu. Dia
kemudian beralih pekerjaan menjadi pelatih timnas Rumania. Namun, dia
akhirnya dipecat lantaran tak mampu membawa timnya lolos ke Piala Dunia
2002.
Peletakan Batu Pertama Pembangunan “Monumen Makam Hinalang” (St RK Purba)
Hinalang- Pdt Jhon Rickky R Purba MTh melakukan peletakan batu pertama pembangunan Pusara “Monumen Makam Hinalang” (St RK Purba) di Desa (Nagori) Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, Selasa (22/10/2019). Acara Peletakan Batu Pertama dilakukan sederhana dengan Doa oleh Pdt Jhon Rickky R Purba MTh. Selengkapnya KLIK Gambar
Ikan Bawal Seberat 9 KG Dapat (Tabu-tabu) di Danau Toba Hutaimbaru Simalungun
KLIK Gambar Untuk Berita Selengkapnya
Simalungun Berduka, St RK Purba Pakpak Tutup Usia
KLIK Gambar Untuk Berita Selengkapnya
Jeritan Hati Warga Jemaat GKPS Dari Pinggir Danau Toba
Sakit Bertahun Tanpa Pelayanan Medis
Sapu Bersih Rencana Gubsu Soal Wisata Halal Syariah di Kawasan Danau Toba
KLIK Gambar Untuk Berita Selengkapnya
Andaliman, Rempah Batak Yang Mendunia
KLIK Gambar Untuk Berita Selengkapnya
St Adriani Heriaty Sinaga SH MH (Srikandi Simalungun) Itu Purna Bakti
KLIK Gambar Untuk Berita Selengkapnya
MIRACLE "TINUKTUK" SAMBAL REMPAH KHAS SIMALUNGUN
PESAN: MIRACLE'TINUKTUK WA: 081269275555
Catatan Paska Konser Jhon Eliaman Saragih
TMII Jakarta Sabtu 4 November 2017.KLIK Gambar Untuk Berita Selengkapnya
Jumlah Pengunjung Saat Ini
Mengucapkan
Redaksi
DONASI BERITA SIMALUNGUN
SILAHKAN MANFAATKAN QRIS
Mengucapkan
Turut berdukacita atas musibah kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan ketabahan. Amin. #JunimartGirsang #AnggotaDPR RI
Media Berbasis Publik
Redaksi: Terimakasih Atas Partisipasinya
Pdt Dr Deddy Fajar Purba dan Pdt Dr Paul Ulrich Munthe (Ephorus dan Sekjen GKPS)
Selamat Natal dan Tahun Baru
Mengucapkan
Selamat Natal 25 Desember 2020
Mengucapkan
Dari Pimred BS dan Keluarga
DANRINDAM I BB/ Mengucapkan
DIRGAHAYU TNI ' Semoga TNI Selalu di Hati Rakyat, Menjadi Kebanggaan Ibu Pertiwi, Sinergi, dan Maju Bersama Negeri, AMIN
Suasana Rumah Duka Alm (PW) Hetty Moy Sipayung di Galang. Foto Oleh Horasmida Sinurat. BeritaSimalungun.com, Purba- Dua Fulltimer G...
Kampanyekan QRIS Sebagai Pembayaran Non Tunai Nasisional
KLIK Benner Untuk Beritanya
Tinuktuk Sambal Rempah Khas Simalungun Dari Devi Damanik
Tinuktuk adalah Sambal Rempah Khas Simalungun yang berkhasiat bagi tubuh dan enak untuk sambal Ikan Bakar atau sambal menu lainnya. Permintaan melayani seluruh Indonesia dengan pengiriman JNT dan JNE. Berminat hubungi HP/WA Devi Yusnita Damanik 0815 3445 0467 atau di Akun Facebook: Devi Damanik.
Rental Mobil di Pematangsiantar
Ada Executive Tiomaz Trans. KLIK Gambar Info Lengkapnya
Catatan Kecil Lomba Cover Lagu Simalungun “Patunggung Simalungun”
“Lang jelas lagu-lagu Simalungun sonari on. Tema-tema pakon hata-hata ni lagu ni asal adong. Irama ni pe asal adong, ihut-ihutan musik sonari. Lagu-lagu Simalungun na marisi podah lang taridah.” (Semakin kurang jelas juga lagu-lagu Simalungun belakangan ini. Tema dan syairnya asal jadi. Iramanya pun ikut-ikut irama musik zaman “now” yang kurang jelas. Lagu-lagu Simalungun bertema nasehat pun semakin kurang”.
Pengucapan Sumpah- Janji 50 Anggota DPRD Simalungun Periode 2019-2024
Sebanyak 50 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Simalungun Periode 2019-2024 melakukan pengucapan sumpah atau janji Pada Rapat Paripurna Istimewa Pengucapan Sumpah/Janji sebanyak 50 Anggota DPRD Kabupaten Simalungun Masa Jabatan 2019- 2024 hasil Pemilu serentak 17 April 2019 di Gedung DPRD Simalungun, Pamatang Raya, Simalungun, Rabu (25/9/2019). Berita Selengkapnya KLIK Gambar
Kabar Hun Simalungun
Ibadah Syukuran HUT 80 St RK Purba Pakpak
KLIK Gambar Untuk Selengkapnya
St Dr Bonarsius Saragih Dilantik Jadi Pembantu Ketua I Sekolah Tinggi Hukum Bandung
KLIK Gambar Untuk Berita Selengkapnya
Wanita GKPS Salemba Kunjungan Pelayanan Ke GKPS Hutaimbaru