Ini Pernyataan Sikap Pemimpin Gereja-gereja di Sumatera Utara Terkait Peraturan Presiden No 49 tahun 2016 Tentang BODaT |
Segera Revisi Perpres No 49 Tahun 2016
UNTUK PELESTARIAN ALAM DAN PERLINDUNGAN WARGA KAWASAN DANAU TOBA
BeritaSimalungun.com, Medan-Pernyataan sikap Pemimpin Gereja-gereja di Sumatera Utara Terkait Peraturan Presiden No 49 tahun 2016 Tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba (BODaT), Pada tanggal 13 Juni yang lalu, Presiden Ir. Jokowi,
menandatangani Peraturan Presiden No 49 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan
Pariwisata Danau Toba disingkat BPOKPDT.
Kami mengapresiasi perhatian Presiden terhadap kawasan
Danau Toba yang ditunjukkan dengan instensitas kunjungan Presiden ke kawasan
ini, dan akhirnya membuat sebuah kebijakan khusus untuk mengatur kawasan Danau
Toba.
Kami pimpinan Gereja yang ada di sekitar Kawasan Danau Toba juga sejak
lama menaruh keprihatinan yang mendalam atas pengabaian kawasan Danau Toba.
Kami prihatin selama 30 tahun terakhir, terjadi degradasi yang parah, baik
hutan di sekitar kawasan, maupun pencemaran air yang massif. Di atas semuanya
itu, kami terlebih prihatin atas penggusuran warga dan terjadinya tindak
kriminalisasi yang berkepanjangan di sekitar Danau Toba.
Kami ingin menggaris bawahi, bahwa persoalan yang selalu
kami suarakan 30 tahun terakhir adalah merosotnya hutan, pencemaran Danau, dan
penggusuran masyarakat dari tanahnya. Oleh karena itu, kami mengharapkan
presiden akan menjawab tiga persoalan utama ini.
Namun, setelah kami membaca Kepres No 49 ini, jauh panggang
dari api. Keputusan Presiden ini tidak menyentuh sama sekali tiga persoalan
akut yang kami sebutkan diatas.
Keputusan Presiden ini berisi tentang alokasi tanah untuk
membangun resort dengan penyediaan tanah seluas 500 hektar di Kecamatan
Ajibata, Kabupaten Toba Samosir.
Kepres ini juga secara terang hanya membahas kemudahan
perizinan atas implementasi proyek ini (pasal 26 ayat 1-5 Perpres), tetapi
tidak membahas sama sekali seperti apa nasib kelestarian hutan, dan nasib warga
sekitar yang kuat dengan adat istiadatnya.
Kami tidak memperoleh informasi terkait dasar hukum,
filosofi, keorganisasian, dan dasar penentuan lokasi 500 hektar yang dimaksud.
Sebagaimana diundangkan Undang-undang no 32 tahun 2009
tentang pengelolaan lingkungan hidup, maka kami mempertanyakan basis hukum dan
akademis terkait kelayakan proyek konversi hutan di Kecamatan Ajibata dan
sekitarnya yang akan dikonversi menjadi wilayah resort dan perhotelan.
Publik
belum pernah mendengar adanya kajian lingkungan Hidup Strategis (KHLS) atas
proyek sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang.
Oleh karena itu, kami pemimpin gereja di Sumatera Utara,
menyerukan kepada Pemerintah:
1. Segera revisi Perpres No 49-2016 dengan memperhatikan
kelestarian Danau Toba dan hutan sekitar kawasan, dan memperhatikan
perlindungan masyarakat lokal.
2. Memberikan penjelasan kepada public terkait penentuan
lokasi pembangunan resort di areal hutan seluas 500 ha di sekitar kecamatan
Ajibata, Toba Samosir
3. Memastikan adanya KLHS sebelum dilakukan implementasi
proyek konversi hutan
4. Menjawab persoalan yang selama ini disuarakan pemimpin
gereja, yang menghentikan deforestasi di Kawasan Danau Toba, menghentikan
pencemaran Danau Toba, dan menghentikan segala bentuk penggusuran dan
kriminalisasi terhadap masyarakat lokal di Kawasan Danau Toba.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan.
Medan, 22 Juni 2016.
Pemimpin Gereja-Gereja di Sumatera Utara:
1. Pdt. Rumanja Purba (Ephorus GKPS)
2. Pdt. Agustinus Purba (Ketua Moderamen GBKP)
3. Pdt. Adolv Bastian Marpaung (Ephorus GKPA)
4. Pdt. Elson Lingga (Ephorus GKPPD)
5. Pdt. Oloan Pasaribu (Bishop GKPI)
6. Pdt. Adventus Nadapdap (Kepala Departemen Diakonia HKI)
7. Pdt. Rein Justin Gultom (Direktur Pengmas HKBP)
8. Pdt. Jaya Harefa (Direktur Pengmas BNKP)
9. St. Juniamer Purba (Direktur Pelpem GKPS)
10. Pdt. JP. Robinson Siregar (Sekretaris Eksekutif LPPM
GKPI)
Ditulis Kembali Jendela Toba, Medan 22 Juni 2016.
0 Comments