ILUSTRASI/ULAR RAKSASA |
BERITASIMALUNGUN.COM-Seorang Ibu muda Nyonya Baginda Soaloon Hutabarat Boru Panjaitan, tiba-tiba dikagetkan seekor ular raksasa yang dilihatnya di pekarangan rumahnya. Ibu muda itu baru saja pulang dari kebunnya di perladangan Desa Parbaju Tonga, Kecamatan Tarutung. Begitu tiba di halaman rumahnya, dia melihat ekor ular yang sangat besar sedang sebahagian tubuh dan kepala ular itu tak bisa dilihatnya. Jantungnya berdetak keras hampir copot, dan tubuhnya bergetar.
Ibu muda Boru Panjaitan itu baru tiga bulan dinikahi Baginda Soaloon Hutabarat. Dia merupakan istri kedua Baginda Soaloon, setelah sebelumnya Marga Hutabarat yang perkasa itu menikahi Boru Tampubolon Barimbing perempuan yang berasal dari Desa Sitorang Kecamatan Silaen. Si Boru Panjaitan, menurut WM Hutagalung yang bekerja di pemerintahan di Pangururan, Samosir, merupakan putri Raja Sijorat Panjaitan warga Desa Sitorang Kecamatan Silaen, Tobasa.
Sejenak setelah si Boru Panjaitan bernapas panjang, dengan masih diselimuti takut dan gentar, dengan mengendap dia berusaha masuk ke rumahnya lewat pintu belakang. Tapi betapa terkejutnya dia setelah melihat kepala ular tadi berada di ‘para-para’ dan mata sang ular besar sekali. Artinya, sangkin besar dan panjangnya ular itu ekornya berada di halaman rumah dan sebahagian tubuhnya berada di dalam rumah sedang kepalanya berada di dapur rumahnya.
“Ular itu besar sekali. Bahkan mata sang ular malah hampir sebesar gondang”, kata Boru Panjaitan dengan napas terengah.
Boru Panjaitan itu segera meminta tetangganya untuk menjeput suaminya Baginda Soaloon yang saat itu tengah berada di Aek Rangat di Kelurahan Partali Toruan. Baginda, saat itu sedang asyik mempercakapkan rencana pembangunan yang akan dilakukan anak negeri desa-desa di lingkungan Hutabarat. Warga desa-desa Hutabarat, umumnya hidup dari hasil pertanian. Bumi desa-desa Hutabarat, memang ramah jika dijamah dan diolah serta pasti membawa berkah yang melimpah.
Sementara suaminya dijeput, Boru Panjaitan membuat ‘rondang’, semacam penganan mimilan khas Batak yang terbuat dari padi. Menyusul suaminya tiba di rumah mereka, keduanya menghidangkan rondang itu untuk sang ular. Rondang itu dihidangkan di atas pinggan pasu, sebuah piring besar yang berasal dari Tiongkok.
“Ba onma da Ompung silehonon nami di ho. Nunga pola mebat ho tu jabu nami on. Horas ma hami, sai songgot ma ro parulian”, kata pasangan suami istri itu kepada sang ular raksasa tadi.
Dengan lahapnya, ular raksasa itu pun menikmati rondang buatan Boru Panjaitan itu. Kedua pasangan suami istri itu pun senangnya bukan main. Mereka berbahagia karena sang ular melahap rondang itu dengan lezatnya.
Beberapa warga sekitar Desa Parbaju Tonga yang pernah dipimpin Sapormin Hutabarat sebagai kepala desa itu pun berdatangan menyaksikan ular raksasa tadi. Semuanya kaget dan kagum, apalagi sang ular tidak mengganggu mereka.
Usai melahap rondang, ular raksasa itu pun beranjak. Gerakannya perlahan dan pelan meninggalkan rumah Baginda Soaloon Hutabarat. Tapi sebelum meninggalkan rumah itu, sang ular mengeluarkan sejenis batu dari bahagian mulutnya.
Batu itu yang dalam Bahasa Batak disebut ‘humala’ dipercaya sebagai batu yang membawa keberuntungan. Sejak saat itu memang, kehidupan pasangan suami istri Baginda Soaloon/ Boru Panjaitan semakin berjaya dan makmur.
Dari pernikahannya bersama kedua istrinya Boru Tampubolon Barimbing dan Boru Panjaitan, Baginda Soaloon dianugerahi Tuhan putra. Masing-masing Panaehan, Mangaitraja, Ompu Tuan Somaruntus, Ompu Raja Diuruk, Mintaraja serta Namoradonda. Saat ini para pinompar mereka sudah menyebar di mancanegara.
Sayangnya, ‘humala’ yang ditinggalkan ular raksasa itu sekarang tak lagi diketahui dimana rimbanya. Ada yang bilang, dirampok Pasukan Paderi (Bonjol) saat mereka mencoba mengislamkan Tapanuli. Sebahagian menyebut, sekarang ‘humala’ itu berada di Museum Negeri Belanda yang dijarah penjajah itu saat memerintah negeri ini.
- Bersambung, tentang ‘baju bosi’, ‘golang mas’, serta ‘piso na marsuhul na marsampok mas’. Patarias Coffeshop, 15 Juni 2016. Penulis Cerita Oleh Ramlo R Hutabarat
0 Comments