SAHAT Sahala Tua Saragih yang biasa disapa Bang Sahala adalah salah satu dosen di Prodi Jurnalistik Fikom Unpad. Sahala sudah mengajar di Fikom sejak tahun 1987, setelah pembredelan Sinar Harapan. Sahala dikenal sebagai “Dosen Legendaris” karena ia menuntut kesempurnaan ejaan bahasa dalam tugas-tugas yang diberikan kepada mahasiswanya.
Sahala yang sejak kecil sudah terbiasa membaca koran, mengaku banyak
mengalami suka dan duka selama menjadi jurnalis dan akademisi. (Baca Juga: Seorang Legenda Jurnalistik Fikom UNPAD)
Ditanya
tentang alasannya menjadi seorang jurnalis, Sahala mengatakan bahwa ia
terinspirasi dari guru mata pelajaran geografi saat duduk di bangku SMA.
Gurunya yang juga berprofesi sebagai jurnalis sering menceritakan
pengalamannya sebagai jurnalis kepada murid-muridnya. Hal itulah yang
membuat Sahala tertarik dengan bidang jurnalistik dan mulai berlangganan
Kompas saat masih kelas dua SMA, yang mungkin menjadikannya sebagai
satu-satunya siswa SMA yang berlangganan koran di Pematang Siantar.
Sahala bahkan sudah bekerja part-time di beberapa surat
kabar dengan menulis artikel saat ia masih kuliah. Sahala mengaku bahwa
biaya kuliahnya dicari sendiri olehnya, dengan bekerja sebagai tukang
foto bersama saudaranya dan menulis artikel.
Setelah lulus kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad pada tahun
1982, Sahala sepenuhnya menjadi jurnalis. Pertama kali ia bekerja di
surat kabar Suara Karya selama enam bulan dan di surat kabar sore Sinar
Harapan hingga surat kabar itu dibredel pada 9 Oktober 1986. Tetapi, dua
bulan sebelum pembredelan itu, Sahala sudah mengikuti ujian untuk
menjadi dosen di Unpad.
Sahala kembali ke kampus FIkom Unpad pada 1987 sebagai seorang dosen
sambil tetap menjadi jurnalis dengan alasan bahwa ia tidak ingin pindah
ke Jakarta.
Padahal di luar Jakarta, jurnalis tidak pernah menjadi
karyawan tetap, hanya sebatas honorer. Sahala yang merasa betah di
Bandung tetap bertahan tinggal di kota ini sampai sekarang.
Berbicara tentang suka dan duka selama menjadi jurnalis dan dosen,
tentu saja Sahala lebih senang ketika menjadi jurnalis. Pengalaman yang
paling disenangi Sahala selama menjadi jurnalis adalah ketika beritanya
dapat mengguncang istana Presiden dan pemerintahan karena dulu ia memang
sering menulis berita yang menyinggung kekuasaan Presiden.
Sehingga
berita itu sering membuat pemred-nya kewalahan. “Padahal saya hanya
orang kecil yang tinggal di gang sempit. Tapi berita saya dapat
mengguncang Jakarta, istana kepresidenan. Tinggal boleh di gang sempit
tapi otak jangan sempit,” kenang Sahala sambil tertawa saat ditemui di
ruang Prodi Jurnalistik Fikom Unpad.
Sayang, surat kabar sore Sinar Harapan dibredel oleh pemerintah pada
masa itu, sehingga Sahala kembali ke almamaternya. Padahal, jika saja
surat kabar sore Sinar Harapan tidak dibredel, mungkin Sahala sampai
saat ini masih menjadi jurnalis di sana. Itulah salah satu kedukaannya
selama menjadi jurnalis.
Kemudian, kedukaannya selama menjadi jurnalis
adalah bahwa ia tidak kunjung diangkat menjadi karyawan tetap, hanya
menjadi honorer.
“Yang ada hanya kewajiban, hak nggak ada. Yang ada
hanya hak honorer per berita, dan menurut saya itu melanggar
Undang-undang Ketenagakerjaan. Berkali-kali saya protes, tidak
dikabulkan,” ujar Sahala.
Sementara, kesukaan Sahala dengan menjadi dosen adalah ketika ia
dapat membagikan pengalamannya kepada para mahasiswa. “Saya suka berbagi
pengalaman dengan mahasiswa, saya kan mengajar mata kuliah praktik di
bidang media massa cetak karena itu keahlian saya. Jadi saya bisa
berbagi pengalaman yang tidak ada di buku-buku.” tambah Sahala.
Sahala sangat menekankan untuk rajin membaca kepada mahasiswanya.
Banyak mahasiswa yang telah lulus dan bisa dibilang telah menjadi orang
sukses mengapresiasi Sahala lewat tulisan mereka, bahkan di ucapan
terima kasih skripsi mereka.
Rasa terima kasih itu tentu saja karena
banyaknya pengalaman dan pengajaran yang diberikan Sahala kepada
mahasiswa-mahasiswanya. Bahwa Sahala selalu mengingatkan untuk selalu
berkarya dan mengirimkannya ke surat kabar agar tulisan mereka bisa
dimuat.
Penyesalan Sahala sampai sekarang ini adalah dia belum sempat menulis
buku. Padahal sudah ada penerbit yang selalu menunggunya untuk menulis
karya sebuah buku. Harapan Sahala untuk mahasiswa Fikom adalah agar
selalu membaca dan menulis.
“Ya, harapan saya sebenarnya bisa lebih daripada saya. Tetap membaca
dan menulis, itu yang lebih utama. Yang bikin patah semangat itu, sudah
saya dorong-dorong tapi kok tidak terdorong,” tambah Sahala saat
mengomentari mahasiswanya.
Sahala juga mengatakan, mungkin yang masih
membuatnya bersemangat mengajar dan memberikan ilmunya adalah masih ada
segelintir orang di kampus Fikom Unpad yang masih bergairah belajar,
membaca, dan menulis. (Dwi Nicken Tari)
Sumber: fikom.unpad.ac.id
0 Comments