St Sahala Tua Saragih bersama Istri dan Putrinya. Ist |
BeritaSimalungun.com-‘Ibu mau kemana?,mau mengajar?, mengajar apa?, mengajar
Bahasa Indonesia?’ Petikan pertanyaan diatas mungkin seringkali terlontar dari
mulut dosen maupun guru.
Sesaat tidak ada yang aneh dari pertanyaan diatas, namun
tidak menurut Pak Sahala, ia begitu kritis dan menurutnya jawaban tadi salah.
Sahat Sahala Tua Saragih, Seorang Legenda Jurnalistik Fikom UNPAD |
Pertanyaan ‘mau kemana’ yang dijawab ‘mau mengajar ‘ adalah keliru, menurutnya
jawaban paling tepat adalah ‘ke kelas’. Dan pertanyaan ‘mengajar apa’ yang
dijawab ‘mengajar bahasa indonesia’ juga sebuah kesalahan, jawaban paling
tepatnya adalah ‘mengajar manusia’.(Baca Juga: Sahat Sahala Tua Saragih, Sang Favorit)
Tegas, keras, teguh pendirian, itulah menurut banyak
mahasiswa Jurnalistik FIKOM UNPAD mengenai sosok ini. Tidak pernah terlambat,
selalu memberikan tugas, dan tidak pernah bolos adalah beberapa karakteristik
lain dari pemilik nama lengkap Sahat Sahala Tua Saragih ini.
Tulisannya seringkali menghiasi beberapa rubrik koran-koran
di Indonesia, bahkan melebihi seorang Dekan FIKOM UNPAD sekalipun.
Tulisannya
banyak dimuat di koran Pikiran Rakyat, Suara Pembaharuan dan Sinar Harapan. Apa
yang ia tulis kebanyakan pemikirannya yang begitu kritis namun tetap santun
untuk dibaca.
Beberapa waktu yang lalu tulisannya yang berjudul ‘Latah
Membuat FIKOM’ memang menyentil Perguruan Tinggi yang hanya mengedepankan
profit tanpa melihat prestasi dan kualitas.
Tulisan mengenai kematian Sophan
Sophian yang berjudul ‘Untung Kita (Pengendara) Bodoh’ mengkritisi tentang
sifat manusia yang selalu menerima takdir yang ada dan pasrah begitu saja.
Dosen Jurnalistik ini begitu peduli terhadap masa depan
mahasiswanya, namun karena sifatnya itu banyak yang mahasiswa yang berkata
kalau masuk kelas Pak Sahala berarti ujian mental.
Tapi hal ini menurut
beberapa dosen yang dulu menjadi murid Pak Sahala, hal ini akan membawa sesatu
yang positif dikehidupan mahasiswanya nanti.
Dosen yang akrab disapa ‘Abang’ ini selalu memberikan tugas
kepada mahasiswanya. Mulai dari membaca sebuah artikel di majalah, hingga
membuat rangkuman sebuah buku langka. Menurut beberapa mahasiswa memang berat,
tapi pasti ada manfaatnya dikemudian hari.
Pak Sahala memulai karirnya sebagai dosen di FIKOM UNPAD
pada tahun 1987. Masa-masa kecilnya ia habiskan di kampung halamannya di
pinggiran Danau Toba dan bersekolah di Sekolah Rakyat yang pada saat itu
pendidikan masih gratis segalanya.
SMP dan SMA ia melanjutkan ke Pematang
Siantar. Mulai saat itu ia mulai mandiri karena sudah berpisah dengan kedua
orangtuanya.
Melajutkan kuliah ke Kota Bandung adalah hal yang mungkin tidak
pernah terfikirkan bagi mantan wartawan Majalah Tempo dan Suarapembaruan ini. Ya, siapa yang tidak kenal seorang S. Sahala Tua Saragih di
FIKOM UNPAD, ia akan menjadi legenda di sana. (*)
0 Comments