BeritaSimalungun.com, Samarinda-Pagi masih berkabut. Langit
masih gelap. Suara azan subuh belum terdengar dari Mesjid dekat UGD RSUD AW
Syahranie, Samarinda. Lamat lamat terdengar suara isak tangis lirih dari ruang
ICU memecah keheningan subuh. Dua orang dewasa dengan mata sembab menatap tubuh
mungil berbalut perban berumur 2.5 tahun. Di tepi ranjang tampak kedua orang
tua bocah mungil itu tidak henti berdoa.
Mulutnya berseru pelan memohon muzizat untuk kesembuhan
anaknya. Matanya nampak sembab. Keduanya tidak bisa tidur. Mereka menatap pilu
putrinya tidak sadarkan diri. Sebuah selang berisi oksigen terpasang dimasukkan
ke mulut bocah itu.
Subuh beranjak merambat pagi. Pak Anggiat Marbun dan Ibu
Intan terus menangis. Grafik detak jantung di layar monitor mesin EKG terlihat
semakin melemah. Detak jantung Intan terus melemah. Perawat mendekat.
Memberikan pertolongan medis. Suasana ruang ICU mendadak gaduh. Denyut nadi
bocah malang itu berhenti.
Sontak kedua orang tua Intan menjerit histeris. "Boru
hasiannnn...Intannnn boru hasiankuu..jangan tinggalkan mamak nakkkk",
jerit pilu Ibu Intan sambil memeluk tubuh mungil putrinya. Sang ayah memeluk
istrinya. Tangisnya teredam dalam rongga dadanya. Dadanya bergetar. Anggiat
Marbun terguncang. Tiba tiba bumi serasa runtuh.
Keduanya bahkan tidak mampu lagi mengangkat wajahnya.
Kepala mereka tertunduk ditepi ranjang sambil menangis panjang manggil nama
anaknya. Ruang ICU itu menjadi pertemuan terakhir kedua orang tua Intan melihat
anak yang dikasihinya.
Empat belas jam sebelumnya, Minggu pagi, 13 November 2016,
sekitar pukul 10.00 Wib, suasana hening terasa di dalam Gereja Ouikumene
Samarinda.
Hanya terdengar suara Pendeta sedang mengucapkan doa pengharapan dan pemberkatan.
Ratusan jemaat tampak menutup mata mendengarkan doa penutup ibadah minggu.
Kedua orang tua Intan tampak khidmat berdoa.
Sementara itu, di depan halaman gereja tampak bocah bocah
kecil sedang bermain. Mereka adalah anak anak sekolah minggu yang dibawa
orangtuanya ikut bergereja.
Hal biasa saat orang tua sedang beribadah, anak anak kecil
ini bermain di halaman gereja. Mereka adalah anak anak sekolah minggu yang
sebelumnya telah selesai beribadah sekolah minggu.
Intan Olivia Banjarnahor (2,5), Anita Kristobel Sihotang
(2), Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (4), dan Triniti Hutahaya (3) bersama anak
anak sekolah minggu lainnya senang sekali pagi itu.
Mereka senang karena di sekolah minggu mereka bisa
bernyanyi dan bermain. Bertepuk tangan sambil menggoyangkan pinggang dan
kepala. Bagi anak anak kecil itu sekolah minggu adalah tempat favorit mereka
bergembira.
Mereka bisa bergembira karena disanalah mereka bisa bertemu
dengan guru guru sekolah minggu yang mengajar betapa baiknya Tuhan. Guru guru
sekolah minggu yang mengajar mereka bernyanyi dan berdoa.
Di luar pagar teras gereja, seorang pria kurus berkaos
oblong hitam nampak berjalan kaki. Pria kurus itu berjalan tergesa gesa sambil
menenteng tas ransel hitam di punggungnya. Ia tampak berhenti sebentar.
Mengamati sekelilingnya. Clingak clinguk sekejap. Setelah pasti, Ia berjalan
masuk ke halaman gereja.
Anak anak kecil itu tidak menaruh curiga. Dengan polos
mereka tetap bermain. Tidak ada rasa takut. Anak anak kecil sekolah minggu itu
hanya tahu bahwa gereja adalah Rumah Tuhan. Rumah berkat. Rumah di mana
kebaikan dan kasih sayang diajarkan. Tidak mungkin ada bahaya di sana.
Pria berkaos oblong hitam itu berjalan semakin mendekat. Ia
berhenti lalu menatap anak anak kecil itu. Entah apa yang dipikirkannya.
Wajahnya mengeras dan dingin.
Ia sepertinya tidak melihat ada anak anak di halaman depan
gereja itu. Ia sepertinya tidak mendengar suara anak anak nan polos sedang
bermain. Ia sepertinya tidak mendengar suara anak anak itu sedang bernyanyi.
Pria berkaos oblong hitam itu hanya melihat musuh yang
harus dihabisinya. Kebenciannya begitu membuncah. Kalian harus mati. Begitu
pikirannya.
Intan Olivia Banjarnahor (2,5), Anita Kristobel Sihotang
(2), Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (4), dan Triniti Hutahaya (3) memandang
pria berkaos oblong hitam itu.
Mereka malah tertawa riang lalu melanjutkan permainan
mereka. Mereka tidak tahu sebentar lagi api akan melahap mereka. Mereka tidak
tahu sedetik lagi pria berkaos oblong hitam itu akan melemparkan bom api
molotov.
Setelah tiba waktunya, Pria berkaos oblong hitam itu lalu
menarik nafas dalam. Ia melihat anak anak kecil itu sebagai target untuk
dihabisi. Ia melihat kegembiraan anak anak kecil itu harus dihentikan.
Keriangan anak anak kecil itu tidak boleh ada. Ia mendengus.
Lalu, Ia melepas tas punggungnya. Mengeluarkan sumbu lalu
mengambil korek api. Ia membakar sumbu tas punggung itu.
Dengan sekuat tenaga pria berkaos oblong itu melempar tas
berisi bensin menyala api. Brakkkk..bummm...Tas punggung berisi bensin dan
berapi itu menghantam kerumunan anak anak kecil itu.
Api membumbung tinggi. Asap hitam mengepul. Pria berkaos
oblong itu tersenyum lalu lari kencang menjauh dari halaman gereja itu.
Intan Olivia bocah berumur 2.5 tahun itu menjerit tangis.
Api membakar sekujur wajah dan tubuhnya. Intan berguling guling menangis
memanggil nama mamanya.
"Ma...mamak..makkkk..panas makkk..sakittt
makkkk...", teriaknya perih. Sekujur badannya melepuh, mengalami luka
bakar cukup serius.
Teman teman Intan lainnya Anita Kristobel Sihotang, Alvaro
Aurelius Tristan Sinaga, dan Triniti Hutahayan juga menjerit menangis. Api
menyambar tubuh mungil mereka. Membakar baju mereka. Keempat bocah malang itu
berlari berguling guling mencoba memadamkan api yang melahap tubuh mungil
mereka.
Suasana gereja yang damai teduh berubah menjadi neraka.
Teriakan pilu perih anak anak sekolah minggu Intan Olivia Banjarnahor, Anita
Kristobel Sihotang, Alvaro Aurelius, Tristan Sinaga, dan Triniti Hutahayan
membuat seisi gereja panik.
Para orang tua berhamburan keluar. Mereka mencari tahu apa
yang terjadi. Mereka menjerit histeris melihat anak anak mereka meraung raung
terbakar.
Berguling guling menahan panas membakar kulit dan dagingnya. Para
orang tua itu berusaha memadamkan api. Sebagian berteriak histeris melihat
anaknya dilalap api.
"Saya panik dan syok. Saya pun langsung mencari
anak-anak saya, biarpun apa mereka semua anak-anak kami," ujar Mirna
sedih. Mirna salah seorang jemaat gereja yang saat itu ikut menyaksikan tubuh
tubuh mungil terbakar api.
"Anak-anak sedang bermain di luar gereja. Orangtua
mereka sedang berdoa di dalam gereja. Tiba-tiba terdengar suara ledakan nyaring
hingga tiga kali. Kami semua langsung panik, mencari perlindungan, dan mencari
anak kami masing-masing," kata Mawarni yang juga keluarga Intan.
Hanya 14 jam bocah mungil Intan Olivia dapat bertahan. Luka
bakarnya hampir 80 persen. Sekitar pukul 04.00 Wita akhirnya bocah lucu itu
meninggal dunia. Bocah malang cantik itu menghembuskan nafas terakhirnya
disamping ibu bapaknya yang menangis kencang.
Pukul 6 pagi, seorang teman mengirim berita kematian Intan.
Saya terpekur sedih. Dadaku sesak. Tidak terasa air mata keluar dari kedua bola
mataku. Saya kehilangan kata kata. Saya terhanyut dalam sedih atas kehilangan
Intan dan nasib bangsaku.
Saya tiba tiba melihat wajah anakku Baby K yang seumuran
dengan Intan. Memandang bocah bocah mungil lucu pemilik warisan Tanah Air
Indonesia ini sungguh membuat saya kecut. Akankah anak anak kita akan mewarisi Ibu
Pertiwi yang damai dan bersahabat? Ahhhh Entahlah...
Selamat jalan ananda Intan Olivia. Betapa berat 14 jam
penderitaanmu itu. Api membakar kulit dagingmu hingga wajah cantikmu berubah
mengerikan. Luka gosong sekujur tubuhmu begitu mengerikan.
Kini, Tuhan mendekapmu. Mendekap sejuk dan teduh jiwamu
yang terbang bersama para malaikat. Kini tubuh gosongmu cantik kembali. Bumi
ini bukanlah tempatmu bermain lagi. Surgalah tempatmu bermain bersama teman
temanmu dari seluruh bangsa.
Tempat barumu itu tidak ada ketakutan lagi. Tempat barumu
itu tidak ada lagi orang jahat penuh kebencian seperti pria berkaos oblong itu.
Di Surga sana hanya ada damai dan kebahagiaan.
Selamat jalan ananda Intan...kami minta maaf tidak bisa
menjagamu. Kami minta maaf alfa dan lalai tidak bisa memberi rasa aman di rumah
Tuhan tempatmu bernyanyi. Lagu kesukaanmu "Kingkong Badannya Besar"
tidak akan pernah kami dengar lagi dari bibirmu yang mungil.
Bernyanyilah di surga ananda..
Bermainlah di taman Firdaus ananda...
Bermainlah di taman Firdaus ananda...
Nyanyikanlah lagu Kingkong itu di Surga buat kami ya...
"Kingkong Badannya Besar Tapi Kakinya Pendek, Lebih
Aneh Binatang Bebek, Lehernya panjang kakinya pendek..Haleluya..Tuhan Maha
Kuasa, Haleluya Tuhan Maha Kuasa Damailah jiwa mungilmu terbang bersama para malaikat menuju
keabadian...Salam peluk cinta dan sayang..
(Dari Tulang Birgaldo
Sinaga)
0 Comments