SBY saat menyampaikan keterangan kepada awak media di Kantor DPP Partai Demokrat, Rabu (1/2/2017) sore.IST |
SBY saat menyampaikan keterangan kepada awak media di Kantor DPP Partai Demokrat, Rabu (1/2/2017) sore.IST |
Dugaan itu muncul setelah namanya mencuat dalam persidangan
Ahok. Tim pengacara Ahok mempertanyakan keterangan yang disampaikan Ma’ruf
sebagai saksi pada Selasa (31/1/2017).
SBY membantah bahwa dirinya meminta Ma’ruf untuk mengatur
agar MUI mengeluarkan fatwa terkait kasus yang tengah mencuat.
Selain itu, SBY juga beranggapan ada penyadapan terhadap
dirinya, yang dianggap sebagai perbuatan ilegal. Pasalnya, tidak ada ketetapan
pengadilan yang memberikan izin untuk melakukan penyadapan itu.
Berikut pernyataan lengkap SBY saat menyampaikan keterangan
kepada awak media di Kantor DPP Partai Demokrat, Rabu (1/2/2017) sore:
Alhamdulillah kita dapat bertemu kembali pada sore hari
ini. Semoga pertemuan kita membawa berkah.
Saya pada kesempatan yang baik ini ingin menyampaikan
penjelasan. Merespons apa yang kemarin dalam persidangan kasus hukum Pak Ahok
yang baik pengacara maupun Pak Ahok mengaitkan nama saya dalam persidangan
tesebut.
Oleh karena itulah, saya ingin menyampaikan semua itu
secara gamblang.
Namun, sebelum saya masuk ke situ, ada dua hal. Pertama,
teman-teman mengingatkan sebetulnya, Pak SBY enggak usah bicaralah, lebih baik
diam saja daripada nanti digempur lagi.
Jawaban saya, lah saya diam saja juga digempur. Oleh karena
itu, akan bagus rakyat mendengarkan penjelasan saya karena kemarin nama saya
dikait-kaitkan dalam persidangan kasus Pak Ahok.
Nah, yang kedua dari staf, katanya, wartawan duga Pak SBY
ini marah. Ya enggaklah ya. Dulu bulan November saya marah karena memang tidak
ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba Partai Demokrat dituduh menggerakkan aksi
damai 411, dan saya dituduh juga menunggangi aksi damai itu.
Bahkan belakangan dituduh menyuruh mengebom Istana Merdeka,
di mana saya tinggal sepuluh tahun di situ. Katanya juga SBY dalang dari
rencana makar yang akan dilaksanakan.
Tentu saudara-saudara kalau dituduh dan difitnah seperti
itu, saya sebagai manusia biasa, harus menyampaikan perasaan saya bahwa semua
itu tidak benar.
Sayang sekali saya belum punya kesempatan bertemu dengan
presiden kita, Bapak Jokowi. Kalau bertemu Presiden, saya ingin bicara
blak-blakan.
Siapa yang melaporkan kepada beliau, yang memberikan
informasi intelijen kepada beliau, yang menuduh saya mendanai aksi damai 411,
menunggangi aksi damai itu, urusan pengeboman dan juga urusan makar.
Saya ingin sebetulnya menyampaikan klarifikasi yang baik
dengan niat dan tujuan baik. Supaya tidak menyimpan, baik Pak Jokowi maupun
saya, prasangka, praduga, perasaan enak dan tidak enak, atau saling bercuriga.
Beliau Presiden Republik Indonesia, Presiden kita, saya
juga pernah memimpin negeri ini sebelum beliau. Karena itu, bagus kalau bisa
bertemu, saling blakblakan-lah apa yang terjadi, apa yang beliau dengar. Supaya
ada dialog mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Saya diberi tahu konon katanya, ada tiga sumber yang
memberi tahu saya, beliau ingin bertemu saya. Cuma dilarang oleh dua-tiga orang
di sekeliling beliau.
Nah dalam hati saya, hebat juga ini orang yang bisa
melarang Presiden bertemu mantan sahabatnya yang juga mantan presiden.
Ini sekaligus saya ungkapkan pada hari yang baik ini bahwa
bagus jika kita berdua bisa saling klarifikasi supaya tidak menyimpan sekali
lagi, prasangka, praduga, dan bahkan rasa kecurigaan.
Itu pengantar. Nah, sekarang intinya, teman-teman, para
wartawan, saya kira semua mengikuti, kemarin dalam sebuah persidangan dikatakan,
ada rekaman atau transkrip atau bukti percakapan saya dengan KH Ma’ruf Amin.
Begitu bunyinya.
Nah, spekulasi langsung macam-macam. Nah saya ingin
menyoroti masalah itu karena kalau betul percakapan saya dengan Pak Ma’ruf
Amin, atau percakapan siapa pun dengan siapa, disadap, tanpa alasan yang sah,
tanpa perintah pengadilan dan hal-hal yang dibenarkan dalam UU, namanya itu
penyadapan ilegal.
Kalau yang disadap itu percakapan telepon, bunyinya
menjadiillegal telephone tapping. Nah, kalau penyadapan itu punya motif
politik, namanya political spying.
Satu, dari aspek hukum masuk dan dari aspek politik masuk.
Saya kira teman-teman masih ingat Skandal Watergate. Dulu kubu Presiden Nixon
menyadap kubu partai politik yang sedang dalam kampanye pemilihan presiden.
Memang Nixon terpilih sebagai presiden, tetapi skandal itu
terbongkar. Ada penyadapan, ada tapping, ada spying. Itu yang mengakibatkan
Presiden Nixon harus mundur, resign. Karena kalau tidak, beliau akan
di-impeach.
Saya hanya menggambarkan bahwa political spying, illegal
tapping, itu kejahatan serius di negara mana pun juga. Oleh karena itulah, saya
pada kesempatan yang baik ini ingin mendapatkan keadilan yang sebenarnya, apa
sesungguhnya yang terjadi.
Karena, kalau betul-betul telepon saya disadap secara tidak
legal, saya mendengar pada awal September setelah kembali dari Jawa Tengah,
Jawa Barat, diberi tahu agar, "Pak SBY hati-hati, telepon Bapak dan
anggota tim lain disadap."
Belum lama kurang lebih satu bulan lalu, saya mendapat
informasi bahwa sahabat dekat saya tidak berani menerima telepon saya karena
diingatkan oleh seseorang lingkar kekuasaan, "Hati-hati telepon kalian
disadap."
Sehingga sekarang kalau bicara melalui utusan, melalui
caraka. Tetapi saya masih belum yakin apa iya, salah saya apa disadap.
Mantan presiden itu mendapatkan pengamanan oleh Paspampres.
Siapa pun mantan presiden itu, siapa pun mantan wakil presiden itu. Yang
diamankan apanya? Orangnya? Obyeknya? Kegiatannya? dan kemudian kerahasiaan
pembicaraannya?
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono berbicara kepada wartawan di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017). Susilo Bambang Yudhoyono memberi penjelasan soal tuduhan terkait komunikasinya dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin terkait sikap keagamaan MUI mengenai kasus penistaan agama yang menjerat Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono berbicara kepada wartawan di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017). Susilo Bambang Yudhoyono memberi penjelasan soal tuduhan terkait komunikasinya dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin terkait sikap keagamaan MUI mengenai kasus penistaan agama yang menjerat Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Jadi menurut saya, antara yakin dan tidak yakin apa iya
saya disadap. Kalau betul-betul disadap, maka segala pembicaraan, kemudian
kegiatan, mungkin strategi, mungkin rencana, apa pun akan diketahui oleh mereka
yang tidak punya hak sama sekali.
Dan kalau itu menganggap dirinya lawan politik, sama dengan
Skandal Watergate tadi, mendapatkan keuntungan dan manfaat politik dengan cara
menyadap infromasi tentang seluk-beluk pembicaraan dan strategi lawan
politiknya.
Dalam pilpres maupun Pilkada, penyadapan ini sangat bisa
membuat kandidat kalah karena ketahuan semua strateginya. Karena memang akan
ketahuan semua, mau dirahasiakan seperti apa pun akan ketahuan semua.
Sementara itu saya ingatkan saudara-saudara, karena
penyadapan ilegal itu very serious, serious. Kita punya perangkat UU, adalah UU
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Itu pertama kali terbit di
era saya dulu, pada 2008, kemudian diperbarui di era Pak Jokowi pada 2016.
Di situ ada pasal-pasal yang melarang seseorang atau pihak
mana pun melakukan penyadapan ilegal tadi. Salah satunya saya bacakan ini Pasal
31, "Setiap orang yang dengan sengaja atau tanpa hak melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu, dipidana.
Dengan pidana paling lama 10 tahun, berat hukumannya, dan atau denda Rp 800
juta".
Konstitusi kita, UU kita, aturan kita, sama dengan negara
lain melarang tindakan penyadapan ilegal itu. Oleh karena itulah dengan semua
itu, saya bermohon sebagai warga negara biasa, teman-teman, kalau memang
pembicaraan saya kapan pun, kalau yang disebut kemarin pembicaraan saya dengan
Pak Ma’ruf Amin disadap, ada rekamannya, ada transkripnya, maka saya berharap
pihak kepolisian, pihak kejaksaan, dan pihak pengadilan untuk menegakkan hukum
sesuai UU ITE tadi.
Saya hanya mohon itu, supaya rakyat bisa mendapatkan
keadilan dan tegaknya hukum. Dan mulai hari ini saya akan mengikuti apa respons
aparat hukum, karena ini bukan delik aduan. Tidak perluPolri menunggu aduan saya.
Sekali lagi itu bukan delik aduan.
Equality before the law, kesamaan dalam hukum itu adalah
hak konstitusional setiap orang. Semangat dan jiwa UUD 1945 juga seperti itu.
Dan melalui mimbar ini, saya juga mohon agar transkrip percakapan telepon saya
yang sekarang katanya dimiliki pihak Pak Ahok atau tim, saya juga bisa
mendapatkan....
Karena saya khawatir kalau saya tidak mendapatkan sangat
mungkin transkrip itu bisa ada tambah kurang yang tentu bisa berbeda dari
isinya seperti apa.
Saya sungguh ingin mendapatkan transkrip itu karena
dikatakan kami punya rekamannya, dan kami punya transkripnya. Kurang lebih
seperti itu.
Nah kalau, saudara-saudara, yang menyadap secara ilegal ini
bukan pihak Pak Ahok atau tim pengacaranya Pak Ahok dan pihak lain, saya juga
mohon kepada negara untuk diusut siapa yang menyadap itu.
Yang saya tahu selain KPK yang menyadap urusan tindak
pidana korupsi, ada lembaga lain, yaitu Polri, BIN, dan BAIS TNI, saya tidak
tahu masih ada atau tidak. Tapi paling tidak itulah institusi negara yang
memiliki kemampuan menyadap.
Pemahaman saya, sama seperti saya memimpin dulu, penyadapan
tidak boleh sembarangan, tidak boleh ilegal, dan harus berdasar aturan yang
diatur UU.
Tapi kalau misalnya, mudah-mudahan tidak, yang menyadap itu
bukan Pak Ahok, tapi yang lain ya menurut saya sama hukum musti ditegakkan. Nah
kalau institusi negara misalnya Polri atau BIN, menurut saya negara itu
bertanggung jawab.
Saya juga memohon Pak Jokowi, presiden kita, berkenan
memberikan penjelasan, dari mana transkrip atau sadapan didapat itu, siapa yang
menyadap. Supaya jelas. Yang kita cari kebenaran.
Ini negara kita sendiri bukan negara orang lain, bagus
kalau kita bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan baik, adil, dan bertanggung
jawab. Itu dari aspek hukum saudara-saudara dan juga dari aspek politik.
Kalau dari aspek sosial, begini. Kalau saya saja sebagai
mantan presiden yang mendapatkan pengamanan dari Paspampres begitu mudahnya
disadap, bagaimana dengan saudara-saudara kita yang lain, rakyat kita yang
lain, politisi yang lain. Sangat mungkin mereka mengalami nasib yang sama
dengan yang saya alami.
Nah kalau itu terjadi, negara kita seperti rimba raya.
Hukumnya hukum rimba. Artinya yang kuat menang, yang lemah kalah. Padahal yang
betul itu yang benar menang yang salah kalah.
Jadi kita mohonkan betul penjelasan dari Bapak Presiden
tentang hal ini. Mudah-mudahan rakyat menjadi tenang, karena diucapkan di depan
persidangan berarti itu memiliki kekuatan tersendiri dan memiliki keabsahan
tersendiri. Itu yang kita sampaikan.
Tentu saudara ingin mendapatkan apa memang tidak ada
percakapan antara saya dengan Pak Ma’ruf Amin atau dengan pejabat-pejabat yang
lain. Saya ingin bicara truth, fakta, kebenaran.
Tanggal 7 oktober 2016, memang ada pertemuan antara Agus
Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni dengan kedua organisasi. Pada hari itu
dijadwalkan Agus-Silvy dijadwalkan ketemu dengan PBNU dan PP Muhammadiyah.
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono
berbicara kepada wartawan di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017).
Susilo Bambang Yudhoyono memberi penjelasan soal tuduhan terkait komunikasinya
dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin terkait sikap keagamaan MUI
mengenai kasus penistaan agama yang menjerat Gubernur non-aktif DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Yang saya tahu, tema
dari pertemuan itu, Agus-Silvy mohon doa restu dan nasihat agar perjuangannya
dalam Pilkada Jakarta berhasil.
Kemudian, sebelum Agus Harimurti Yudhoyono berangkat, saya
pesan sampaikan salam saya kepada beliau-beliau, dan kapan-kapan senang kalau
saya bisa bertukar pikiran tentang masalah Islam dan dunia.
Untuk teman-teman ketahui sekarang ini saya adalah satu
dari tiga yang disebut wise person, yang tergabung dalam Wise Person Council.
Saya, mantan Presiden Turki Abdullah Gul dan mantan Presiden Nigeria
Abdussalam, secara resmi sejak tahun yang lalu menjadi Wise Person Council dari
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang pusatnya di Jeddah, Saudi Arabia.
Peran dan tugas saya adalah untuk memberi pandangan kepada
OKI tentang bagaimana kita mengelola tentang permasalahan Islam se-dunia, di
Timur Tengah, Rohingya, dan banyak lagi tempat yang menurut OKI kita harus
peduli, dan juga mencari solusi.
Dalam konteks itulah, kapan-kapan saya sampaikan bisa
ketemu, saya bisa mendiskusikan itu.
Kemudian, saya diberi tahu di acara PBNU, itu cukup
lengkap. Bukan hanya Pak Said Aqil Siradj, tetapi juga Pak Ma’ruf Amin sebagai
Rais A’am, bukan dalam kapasitasnya sebagai Ketua MUI.
Dan mereka pengurus itu yang katanya lengkap, mengira saya
ikut dalam rombongan itu. Saya katakan tidak mungkin. Agus-Sylvi sudah mandiri,
nanti dikira di bawah bayang-bayang ayahnya.
Dan tidak baik. Toh mereka datang untuk meminta doa restu
dan bimbingan. Pada saat itulah, tidak ada kaitannya dengan kasusnya Pak Ahok,
dengan tugas-tugas MUI, dengan tugas-tugas untuk mengeluarkan fatwa.
Ada staf yang bukan saya menelepon Pak Ma’ruf Amin
langsung, atau Pak Ma’ruf Amin menelepon saya langsung, tapi ada staf yang di
sana menyambungkan percakapan saya dengan Pak Ma’ruf Amin yang kaitannya
seputar pertemuan itu.
Dan saya ulangi lagi bahwa kita berdiskusi dengan yang
lain-lain, intinya seperti itu. Jadi percakapan itu ada.
Kalau Pak Ma’ruf Amin saya dengar mengatakan tidak ada
pertemuan langsung saya dengan Pak SBY, dan percakapan saya langsung dengan Pak
SBY yang berkaitan dengan tugas kami, MUI, untuk mengeluarkan pendapat
keagamaan atau apapun namanya.
Namun, saya tidak ingin berpanjang lebar di situ. Kalau
dibangun opini gara-gara percakapan saya dengan Pak Ma’ruf Amin, gara-gara
pertemuan dengan Agus-Sylvi dengan PBNU dan PPMuhammadiyah, maka pendapat
keagamaan yang dikeluarkan seperti itu, maka tanyakan kepada MUI.
MUI itu Majelis Ulama Indonesia, memang ada ketuanya. Tapi,
selama ini yang saya ketahui selama jadi Presiden beberapa kali saya bertemu
denan MUI, lengkap pengurusnya, memang segala sesuatunya dimusyawarahkan.
Dan ketika mengeluarkan entah fatwa atau apapun itu sudah
dibicarakan di antara mereka. Silahkan ditanyakan, apakah pendapat keagamaan
MUI itu lahir di bawah tekanan SBY atau tekanan siapa pun.
Saya kira mudah sekali mengeceknya, daripada saya nanti
defensif, tanyakan saja langsung, apakah Majelis Ulama Indonesiadalam
mengeluarkan fatwa keagamaannya, didikte atau ditekan SBY atau pun siapa pun.
Dan teman-teman para wartawan, kesimpulan yang ingin saya
sampaikan adalah, dengan penjelasan saya ini berangkat dari pernyataan pihak
Pak Ahok yang memegang bukti atau tranksrip atau apapun yang menyatakan ada
percakapan saya dengan Pak Ma’ruf Amin, saya nilai sebagai sebuah kejahatan.
Karena itu adalah penyadapan ilegal. Saya hanya mohon hukum
ditegakkan. Bola sekarang bukan pada saya, bukan di Pak Ma’ruf Amin, bukan di
Pak Ahok dan pengacaranya, tetapi di tangan Polridan penegak hukum lain. Bola
di tangan mereka.
Dan kalau yang menyadap institusi negara, bola di tangan
Bapak Presiden Jokowi. Saya hanya memohon keadilan. Karena hak saya
diinjak-injak dan privasi saya yang dijamin UU dibatalkan dengan cara disadap
secara tidak legal.
Dan teman-teman semua yang ada di ruangan ini atau di mana
pun, karena sejak tadi malam saya mendapat pesan beragam sekali, ada yang
sedang, ada yang keras, ada yang marah dan sebagainya, karena saya sudah
menyampaikan seperti ini, baik-baik dan dengan niat dan tujuan yang baik, maka
teman-teman pendukung harap bisa bersabar dan tegar.
Insya Allah ada titik air keadilan. Kalau kita haus dan
dahaga, kalau ada titik air keadilan, rasanya haus kita, dahaga kita hilang.
Itulah yang ingin saya sampaikan, terima kasih teman-teman
atas kesabaran dan perhatiannya, saya lebih baik begini daripada main di media
sosial mengeluarkan hoax, kita begini saja-lah, langsung-lah.
Media tradisional juga ada, televisi ada, TV ada, radio
ada, majalah juga ada. Jangan sampai kita malah saling berkomunikasi dengan
tidak tahu siapa kita berkomunikasi itu. Bung Karno mengatakan "Mana
dadamu, ini dadaku".
Artinya, ayolah kita, supaya tidak mudah kita saling
memfitnah, tidak mudah kita saling menjatuhkan. Itu saja teman-teman, dan
sekali lagi terima kasih atas perhatiannya. Saya sudah menjelaskan dengan
tujuan yang baik.
Sekian. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Sumber: TRIBUNJAMBI.COM
0 Comments