Lamsiang Sitompul SH MH-Pada Pelantikan Pengurus DPD HBB Provinsi Jambi Periode 2019-2024-Gedung Asiniroha Jambi-Minggu 24 November 2019. (Foto Ezer Twopama Manihuruk). |
Medan, BS-Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perkumpulan Horas Bangso Batak (HBB) Lamsiang Sitompul SH MH memberikan tanggapan soal wacana Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi untuk memusnahkan ternak babi di Sumatera Utara menyusul mewabahnya virus flu babi Afrika atau African Swine dan Fever (ASF) di Sumut.
Sebelumnya Gubsu Edy Rahmayadi menyebutkan hingga awal Januari 2020 ini, tercatat sudah 42.000 ekor lebih babi mati di Sumatra Utara karena serangan virus ASF. Agar virus ASF itu hilang dari Sumut, kata Gubsu satu-satunya cara adalah dengan memusnahkan seluruh babi, baik yang terjangkit virus ASF maupun babi yang masih hidup.
“Horas, menyikapi wacana Gubsu untuk memusnahkan babi di Sumut, saya selaku ketua DPP HBB keberatan. Karena wacana itu adalah jalan pintas, bukan solusi yang tepat. Pasalnya dampak ekonomi, dampak sosial akan berimbas kepada masyarakat Sumut,” ujar Lamsiang Sitorus, Rabu (8/1/2020).
Menurutnya, seharusnya yang dilakukan Pemerintah Sumatera Utara adalah pengobatan virus itu dan pencegahan agar tidak mewabah. Lamsiang juga sangat kecewa karena sangat minim, bahkan tidak ada tindakan untuk pengobatan dan pencegahan.
“Saya tidak pernah baca ada tindakan pencegahan dan pengobatan, baik oleh pemerintah kabupaten/kota, Pemprov Sumut dan Pemerintah Pusat untuk mengobati virus yang terjangkit itu. Tidak ada turun tim untuk itu. Yang ada tim hanya untuk mengubur. Pengobatannya apa, pencegahannya bagaimana,” Tanya Lamsiang Sitompul.
“Yang tidak kalah penting juga, ada kecurigaan masyarakat ini. Kenapa hanya di Sumatera Utara itu babi terjangkit penyakit. Kenapa tidak ada di provinsi lain seperti di Riau, Aceh yang juga banyak memelihari babi. Jangan-jangan ini ada upaya-upaya yang lain,” ujar Lamsing mencurigai.
Menurut Lamsing Sitompul, yang paling mengecewakan, sebelumnya hal ini diumumkan adalah penyakit kolera babi, ternyata sekarang menurut surat dari Kementan RI itu adalah virus ASF.
“Ini menurut saya aneh, tolong dipastikan, sumbernya apa dan dari mana? Mengobatinya seperti apa? Mencegahnya seperti apa? Itu yang penting bukan langsung memusnahkan,” tanya Lamsiang Sitompul.
Kata Lamsiang Sitompul, anggaran yang ada hanya untuk memantau masuknya babi di Sumut, bukan anggaran untuk mengobati babi atau mencegah dengan memberikan vaksin kepada babi.
“Kita minta Gubernur Sumut meninjau ulang kebijakan itu, karena hal itu bisa memicu aksi unjukrasa peternak babi dan juga masyarakat. Tolong ditinjau ulang kebijakan itu, berika solusi yang baik,” kata Lamsiang Sitorus.
Butuh 20 Tahun
Sebelumnya Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi mengatakan, China sudah pernah memusnahkan seluruh babi untuk menghentikan perkembangan wabah ASF. Namun butuh waktu 20 tahun berikutnya untuk bisa kembali beternak babi.
Kata Edy, begitupun dengan memusnahkan babi, tidak semudah yang dibayangkan. Selain butuh biaya besar untuk mengganti rugi babi milik masyarakat maupun perusahaan, juga karena dampak sosialnya di masyarakat. Sebagaimana diketahui, ada sekitar 3 juta ekor populasi babi di Sumut.
Pemusnahan Ternak Babi secara massal di Sumut Desember 2019 lalu. (Istimewa) |
Namun di sisi lain jika seluruh babi tidak dimusnahkan, jumlah babi yang mati di Sumut cepat atau lambat dipastikan semakin banyak lagi sebab hingga sejauh ini, belum ada ditemukan obat virus ASF.
Namun demikian hal ini menjadi dilema bagi Gubernur Sumut Edy karena hingga sejauh ini pula, Edy belum mau menyatakan wabah ASF di Sumut sebagai bencana. Butuh waktu 1 bulan baginya sebelum nantinya mengambil keputusan musnahkan atau tidak.
"Ada dilema di situ, kalau saya iyakan ini bilang bencana, semua babi ini harus dimusnahkan. Kasih saya waktu satu bulan," kata Edy Rahmayadi menjawab wartawan di Kantor Gubsu, Jalan Diponegoro Medan, Senin (06/01/2020) sore.
Sebelumnya, Pemerintah RI melalui Kementerian Pertanian telah menetapkan 16 daerah di Provinsi Sumut positif terjangkit penyakit ASF babi.
Hal itu diumumkan Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo, dalam Surat Keputusan Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang pernyataan wabah penyakit demam babi afrika (African Swine Fever) tertanggal 12 Desember 2019.
Adapun16 daerah itu adalah Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan.
Terpisah, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan jajarannya akan mengisolasi daerah yang terjangkit demam babi Afrika untuk mencegah virus tersebut menyebar dan menjangkiti ternak babi lainnya.
“Salah satunya dengan mengisolasi daerah yang terjangkit sangat total, kemudian daerah lain harus secara rutin, tiap hari harus cek apakah ada virus yang menyangkut," kata Syahrul Yasin Limpo di Jakarta.
Syahrul mengatakan isolasi memang langkah yang paling penting dilakukan untuk mencegah penyebaran virus. “Isolasi untuk dia ke luar wilayah, itu yang kita perketat, oleh pemerintah daerah," katanya.
Peternakan babi tidak dikembangkan secara menyeluruh di Indonesia tapi terpusat di satu titik. Kabupaten yang terjangkit juga tidak lebih dari dua atau tiga wilayah. Oleh karena itu, pengendalian secara maksimal sesuai prosedur, yakni dengan pemusnahan, masih dalam proses dilakukan.
"Kami sudah lakukan pengendalian secara maksimal dilakukan oleh para gubernur, bupati dan jajaran pengamanan yang ada, tentu saja penanganan sesuai prosedur yang ada, memang harus musnahkan di sana dan itu dalam proses," katanya.
Terkait sikap Malaysia yang melarang impor babi dari kawasan yang terjangkit, termasuk Indonesia, menurut Syahrul hal itu memang jadi risiko yang harus diterima.
“Itulah salah satu risiko kalau kita terjangkit, makanya saya juga tetapkan daerah khusus saja yang terjangkit itu yang harus jawab. Pengalaman kita tentang flu burung kemarin. Begitu bilang ada yang terjangkit, tidak masuk (impornya)," katanya.
Kementerian Pertanian telah mengumumkan adanya kasus Demam Babi Afrika atau lebih dikenal dengan African Swine Fever (ASF) di Sumatera Utara.
Hal itu ditegaskan melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 820/Kpts/PK.32/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit demam babi Afrika (African Swine Fever/ ASF) pada beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada12 Desember 2019.
Penyakit ASF telah terjadi di 16 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (ISIKHNAS), sampai minggu ke-2 Desember 2019, total kematian ternak babi yang terjadi di Sumut dilaporkan mencapai 28.136 ekor.(BS-Asenk Lee Saragih)
0 Comments