ILUSTRASI |
Pagi ini, saya membaca sebuah
renungan yang ditulis Firman Pratama, seorang pakar pikiran dan praktisi
pendidikan di Kompasiana berbunyi sebagai berikut:
"Banyak dari
anda mungkin juga sibuk mencari kebahagiaan? Mencari diluar? Atau
mencari dimana? Kalau anda mencari kebahagiaan itu diluar diri maka yang
pasti terjadi adalah rasa lelah dan capek?.
Sebab anda mencari yang
tidak ada. Meskipun anda pergi ke gunung, pergi ke pantai, melakukan
berbagai meditasi, berbagai pertapaan dan kegiatan lainnya maka saya
jamin yang didapatkan adalah rasa frustasi dan capek. Kenapa itu
terjadi? Ya karena anda mencari yang tidak ada…kebahagiaan adalah rasa
yang dibuat dan dimunculkan dari dalam,".
Ade Manuhutu,
seorang penyanyi pop terkenal di era 70-an, menyanyikan sebuah lagu yang
mempertanyakan : "Dimana Kebahagiaan Itu?"
Manusia sibuk
mencari kebahagiaan, sayangnya sering menempuh dengan mencarinya, di
luar dirinya, padahal kebahagiaan itu ada di dalam dirinya sendiri.
Dalam kehidupan saya misalnya!. Sering juga salah dalam memaknai kebahagiaan.
Lima belas tahun yang lalu, saya berfikir, kalau nanti semua anak-anak sudah selesai sekolahnya, maka saya akan bahagia!.
Setelah itu tercapai, maka cita-cita selanjutnya, kalau anak-anak sudah
tamat sekolahnya dan bekerja, kalau boleh , mereka berkeluarga, pada
saatnya.
Setelah semua yang di atas tercapai, muncul lagi syarat
baru untuk bahagia. Kalau anak-anak sudah tamat sekolah dan bekerja,
maka mereka bisalah mendapat pasangan masing-masing.
Sebagian itu sudah tercapai, dan sudah mendapatkan pasangan masing-masing.
Kalau nanti sudah menikah, bolehlah menimang cucu. Cucu, sudah diberikan.
Benarkah karena itu saya bahagia?
Waktu, membuat kita makin memahami arti kebagiaan, dan merubah cara pandang kita.
Kebahagiaan, ternyata bukan seperti itu. Kebahagiaan itu bukan lima tahun lagi, atau besok, setelah mencapai sesuatu.
Ternyata, kebahagiaan itu tidak jauh-jauh jarak dan waktunya.
Kebahagiaan itu kudapatkan pagi ini, ketika saya memberitakan kebahagiaan ini kepada Anda.
Kebahagiaan itu adalah sekarang dan di sini, tanpa melihat keberadaan kita.
Kebahagiaan itu adalah ketika kita bisa memaknai semuanya dengan rasa
syukur, apa yang kita miliki sekarang. Bahagia itu, tanpa syarat hal-hal
yang tampak mata, enak didengar telinga. Dia adalah sesuatu yang tanpa
dipengaruhi hal-hal yang bersifat fisik.
Dia tidak mempersayaratkan sesuatu keinginan, cita-cita kita tecapai, tetapi ketika kita dalam proses menuju cita-cita itu .
Prof Dr Albiner Siagian, dalam artikelnya berjudul "Mari Bahagia
Sekarang" di harian Analisa 8 Januari 2016 lalu, mengatakan, dengan
mengutip Aristoteles, "Aristoteles, salah seorang filsuf dan tokoh etika
Yunani terkenal, mengemukakan bahwa tujuan akhir dari hidup manusia
adalah kebahagiaan," katanya.
Kemudian, Prof Albiner mengisahkan sebuah cerita, antara nelayan dan seorang pelancong dari luar negeri.
Konon, pada suatu ketika di tepi pantai, terjadilah percakapan serius
antara seorang pelancong dari luar negeri dengan seorang nelayan. Si
pelancong bertanya: “Tidak adakah rencanamu untuk meminjam uang ke
bank?” “Untuk apa?”, jawab si nelayan. “Ya, agar kamu bisa mengganti
sampanmu ini dengan perahu bermotor”, kata si pelancong.
“Oh,
begitu! Lalu, untuk apa saya memiliki perahu bermotor?”, tanya si
nelayan. “Dengan perahu bermotor, kamu akan bisa mendapatkan hasil
tangkapan yang lebih banyak”, jawab si pelancong. “Lalu, apa yang akan
terjadi jika hasil tangkapan saya banyak”, tanya si nelayan lagi. Jawab
si pelancong, “Kamu akan memeroleh uang yang banyak.”
“Untuk apa uang
yang banyak itu?”, sahut si nelayan pula. “Kalau kamu punya uang banyak,
kamu akan bisa beli pakaian bagus, rumah bagus, makanan yang enak. Dan,
yang lebih enaknya lagi, kamu bisa seperti saya pergi piknik ke luar
negeri”, kata si pelancong bangga.
“Lalu….!?,” kata si nelayan
sambil mengernyitkan dahi. “Kamu akan bahagia karenanya”, gumam si
pelancong dengan yakin. “Oh, itu terlalu lama tuan. Kalau soal bahagia,
saya sudah merasakannya sekarang”, tukas si nelayan sambil senyum.
Menurut Prof Albiner, bahagia, sebenarnya mudah di dapat. Tetapi mengapa manusia tidak banyak yang bahagia?.
Karena kita selalu membandingkan diri dengan orang lain (selalu akan
merasa kekurangan), dan susah bersyukur. "Kebahagiaan adalah soal
bagaimana manusia menempatkannya, mempersepsikannya, menyikapi realitas,
dan memaknai kehidupan".
Kalau begitu?.
Jadilah diri sendiri, bersyukurlah sekarang, ceritakanlah berita syukur kepada orang lain, maka kebahagiaan itu akan hadir.
Dapatkanlah bahagia itu sekarang, dan di sini, di tempat Anda berada sekarang, dalam keberadaan Anda sekarang! Selamat hari Minggu! (St Jannerson Girsang)
0 Comments